*

*

Ads

Rabu, 10 April 2019

Ang I Niocu Jilid 095

Sun Hauw menjadi girang sekali, akan tetapi kata-kata itu membuat ia makin tunduk dan malu. Thian Beng Cu lalu membuka surat dari Lo Beng Hosiang. Selain permintaan maaf bagi murid-muridnya, di dalam surat itu Lo Beng Hosiang menyatakan bahwa tentang pembunuhan atas diri Lai Tek, sesungguhnya bukanlah perbuatan anak murid Bu-tong-pai, dan menurut dugaan Lo Beng Hosiang, tentu dilakukan oleh pihak ke tiga yang ingin mengadu-dombakan Kim-san-pai dengan Bu-tong-pai. Oleh karena itu, Lo Beng Hosiang menyatakan bahwa penjahat atau pihak ke tiga inilah yang harus dicari.

Thian Beng Cu menghadapi Ang I Niocu yang masih berdiri di situ. Gadis ini ketika melihat betapa para hwesio mengaku salah dan betul-betul datang hendak menerima hukuman, juga menjadi girang dan terharu. Tak disangkanya bahwa tugasnya selesai dengan demikian mudahnya, apalagi ketika ia melihat Sun Hauw juga menerima salah dan rela dihukum, kebenciannya terhadap pemuda ini agak berkurang.

“Ang I Niocu, kau sebagai utusan Sin-taihiap Bu Pun Su, kau telah mendengar dan melihat sendiri keadaan anak-anak murid Bu-tong-pai yang ternyata jauh lebih baik daripada anak-anak murid Kim-san-pai. Oleh karena kedatangan mereka inilah, maka segala kesalah-pahaman telah dapat dibikin beres dan dihabiskan sampai di sini saja. Di dalam suratnya ini, Lo Beng Hosiang menyatakan bahwa pihak Bu-tong-pai betul-betul tidak pernah melakukan pembunuhan terhadap diri Lai Tek, dan menduga bahwa tentu ada pihak ke tiga yang melakukan perbuatan itu untuk mengadu domba antara Kim-san-pai dan Bu-tong-pai. Tidak tahu bagaimanakah baiknya kalau menurut pendapat Niocu?”

“Soalnya sudah jelas bahwa memang tentu ada penjahat yang membunuh Lai Tek dan berbuat seolah-olah yang melakukan hal itu dari pihak Bu-tong-pai. Akan tetapi, perbuatan penjahat itu lebih banyak mendatangkan kerugian kepada Bu-tong-pai daripada kepada Kim-san-pai. Lai Tek anak murid Kim-san-pai tewas sebagai orang gagah dan tidak ada kecewanya, sebaliknya dengan perbuatan itu, nama baik Bu-tong-pai tercemar. Oleh karena itu, menurut pikiranku, sudah menjadi kewajiban Bu-tong-pai untuk menyelidiki hal ini dan menangkap pembunuhnya. Biarpun begitu, demi kebaikan kembali hubungan antara kedua partai yang sudah menjadi tugas yang kupikul menurut perintah Susiok-couw, aku akan berusaha pula untuk membongkar rahasia ini dan membekuk penjahatnya.”

Sun Hauw melompat berdiri, menjura kepada Thian Beng Cu, lalu menghadapi Ang I Niocu sambil berkata cepat,

“Niocu, cocok sekali petunjukmu tadi. Memang sudah seharusnya Bu-tong-pai mencuci bersih namanya dari perbuatan terkutuk penjahat yang membunuh Lai Tek itu. Dan untuk pekerjaan ini, biarlah aku yang akan melakukannya. Aku telah berlaku lancang dan biar pun aku diberi tugas menjernihkan suasana antara Kim-san-pai dan Bu-tong-pai, ternyata aku bahkan mengeruhkan suasana. Sekarang ada pekerjaan ini, biar aku yang diwajibkan, hitung-hitung menebus dosaku!”

Ang I Niocu memandang kepada pemuda itu dengan tajam dan diam-diam ia harus akui bahwa Liem Sun Hauw adalah seorang pemuda yang bersemangat dan gagah. Pantas saja ayahnya suka kepada pemuda ini dan hendak menjodohkannya dengan aku, pikirnya. Kebenciannya terhadap pemuda itu makin berkurang saja.

“Bagaimana, Locianpwe? Apakah Locianpwe menyetujui kalau teecu yang mencoba untuk menangkap penjahat pembunuh Lai Tek-enghiong itu?” Sun Hauw bertanya kepada Thian Beng Cu dengan suara mendesak.

Thian Beng Cu mengangguk-angguk dan tersenyum.
“Liem-sicu, kau memang gagah dan kiranya tepat kalau kau yang mencarinya. Untuk hal ini, sebagaimana dinyatakan oleh Ang I Niocu tadi, pinto serahkan saja kepada pihak Bu-tong-pai. Pinto hanya bisa menyampaikan terima kasih atas maksudmu yang mulia ini, Liem-sicu.”

“Kalau begitu, perkenankan teecu berangkat sekarang untuk membekuk batang leher pembunuh Lai Tek-enghiong!” kata Sun Hauw penuh semangat sambil mengerling kepada Ang I Niocu.

Tiba-tiba terdengar suara orang, lemah-lembut terdengarnya,
“Tidak usah, tidak usah… penjahat itu telah tertangkap…!”






Tiba-tiba berkelebat bayangan dan tahu-tahu di situ berdiri seorang tosu yang usianya kurang lebih lima puluhan tahun, gerak-geriknya halus dan sinar matanya tajam berpengaruh.

“Eng Yang Cu-sute… kau baru datang…?” kata Thian Beng Cu dengan suara girang. “Dan betulkah penjahat itu telah tertangkap?”

Tosu itu yang bukan lain adalah Eng Yang Cu, tokoh Kim-san-pai yang menjadi sute termuda dari Thian Beng Cu dan yang memiliki kepandaian lebih tinggi daripada tokoh-tokoh Kim-san-pai lainnya, akan tetapi yang selalu merantau, memberi hormat kepada suhengnya lalu berkata,

“Memang betul, penjahat itu bukan lain adalah Siang-hek-pian (Sepasang Pian Hitam) Bwee Cat. Seperti Suheng tentu masih ingat, Siang-hek-pian Bwee Cat pernah memusuhi Kim-san-pai dan pernah jatuh oleh siauwte. Agaknya ia mengandung dendam sakit hati dan melihat salah paham yang timbul antara Kim-san-pai dan Bu-tong-pai, ia turun tangan, menewaskan muridku Lai Tek kemudian mempergunakan nama Bu-tong untuk mengadu domba.”

“Sute yang baik, bagaimana kau bisa mengetahui ini semua dan bagaimana kau bilang bahwa dia itu sudah tertangkap?” tanya Thian Beng Cu dengan girang, sedangkan wajah Liem Sun Hauw menjadi muram sekali mendengar bahwa penjahat yang rnenjadi biang keladi pertikaian itu telah tertangkap.

“Dalam perantauan siauwte mendengar tentang pertikaian Kim-san-pai dengan Bu-tong-pai dan siauwte mendengar pula sebab-sebab pertikaian itu, Siauwte tidak percaya bahwa Bu-tong-pai akan berlaku sekeji itu, maka siauwte teringat akan Siang-hek-pian Bwee Cat. Kalau ada orang yang hendak mencelakakan Kim-san-pai, kiranya hanya penjahat itulah yang menaruh dendam dan pernah menjadi pecundang.

Siauwte lalu mencarinya dan setelah berjumpa, betul saja dia yang melakukan pembunuhan terhadap Lai Tek, katanya untuk memancing siauwte supaya mencarinya. Kami bertempur dan ternyata selama ini ia telah mempertinggi ilmunya sehingga hampir saja siauwte kalah dan celaka dalam tangannya. Tidak heran apabila Lai Tek mudah saja ia tewaskan, tidak tahunya penjahat itu telah berguru lagi semenjak kalah di Kim-san-pai. Masih baik nasib siauwte, pada saat itu datang dua orang bersaudara, yakni Kang Bok Sian dan Kang Eng Sian. Dua orang pendekar muda ini ternyata adalah anak murid Bu-tong-pai dan mereka pun mendengar pula tentang pertikaian antara Bu-tong-pai dan Kim-san-pai.

Dari orang-orang kang-ouw mereka mendengar tentang Siang-hek-pian Bwee Cat yang menyombongkan perbuatannya, yakni membunuh Lai Tek murid Kim-san-pai. Karena dua orang saudara Kang yang gagah perkasa itu telah mendengar pula akan sebab pertikaian kedua partai mereka lalu mengerti bahwa biang keladinya adalah Bwee Cat dan mencarinya.

Kebetulan sekali siauwte terdesak dan mereka berdua turun tangan membantu. Barulah penjahat itu dapat dirobohkan, sayang sekali dalam keadaan tewas sehingga tidak mungkin siauwte seret ke sini untuk membuat pengakuan.”

Thian Beng Cu menggeleng-geleng kepalanya. Kemudian ia menoleh kepada para anak muridnya dan kepada tujuh orang hwesio Bu-tong-pai yang berada di situ, lalu berkata dengan suaranya yang halus berpengaruh,

“Kalian murid-murid Kim-san-pai dan murid-murid Bu-tong-pai dengarlah baik-baik. Penuturan suteku Eng Yang Cu ini menjadi cermin bagi kalian. Kalian yang berada di sini, ribut-ribut saling menuduh dan saling menyerang, menurutkan hati panas. Sebaliknya Eng Yang Cu dan dua orang saudara Kang sebagai murid-murid Kim-san-pai dan Bu-tong-pai yang jauh dari sini, bahkan sudah bekerja sama untuk menangkap penjahat. Murid-murid Kim-san-pai, kalian tirulah sikap susiok kalian ini dan murid-murid Bu-tong-pai harap meniru perbuatan kedua saudara Kang yang gagah perkasa.”

Sementara itu, Liem Sun Hauw lalu berkata kepada Thian Beng Cu dengan muka muram,

“Locianpwe, ternyata bahwa teecu seorang yang tidak ada gunanya sama sekali, kalau lebih lama di sini hanya akan mengotorkan tempat saja. Mohon maaf sebanyaknya dan perkenankan teecu pergi. Cuwi Suhu dari Bu-tong-pai, tolong sampaikan hormatku kepada Locianpwe Lo Beng Hosiang di Bu-tong-pai. Nona Ang I Niocu, aku sudah banyak melakukan kesalahan terhadapmu, maaf…”

Setelah berkata demikian, dengan cepat sekali Liem Sun Hauw melompat dan pergi dari situ, berlari turun dari lereng Bukit Kim-san-pai.

Semua orang memandang dengan bengong dan diam-diam merasa kasihan juga kepada pemuda tampan dan gagah itu yang sebetulnya bukan bertindak salah, hanya kurang teliti dan kurang hati-hati.

“Saudara Liem, tunggu dulu!” Ang I Niocu berseru dan di lain saat ia sudah melompat sambil berkata, “Totiang, maafkan aku tak dapat lebih lama lagi tinggal di sini!”

Sebelum Ketua Kim-san-pai menjawab, tubuhnya sudah lenyap dan yang nampak hanya bayangan merah berkelebat dan meluncur turun gunung.

“Siapa mereka itu?” tanya Eng Yang Cu kagum sekali melihat kehebatan dua orang muda itu.

“Yang pertama adalah Liem Sun Hauw, murid mendiang Thian Mo Siansu dari Go-bi-pai untuk mendamaikan urusan Kim-san-pai dengan Bu-tong-pai. Yang ke dua tadi adalah Ang I Niocu, puteri dari Jeng-jiu-sian Kiang Liat, Bu Pun Su adalah susiok-couwnya dan ia pun datang atas perintah Bu Pun Su untuk maksud yang sama, yakni mendamaikan kedua partai.”

Eng Yang Cu menarik napas panjang.
“Ahhh, anak-anak muda sekarang memang hebat. Kepandaian mereka tadi benar lihai, apalagi nona baju merah tadi, gin-kangnya sudah sampai ditingkat yang melebihi kita…”

**** 095 ****





Tidak ada komentar :