*

*

Ads

Sabtu, 18 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 083

Kemudian mereka lalu kembali ke gua, diikuti oleh tiga ekor binatang itu. Ternyata bahwa tadi Nelayan Cengeng dan Ma Hoa mendengar suara binatang-binatang itu hingga mereka lalu memburu keluar karena kuatir kalau-kalau Lin Lin berada dalam bahaya, akan tetapi mereka berdiri tercengang dan mengintai dari balik pohon ketika melihat peristiwa yang aneh dan menakjubkan yang terjadi antara Lin Lin dan ketiga binatang itu.

Lin Lin lalu meremas-remas daun Racun Ular dan obat ini digunakan untuk mengobati luka Yousuf, dibalurkan di tempat bekas gigitan dan sebagian airnya diminumkan.

Tak lama kemudian Yousuf siuman kembali dan keadaannya baik sekali. Ketika melihat betapa Lin Lin merawatnya dengan telaten dan open, tak terasa pula air mata mengalir turun dari kedua matanya. Apalagi ketika Ma Hoa menceritakan betapa Lin Lin menyedot keluar semua racun yang berada di tubuhnya dengan menggunakan mulutnya, Orang Turki ini tak dapat menahan keharuan hatinya dan ia menangis terisak-isak di atas pembaringannya. Ia tak dapat mengucapkan kata-kata, hanya memandang kepada Lin Lin dengan pandangan penuh mengandung pernyataan terima kasih yang besar.

Lin Lin tersenyum dengan muka merah.
“Enci Ma Hoa,”, katanya kepada gadis itu, “mengapa kau ceritakan hal itu? Kau hanya melelebih-lebihkan hal yang tidak ada artinya.”

Kemudian kepada Yousuf ia berkata,
“Yo-sianseng, kita adalah sahabat-sahabat baik yang berada di tempat asing dan berbahaya. Kalau kita tidak saling menolong, bagaimana kita bisa hidup? Aku yakin bahwa kau pun tentu takkan ragu-ragu lagi melakukan hal ini apabila aku yang mendapat kecelakaan.”

Yousuf hanya mengangguk-anggukkan kepala, akan tetapi ia masih belum dapat mengeluarkan kata-kata oleh karena hatinya merasa terharu sekali dan penyesalan besar membuat ia tak kuasa membuka mulut. Ia ingin sekali membenturkan kepalanya pada dinding gua karena menyesal kepada diri sendiri dan diam-diam ia memaki pada diri sendiri.

“Ah, Yousuf! Kau manusia tersesat dan gila! Mengapa kau biarkan setan menguasai hati dan pikiranmu hingga kau pernah tergila-gila dan mempunyai pikiran buruk terhadap seorang gadis yang demikian mulia hatinya? Kalau kau mempunyai seorang anak perempuan pun belum tentu ia akan semulia dan sebakti gadis ini!”

Demikianlah Yousuf menyesali diri oleh karena memang ia pernah mengandung maksud untuk mengambil Lin Lin sebagai permaisurinya kalau tercapai cita-citanya. Semenjak saat itu rasa cintanya kepada Lin Lin sama sekali berubah dari cinta seorang laki-laki kepada seorang wanita menjadi cinta kasih seorang ayah terhadap seorang anak perempuannya!

“Lin Lin,” katanya ketika gadis itu menyiapkan obat untuknya dan mereka berada berdua saja, karena Ma Hoa dan Nelayan Cengeng dengan ditemani oleh harimau bertanduk dan Rajawali Emas sedang keluar mencari buah-buahan yang enak dimakan.

“Setelah apa yang kau lakukan untuk membelaku, sudilah kiranya kau menyebut Ayah kepadaku? Kau kuanggap anakku sendiri, Lin Lin, dan oleh karena kau tak berayah ibu lagi, biarlah aku menjadi pengganti Ayahmu. Sukakah kau, Nak?”

Mendengar suara yang diucapkan dengan menggetar dan melihat betapa wajah Yousuf memandangnya dengan penuh harapan, Lin Lin menjadi terharu dan teringat kepada ayahnya. Maka ia lalu berlutut di depan pembaringan Yousuf dan tanpa ragu lagi ia menyebut, “Ayah!” sambil menangis.

Yousuf yang sudah kuat kembali tubuhnya lalu bangun dan duduk. Ia meletakkan kedua tangannya di atas kepala gadis itu dan berkata,

“Lin Lin, semenjak saat ini kau adalah anakku dan aku akan membelamu dengan seluruh tubuh dan nyawaku, semoga Dewata Yang Agung memberkahimu.”

Ketika Nelayan Cengeng dan Ma Hoa mendengar tentang pemungutan anak ini, mereka berdua juga merasa girang sekali. Nelayan Cengeng telah percaya penuh akan ketulus ikhlasan dan kejujuran hati orang Turki itu, maka ia pun tidak merasa keberatan apa-apa, sedangkan Ma Hoa yang juga telah kehilangan ayahnya, lalu menangis dengan terharu sekali sambil memeluk leher Lin Lin.

Nelayan Cengeng menghela napas,
“Ma Hoa, aku tahu apa yang menjadikan kau merasa sedih, akan tetapi kau ingatlah, Ma Hoa, bahwa semenjak saat kau merantau denganku, aku Kong Hwat Lojin sudah menjadi guru dan ayahmu sendiri! Biarpun kau menyebut Suhu kepadaku, namun kau kuanggap anak sendiri dan hal ini pun kau maklumi, maka janganlah kau bersedih, Anakku.”






Ma Hoa menjatuhkan diri berlutut di depan suhunya dan berkata,
“Terima kasih, Suhu, dan demi Tuhan, sedikit pun tak pernah teecu meragukan kemuliaan hati Suhu.”

Setelah Yousuf sembuh kembali, mereka melanjutkan pemeriksaan dan mencari harta di pulau itu, akan tetapi kalau dulu Yousuf mencari dengan cita-cita hendak mengangkat diri menjadi kaisar dan mengawini Lin Lin, kini cita-citanya itu diubah sedikit. Ia masih ingin menjadi kaisar dan memiliki harta besar itu, akan tetapi semua itu demi kemuliaan Lin Lin yang akan dijadikan seorang puteri kerajaan yang agung.

Akan tetapi ternyata setelah bebeapa hari tinggal di pulau itu belum juga didapatkan tanda-tanda bahwa pulau itu benar-benar mengandung banyak emas seperti yang tadinya disangka.

Dan pada suatu hari, ketika Yousuf dan kawan-kawannya sedang memeriksa di puncak bukit, mereka melihat banyak sekali pendeta-pendeta Sakia Buddha anak buah Pangeran Vayami naik di pulau itu dan melakukan pemeriksaan pula. Yousuf dan kawan-kawannya lalu cepat mempergunakan alang-alang dan pohon-pohon kecil untuk dipakai menutupi gua mereka sehingga tidak mungkin akan terlihat oleh orang lain dan diam-diam mereka mengintai pendeta-pendeta itu untuk melihat apa yang mereka kerjakan. Ketika Nelayan Cengeng mengusulkan untuk menyerang Pendeta-pendeta Jubah Merah itu, Yousuf mencegahnya dan berkata,

“Aku tahu, mereka ini adalah kaki tangan Vayami, Pangeran dari Mongol dan agaknya mereka sudah tahu di mana letak harta terpendam. Baiknya kita menanti sampai mereka mendapatkannya baru kita turun tangan. Sementara itu, biarlah kita mengintai saja dan melihat apa yang mereka lakukan.”

Lin Lin lalu memerintahkan kepada ketiga binatang sakti untuk berdiam diri dan jangan menyerang orang-orang itu. Selama tiga hari pendeta-pendeta itu bekerja, akan tetapi sebagaimana hasil kerja Yousuf, mereka juga tidak mendapatkan apa-apa.

Kemudian, dengan terkejut sekali Yousuf dan kawan-kawannya melihat datangnya perahu-perahu barisan Turki yang disusul dan dikejar oleh perahu-perahu barisan kerajaan. Yousuf tahu bahwa barisan bangsanya telah tiba dan hendak menguasai pulau itu sebagaimana direncanakannya dan tahu pula bahwa kalau mereka melihatnya, tentu ia akan ditangkap oleh karena selama itu ia tidak memberi kabar tentang hasil penyelidikannya dan ia dapat dituduh sebagai pengkhianat yang hendak mengambil sendiri harta itu.

Kemudian mereka melihat pertempuran besar yang terjadi antara barisan Turki dan barisan Tiongkok, dan ketika Yousuf menyelidiki keadaan Pendeta Sakia Buddha itu, ia menjadi terkejut sekali oleh karena pendeta-pendeta itu lalu menyalakan api dan membakar danau minyak yang berkobar hebat menjadi lautan api.

“Celaka! Danau itu dibakar dan mungkin akan meledak. Hayo, cepat kita harus pergi dari pulau neraka ini!’ katanya.

Kawannya menjadi panik dan Nelayan Cengeng segera memanggil Lin Lin dan Ma Hoa yang masih mengintai dan menonton pertempuran hebat dari jauh.

Kedua orang gadis itupun terkejut sekali mendengar berita ini dan Lin Lin lalu memberi tanda suitan memanggil ketiga binatang sakti itu. Mereka lalu lari cepat ke perahu mereka yang disembunyikan di balik alang-alang, diikuti oleh ketiga binatang itu. Akan tetapi, ketika mereka telah naik ke atas perahu, tiba-tiba ketiga binatang itu memekik keras dan ketiganya lalu membalikkan diri dan kembali ke pulau.

Lin Lin berteriak-teriak memanggil sambil mengejar dan ketika ia memasuki gua, ternyata ketiga ekor binatang sakti itu mendekam dan berlutut di depan makam rangka yang mereka tanam dulu. Lin Lin membetot-betot mereka, akan tetapi ketiganya tidak mau pindah dari tempat mereka, seakan-akan bersiap untuk mati di depan kuburan tuannya. Lin Lin menjadi bingung dan memeluk leher Merak Sakti, ia berkata sambil menangis,

“Saudara Merak Sakti, bagaimana aku dapat tega meninggalkan kau? Kau adalah seperti saudaraku sendiri, dan pulau ini akan terbakar habis. Marilah kau ikut padaku. Tegakah kau membiarkan aku merasa sedih seumur hidupku?”

Merak Sakti itu mengeluarkan keluhan panjang dan dari kedua matanya yang indah itu mengalir keluar dua butir air mata. Dari jauh terdengar suara Yousuf memanggil-manggil namanya, dan Lin Lin terpaksa keluar dari gua sambil menangis.

Beberapa kali ia menengok memandang ketiga kawannya yang aneh ini. Dan ketika ia berlari ke perahu dengan tubuh lemas dan hati berduka, tiba-tiba terdengar suara keras di atas kepalanya dan ternyata bahwa Merak Sakti itu telah menyusulnya. Lin Lin menjadi girang sekali dan segera lari ke perahu diikuti oleh Merak Sakti yang agaknya tidak tega untuk melepas Lin Lin pergi seorang diri dan ikut menyusul.

Baru saja Lin Lin naik ke perahu, tiba-tiba serombongan Pendeta Baju Merah itu melihat mereka. Sambil berteriak-teriak buas mereka menyerbu dan Nelayan Cengeng serta kawan-kawannya segera menyambut serangan mereka dan terjadilah pertempuran sengit.

“Lekas, kalian bertiga jalankan perahu, biar aku sendiri yang menahan serbuan anjing-anjing merah ini!” kata Nelayan Cengeng.

Yousuf yang melihat betapa api berkobar makin hebat, lalu cepat menjalankan perahu, akan tetapi Ma Hoa berteriak,

“Suhu jangan melawan mereka seorang diri, teecu akan membantumu!”

“Jangan!” teriak Si Nelayan Cengeng dengan suara tetap dan keras. “Kau harus ikut pergi lebih dulu! Aku tidak takut segala anjing ini, dan biarpun tanpa perahu, aku mudah saja menyeberang ke daratan Tiongkok!” jawab suhunya yang gagah perkasa sambil memutar-mutar dayungnya mengamuk hebat.

Lin Lin mendapatkan akal. Ia lalu menghampiri Merak Sakti dan berkata,
“Saudaraku yang baik. Kau bantulah Nelayan Cengeng dan cakarlah habis-habis pendeta busuk itu!”

Sin-kong-ciak mengeluarkan pekik keras, tanda bahwa ia girang sekali menerima tugas ini dan sebentar saja tubuhnya melesat dan melayang ke atas. Setelah Merak Sakti ini menyerbu, maka terdengarlah jerit dan tangis yang ribut sekali di kalangan para Pendeta Sakia Buddha ini dan Nelayan Cengeng menjadi gembira sekali.

“Bagus Kong-ciak-ko, bagus! Hayo, kita hantam bersama!”

Perahu yang ditumpangi oleh Yousuf, Lin Lin dan Ma Hoa, telah pergi jauh dan Pendeta-pendeta Baju Merah itu merasa tidak kuat menghadapi Nelayan Cengeng yang tangguh dan yang dibantu oleh Merak Sakti yang aneh itu. Maka sambil berteriak-teriak ketakutan mereka lalu melarikan diri ke arah perahu-perahu kecil mereka di lain bagian. Dengan cepat mereka lalu melarikan diri dengan perahu-perahu itu dari pulau yang telah mulai berkobar hebat itu. Nelayan Cengeng juga tidak membuang waktu lagi, ia berkata kepada Merak Sakti,

“Kong-ciak-ko, sekarang kau terbanglah menyusul perahu Lin Lin dan aku akan berenang. Hayo kita berlumba, kau terbang dan aku berenang. Siapa yang lebih cepat menyusul perahu, dia menang!”

Merak Sakti agaknya mengerti omongan ini dan sambil mengeluarkan teriakan panjang dan girang, ia lalu terbang melayang ke atas dan mencari-cari perahu Lin Lin yang telah berlayar jauh sekali.

Sementara itu, Nelayan Cengeng juga segera menceburkan diri ke dalam laut dan mempergunakan kepandaian tenaganya yang luar biasa untuk berenang ke daratan pantai Tiongkok.

Akan tetapi ia telah tertinggal jauh dan ia harus mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk mengejar perahu itu hingga ia berenang cepat sekali bagaikan seekor ikan besar. Air tidak kelihatan terpercik ke atas, namun tubuhnya bergerak maju pesat sekali.

Akan tetapi, tiba-tiba setelah ia dapat melihat bayangan perahu itu dalam gelap, terdengar letusan hebat dari pulau yang terbakar itu hingga Kong Hwat Lojin terlempar jauh, terbawa ombak yang datang setinggi gunung dan yang melemparkannya ke arah lain, jauh dari kapal itu, dan di lain jurusan!

Ilmu kepandaian di dalam air yang dimiliki oleh Nelayan Cengeng memang hebat sekali, maka ketika melihat betapa dirinya menjadi permainan ombak, ia lalu menahan napas dan menyelam ke dalam.

Tekanan air makin ke bawah makin kuat, akan tetapi tidak bergelombang sehebat di permukaan air itu. Dengan demikian, Nelayan Cengeng dapat berenang terus, dekat di atas dasar laut itu dan ia menuju ke pantai. Akan tetapi oleh karena gelombang yang hebat itupun membuat perahu yang ditumpangi oleh Yousuf dan kedua gadis itu terbawa ombak dan tidak tentu arahnya, ketika Nelayan Cengeng sudah muncul di darat, ia berada jauh sekali dari perahu itu, dan sedikit pun tidak tahu dirinya berada dimana!






Tidak ada komentar :