*

*

Ads

Sabtu, 18 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 082

Berhari-hari keempat orang itu tinggal di Pulau Kim-san-to dan setiap hari Yousuf keluar melakukan pemeriksaan dan mencari-cari harta yang disangkanya berada di pulau itu. Akan tetapi usahanya selalu gagal dan sia-sia, karena yang didapatnya di pulau itu hanyalah batu-batu karang yang tidak berharga.

Sedangkan Nelayan Cengeng dan kedua orang gadis itu yang tidak sangat bernafsu untuk mencari harta terpendam, jarang ikut dan hanya berjalan-jalan menikmati pemandangan di pulau itu.

Pada hari ke tiga, tiba-tiba terdengar jeritan Yousuf dari dekat. Ketiga orang kawannya menjadi kaget sekali dan cepat memburu ke arah suara jeritannya. Mereka kaget melihat Yousuf sedang mencekik seekor ular yang besarnya hanya selengan tangan orang, akan tetapi wajah orang Turki itu telah menjadi pucat sekali. Lin Lin memburu dengan pedang di tangan dan sekali bacok saja tubuh ular itu telah terpotong menjadi dua.

Yousuf melepaskan leher ular yang sedang dicekiknya itu ke atas tanah, akan tetapi semua orang terkejut sekali melihat bahwa bagian yang seharusnya menjadi ekor ular itu, ternyata merupakan kepala pula dan yang telah menggigit pundak Yousuf dan kini masih menempel di situ.

Ternyata bahwa ular itu adalah seekor ular kepala dua. Ketika Yousuf sedang memeriksa dan mencari-cari sambil menyingkap rumput alang-alang, tiba-tiba ular tadi menyambar dan hendak menggigitnya, Yousuf tidak keburu berkelit, maka cepat mengulur tangan menangkap leher ular yang menyambarnya itu dan terus menggunakan kekuatannya mencekik leher ular yang tak dapat melepaskan diri lagi.

Akan tetapi, tiba-tiba Yousuf merasa pundaknya sakit sekali dan alangkah kaget dan herannya ketika melihat bahwa ekor ular itu dapat menggigit pundaknya. Dia tidak menyangka bahwa ekor ular itupun merupakan kepala kedua sehingga ia tidak sempat mengelak dan kena tergigit pundaknya.

Yousuf merasa tubuhnya menjadi panas dan pundaknya sakit sekali, maka tanpa terasa pula ia menjerit hingga kawan-kawannya datang menolong. Setelah melepaskan kepala ular yang dicekiknya, Yousuf lalu roboh pingsan dengan muka merah sekali.

Ketika Nelayan Cengeng meraba jidatnya, ternyata tubuh orang Turki itu panas sekali. Kong Hwat Lojin lalu mencabut kepala ular yang masih menggigit pundak walaupun telah mati dan melemparkannya jauh-jauh, kemudian ia memondong tubuh Yousuf ke dalam gua tempat mereka bermalam.

Lin Lin yang biarpun sedikit pernah mempelajari ilmu pengobatan dari gurunya yaitu Biauw Suthai lalu memeriksa luka di pundak Yousuf. Ia terkejut sekali melihat betapa pundak itu telah menjadi matang biru dan maklum bahwa ular yang menggigit Yousuf itu adalah ular beracun yang berbahaya sekali.

Selagi mereka bertiga kebingungan tiba-tiba di luar gua terdengar suara aneh. Mereka memburu keluar dan melihat seekor burung merak yang berbulu biru bercampur kuning keemas-emasan hingga dari jauh nampak seperti hijau.

Merak ini indah sekali dan juga besarnya melebihi merak biasa. Mereka terkejut karena teringat akan cerita Yousuf tentang merak sakti yang amat lihai. Nelayan Cengeng dan Ma Hoa telah siap dengan senjata mereka untuk menyerbu, akan tetapi tiba-tiba Lin Lin berseru,

“Jangan ganggu dia! Lihat, dia membawa buah Pek-kim-ko (Buah Emas Putih). Buah inilah yang kubutuhkan pada saat ini untuk menolong jiwa Yo sian seng.”

Merak itu seakan-akan mengerti bicara Lin Lin, karena ia berhenti dan berdiri di depan Lin Lin sambil memandang ke arah gadis itu dengan kedua matanya yang merah dan indah.

Lin Lin lalu melangkah maju tanpa kelihatan jerih sedikit pun, karena dalam hatinya ia menganggap tak mungkin seekor burung yang begini indahnya dapat mempunyai watak jahat.

Setelah dekat Lin Lin tidak berani mengambil buah itu dari mulut merak karena menganggap hal itu kurang patut dan tidak menghargai burung itu, maka ia lalu mengulurkan tangan kanan seperti orang minta-minta. Dan benar saja, merak ajaib itu lalu mengulurkan lehernya ke depan dan menjatuhkan buah yang berwarna putih itu ke dalam telapak tangan Lin Lin.

Lin Lin menerima buah itu dan ketika melihat bahwa itu benar-benar buah Pek-kim-ko seperti yang ia duga, ia menjadi girang sekali dan tak terasa pula ia mengangguk kepada burung merak itu dan berkata,

“Sin-kong-ciak-ko (Saudara Merak Sakti), terima kasih banyak!”






Lalu gadis ini berlari masuk ke dalam gua diikuti oleh Nelayan Cengeng dan Ma Hoa yang memandang terheran-heran. Lin Lin segera menghampiri Yousuf yang masih rebah di pembaringan tanpa dapat berkutik lagi dan mukanya makin menjadi merah serta tubuhnya panas sekali bagaikan dibakar.

Tanpa banyak membuang waktu dan banyak bicara lagi, Lin Lin lalu mencabut pedangnya dan menggunakan ujung pedang itu untuk digoreskan ke pundak Yousuf yang telah dibuka bajunya, yaitu di bagian yang bengkak dan matang biru, bekas gigitan ular tadi.

Kulit pundak dan daging di situ terbuka dengan mudah oleh ujung pedang yang tajam dan runcing itu, kemudian setelah menyimpan pedangnya, Lin Lin lalu memasukkan buah Pek-kim-ko itu ke mulutnya terus dikunyah dan dimakan.

Rasa buah itu pahit sekali dan di dalamnya mengandung getah yang melekat di seluruh lidah, gigi, dan kulit dalam mulut. Lin Lin lalu menempelkan bibirnya yang merah dan berbentuk indah itu ke arah luka bekas goresan pedang di pundak Yousuf lalu dihisapnya!

Setelah menghisap, ia lalu meludahkan darah hitam yang dapat disedot dari luka itu. Berkali-kali ia menghisap dan meludah sambil kadang-kadang berhenti untuk mengurut jalan darah di sekitar pundak yang tergigit ular itu. Akhirnya, habislah bisa ular yang meracuni darah Yousuf dan lenyaplah warna merah di mukanya dan warna matang biru di pundaknya, sedangkan panasnya juga otomatis menurun.

Ternyata bahwa khasiat buah Emas Putih itu ialah untuk menjaga mulut dan tenggorokan Lin Lin, agar jangan sampai terpengaruh bisa yang jahat itu. Tanpa buah Pek-kim-ko, Lin Lin takkan berani melakukan penghisapan bisa dengan mulutnya itu, karena hal ini berbahaya sekali, dan dapat menewaskannya.

Setelah jiwa Yousuf tertolong dari ancaman bisa ular, Lin Lin lalu keluar dari gua untuk mencari air dan mencuci mulutnya sampai bersih. Nelayan Cengeng dan Ma Hoa saling pandang dan rasa haru yang mendalam terasa oleh hati kedua orang ini melihat ketinggian budi Lin Lin. Mereka memuji kemuliaan hati gadis itu.

Ketika Lin Lin sedang mencuci mulut dan tangannya di sebuah sumber air kecil di puncak gunung itu, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara geraman hebat di belakangnya dan ketika ia menoleh, terlihat olehnya seekor harimau yang besar sekali!

Yang aneh adalah bahwa di tengah-tengah jidat harimau itu tumbuh sebuah tanduk yang melengkung ke atas bagaikan tanduk seekor badak. Lin Lin cepat berdiri dan melompat ke tempat yang lebih lega dan rata, karena maklum bahwa binatang ini tentulah harimau jahat dan lihai yang pernah diceritakan oleh Yousuf di atas perahu dulu.

Memang benar bahwa harimau inilah yang dulu menyerang Yousuf dan kawan-kawannya dan binatang ini lihai dan kuat. Akan tetapi melihat Lin Lin, harimau ini agaknya ragu-ragu untuk menyerang, hanya memandang dan menggeram beberapa kali, lalu mengaum kecil seakan-akan menyatakan keraguannya apakah ia harus menyerang gadis ini atau tidak.

Tiba-tiba terdengar suara pukulan sayap dari atas dan Lin Lin merasa datangnya angin menyambar kepalanya dari atas. Cepat gadis ini mengelak dengan tepat oleh karena tanpa peringatan lagi, dari atas telah manyambar turun seekor Rajawali Emas yang besar!

Kalau Lin Lin tadi tidak mengelak dengan tepat, tentu kepalanya telah kena dipatuk oleh burung yang galak itu! Lin Lin makin terkejut oleh karena ia telah mendengar akan kelihaian burung ini dan kini setelah dua macam binatang lihai ini barada di depannya, apakah yang dapat ia lakukan?

Sedangkan Yousuf yang begitu gagah dan dibantu oleh dua orang kawannya pun masih tak kuat melawan dua ekor binatang ini, apalagi dia berada seorang diri dan tidak memegang senjata pula?

Namun gadis ini memang mempunyai hati yang tabah dan pada mukanya tidak terlihat rasa takut sedikit pun. Bahkan ketika itu ia memandang kepada harimau dan rajawali sakti itu dengan pandangan mata kagum dan senang.

Rajawali itu setelah menyambar turun, lalu berdiri di dekat harimau bertanduk dan ternyata bahwa tubuh rajawali itu jauh lebih tinggi daripada tubuh harimau itu! Kedua ekor binatang ini memandang kepada Lin Lin dan agaknya mereka keduanya merasa ragu-ragu melihat seorang manusia cantik yang tidak mengambil sikap bermusuhan dengan mereka, bahkan tidak mengeluarkan senjata untuk melukai mereka.

Tiba-tiba terdengar bunyi nyaring dari atas dan ketika Lin Lin memandang, ternyata merak yang luar biasa tadi telah melayang turun dan berdiri di atas tanah di depan kedua binatang itu.

Harimau bertanduk lalu menggoyang-goyangkan ekornya dan menundukkan kepala sedangkan Rajawali Emas itu lalu mengebut-ngebutkan sepasang sayapnya sambil bertunduk pula, seakan-akan keduanya memberi hormat kepada merak ini.

Merak Sakti itu mengangkat dadanya dengan bangga lalu memutar menghadapi Lin Lin dan gadis ini girang sekali oleh karena ternyata bahwa merak ini berdiri hanya dengan sebelah kakinya dan kakinya sebelah lagi mencengkeram serumpun daun Coa-tok-te, yaitu semacam daun yang merupakan obat khusus untuk menyembuhkan luka akibat gigitan ular beracun. Lin Lin dengan girang melangkah maju dan sambil tersenyum manis gadis itu berkata,

“Ah, Saudara Merak Sakti. Sungguh kau benar-benar baik hati dan pandai.”

Sambil berkata demikian Lin Lin mengeluarkan tangan menerima rumput atau daun-daun panjang itu dari kaki merak. Kemudian dengan mesra Lin Lin mengelus-elus bulu merak yang indah sekali dan halus serta bersih itu.

Merak itu menggunakan lehernya yang panjang untuk dibelai-belaikan kepada lengan tangan gadis yang mengelus-elusnya itu, seakan-akan ia merasa gembira sekali. Sikapnya seperti seekor binatang peliharaan yang amat jinak. Sedangkan harimau bertanduk dan Rajawali Emas itu pun melangkah maju perlahan-lahan dengan mata mengeluarkan pandangan mengiri.

Lin Lin tertawa dan dengan tabahnya ia pun lalu menghampiri kedua binatang buas itu dan mengelus-elus punggung mereka. Si Harimau bertanduk menggoyang-goyangkan ekornya dan mengeluarkan keluhan perlahan seperti seekor kucing yang merasa senang dan manja, sedangkan Rajawali Emas itupun lalu mengembangkan sayapnya dan merendahkan diri sambil membuka paruhnya seperti seekor burung murai yang dibelai oleh pemiliknya dengan kasih sayang.

Tiba-tiba harimau itu mencium-cium ke arah pinggang Lin Lin dan tiba-tiba ia menggeram keras sehingga gadis itu terkejut, juga Rajawali Emas dan Merak Sakti nampak kaget.

Lin Lin teringat akan pedang karatan yang berada di pinggangnya dan otomatis ia mencabut pedang itu, dan aneh. Ketika melihat pedang karatan itu, ketiga binatang itu lalu mengeluarkan keluhan panjang dan sedih dan ketiganya lalu mendekam di hadapan Lin Lin seakan-akan berlutut.

Lin Lin adalah seorang gadis yang cerdik dan dapat mengerjakan otaknya cepat sekali. Ia dapat menduga tepat bahwa ketiga binatang sakti ini tentulah murid-murid atau binatang-binatang peliharaan orang sakti yang telah meninggal dunia di dalam gua dan kini ketiga ekor binatang ini mengenal pedang pusaka orang sakti itu!

Maka Lin Lin lalu berlutut pula dan mengangkat pedang itu tinggi-tinggi, seakan-akan hendak memperlihatkan kepada ketiga binatang itu bahwa dia juga menjunjung tinggi dan menghormat pemilik pedang itu. Kemudian ia berdiri dan memasukkan pedang bobrok itu ke dalam ikat pinggang lagi. Kini ketiga binatang nampak girang sekali dan mereka menjadi begitu jinak seperti tiga ekor anjing yang amat menurut.

Pada saat itu terdengar seruan heran dan ketika Lin Lin memandang, ternyata bahwa Nelayan Cengeng dan Ma Hoa telah berdiri mengintai dari balik pohon dengan mata terbelalak heran. Lin Lin tersenyum lalu berkata kepada binatang itu dengan suara keras tapi halus,

“Sin-kong-ciak (Merak Sakti), Sin-Kim-tiauw (Rajawali Emas Sakti), dan kau It-kak-houw (Harimau Tanduk Satu). Lihatlah baik-baik kepada dua orang itu. Mereka adalah sahabat-sahabat baikku dan janganlah kalian mengganggunya. Juga kawan yang sedang terluka oleh ular berbisa itu adalah kawan baikku!”

Ketiga ekor binatang sakti itu mengangguk-angukkan kepala seakan-akan mereka dapat mengerti ucapan Lin Lin hingga Nelayan Cengeng dan Ma Hoa menjadi terheran dan girang sekali.

Kini mereka tidak ragu-ragu lagi dan melangkah maju serta mengelus-elus pundak ketiga binatang itu yang menjadi heran sekali. Terutama Ma Hoa, gadis ini merasa suka benar kepada Sin-kong-ciak dan mengagumi bulu merak itu tiada habisnya.






Tidak ada komentar :