*

*

Ads

Senin, 20 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 087

“Ha, ha, ha! Biauw Suthai, kematian sudah di depan mata tapi kau masih berani berlagak. Sungguh-sungguh tua bangka tak tahu diri. Muridmu yang cantik itu telah menjadi pucat dan tak berani bergerak, maka jagalah dirimu!”

Sambil berkata demikian, Hai Kong Hosiang menubruk maju sambil menggerakkan tongkatnya yang istimewa hingga Biauw Suthai harus berlaku hati-hati karena maklum akan berbahayanya tongkat ini.

Sementara itu, Pek I Toanio mendengar hinaan Hai Kong Hosiang yang mengatakan bahwa ia pucat dan takut bergerak menjadi marah sekali. Sambil melompat maju ia menyerang dengan pedangnya dan membentak,

“Hwesio gundul keparat! Aku Pek I Toanio tidak takut iblis macam kau!”

“Jangan maju!” teriak Biauw Suthai memperingatkan muridnya, akan tetapi terlambat.

Ketika pedang Pek I Toanio merusak dada Hai Kong Hosiang, pendeta gundul ini sama sekali tidak menangkis karena maklum bahwa tenaga Pek I Toanio tak perlu ia takuti maka sengaja ia pasang dadanya untuk menerima tusukan itu.

Terdengar bunyi kain terobek pedang akan tetapi Pek I Toanio terkejut sekali karena di balik pakaian itu, ujung pedangnya membentur kulit dan daging yang keras dan dapat membuat pedangnya terpental kembali seakan-akan ia menusuk sebuah benda yang keras dan licin.

Sebelum hilang kagetnya, ujung tongkat Hai Kong Hosiang yang sebenarnya adalah seekor ular kering dan berbisa itu telah menyambar dan tepat mengenai lehernya. Pek I Toanio memekik perlahan sambil memegangi lehernya, tubuhnya terhuyung dan kemudian roboh dan tewas dengan muka dan leher berubah menjadi hitam karena pengaruh bisa yang keluar dari tongkat itu.

“Ha, ha, Biauw Suthai, lihatlah! Muridmu yang cantik telah berubah buruk seperti mukamu!”

Bukan main marah dan sedihnya hati Biauw Suthai melihat hal ini. Ia berubah menjadi buas dan liar karena marahnya.

“Hai Kong, kalau bukan kau yang mampus biarlah aku yang tewas saat ini!”

Lalu hudtimnya diputar hebat dan ia menyerang dengan mati-matian! Belum pernah selama hidupnya Biauw Suthai marah seperti ini dan tentu saja serangannya menjadi ganas dan berlipat ganda lebih hebat daripada biasa.

Hai Kong Hosiang terkejut dan diam-diam ia mengakui bahwa ilmu kepandaian Biauw Suthai benar-benar hebat. Ia memainkan tongkatnya dengan hati-hati dan tidak berani berlaku sembrono, karena maklum bahwa serangan-serangan tokoh yang disertai kemarahan hebat dan penuh dendam ini bukanlah hal yang boleh dipandang ringan!

Setelah mereka bertempur seratus jurus lebih dengan ramai dan hebat sekali hingga orang-orang kampung yang tadinya menonton dari jauh dan takut melihat betapa Pek I Toanio tewas, kini tidak berani bergerak atau mengeluarkan suara melihat pertempuran luar biasa ramainya itu, tiba-tiba Biauw Suthai lalu merubah gerakannya dan kini ia menujukan perhatian serta mencurahkan tenaganya untuk merampas tongkat Hai Kong Hosiang yang lihai.

Pada suatu saat ujung kebutan Biauw Suthai berhasil membelit ujung tongkat ular itu dengan erat sekali. Hai Kong Hosiang mengerahkan tenaganya untuk menarik kembali tongkatnya, akan tetapi tidak berhasil.






Tiba-tiba Hai Kong Hosiang mengeluarkan seruan aneh dan menyeramkan dan tahu-tahu tubuhnya berjungkir balik, kepalanya di atas tanah dan pada saat itu juga, kedua kaki dan tangannya bergerak menyerang Biauw Suthai!

Gerakan ini sungguh-sungguh diluar dugaan Biauw Suthai. Tadi setelah ujung hudtimnya berhasil membelit, Hai Kong Hosiang berusaha membetot tongkatnya, maka ia mengerahkan lweekangnya untuk menahan dan ketika tiba-tiba Hai Kong Hosiang melepaskan pegangan, tongkat itu tertarik oleh hudtim dan melayang kepadanya, maka cepat-cepat Biauw Suthai mengelak.

Akan tetapi ia tidak menyangka sama sekali bahwa Hai Kong Hosiang setelah melepaskan tongkatnya, lalu berjungkir balik dan menyerangnya dalam keadaan yang aneh hingga ia jadi bingung.

Sebagaimana sudah jadi watak wanita, paling takut ia diserang dari bawah, maka Biauw Suthai terlalu mencurahkan perhatian kepada kedua tangan Hai Kong Hosiang yang bergerak menyerang dari bawah! Ia menggerakkan hudtimnya untuk menyapu ke bawah dan menangkis pukulan-pukulan itu, akan tetapi tahu-tahu sepasang kaki Hai Kong Hosiang bergerak bagaikan dua batang cangkul ke arah pundaknya di kanan kiri dengan tenaga yang hebat sekali!

Biauw Suthai terkejut hingga mengeluarkan seruan kaget serta cepat miringkan tubuh. Ia berhasil mengelak dari serangan pada pundak kanannya, akan tetapi pundak kirinya dengan telak telah kena terpukul oleh ujung sepatu dari kaki Hai Kong Hosiang.

Terdengar jerit perlahan dan tubuh Biauw Suthai terhuyung-huyung ke belakang. Tokouw bermata satu ini telah menderita pukulan maut yang hebat sekali dan kalau lain orang yang terkena pukulan ini, pasti di saat itu juga telah roboh tak bernyawa! Biauw Suthai yang telah menderita luka dalam yang hebat oleh karena totokan keras di pundak ini tidak saja membuat tulang punggungnya remuk, akan tetapi hawa pukulan juga menyerang jantungnya, masih kuat melayangkan kebutannya dengan gerakan terakhir yang hebat ke arah tubuh Hai Kong Hosiang.

Akan tetapi, biarpun keadaannya berjungkir dengan kepala di atas tanah dan kedua kaki di atas, namun gerakan pendeta gundul ini tidak kalah cepatnya. Kepalanya membuat gerakan dan tubuhnya tiba-tiba rebah di atas tanah, hingga sambitan hudtim itu tidak mengenai sasaran.

Hudtim itu melayang cepat dan menghantam sebuah batu besar di belakang Hai Kong Hosiang. Terdengar suara keras dan sebagian besar batu itu hancur terpukul hudtim! Dapat dibayangkan bahwa jika hudtim itu mengenai tubuh manusia maka tentu akan hancur lebur. Demikianlah hebatnya tenaga sambitan yang dilakukan dengan tenaga terakhir itu.

Setelah menyambit dengan hudtimnya, Biauw Suthai lalu roboh dan ternyata ia telah menghembuskan napas terakhir. Tubuhnya menggeletak di samping tubuh Pek I Toanio.

Hai Kong Hosiang tertawa bergelak-gelak, akan tetapi setelah melakukan pembunuhan hebat ini ia merasa lebih aman untuk segera meninggalkan tempat itu, oleh karena siapa tahu kalau-kalau kawan-kawan tokouw itu berada di dekat tempat itu. Bukan karena ia takut kepada mereka, akan tetapi oleh karena dalam pertempuran dengan Biauw Suthai tadi ia telah mengerahkan banyak sekali tenaga dan telah menjadi lelah, maka kalau sekarang harus menghadapi musuh tangguh yang lain lagi, hal ini akan berbahaya. Maka ia segera angkat kaki dan meninggalkan tempat itu.

Setelah melihat bahwa hwesio jahat itu betul-betul telah pergi meninggalkan kampung mereka, para petani baru berani beramai-ramai menghampiri kedua mayat yang menggeletak di situ.

Mereka merasa terharu sekali oleh karena kedua wanita itu binasa dalam tugas membela mereka sekampung. Maka kedua jenazah Biauw Suthai dan muridnya lalu diurus baik-baik, ditangisi dan dikabungi, lalu dikebumikan dengan penuh penghormatan.

Bahkan petani tua yang rumahnya dirampas oleh Hai Kong Hosiang, lalu menyimpan hudtim Biauw Suthai dan pedang Pek I Toanio yang dipasangnya di dinding rumahnya sebagai perhormatan dan setiap orang kampung apabila melihat kedua senjata ini, mereka menundukkan kepala kepada dua senjata itu untuk memberi hormat.

**** 087 ****





Tidak ada komentar :