*

*

Ads

Senin, 20 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 089

“Eh, anak bengal! Apakah telingamu sudah menjadi tuli? Kau dengar aku bilang apakah tadi?”

Lin Lin memandang kepada Ma Hoa dengan wajah berseri.
“Enci Hoa, bukankah kau tadi berkata begini. Alangkah senang hatiku kalau pada saat yang indah ini Kanda Kwee An berada disini?”

Ma Hoa memandang gemas dan mengulurkan tangan hendak mencubit Lin Lin, akan tetapi gadis itu segera mengelak.

“Lin Lin, jangan kau bicara tak karuan! Aku tak pernah mengeluarkan ucapan itu dari mulutku.”

“Tapi siapakah yang mendengar ucapan mulutmu? Aku tadi mendengar suara yang keluar dari hatimu hingga aku tidak mendengar jelas suara yang keluar dari mulutmu! Bukankah hatimu tadi berkata seperti yang kuulangi tadi?”

Ma Hoa mengerling tajam dengan bibir menyatakan kegemasan hatinya. Memang biarpun mulutnya menyatakan dan menyebut-nyebutnya, nama Cin Hai, namun, tepat sebagaimana godaan Lin Lin, hatinya memaksudkan Kwee An! Maka karena malu dan gemas, Ma Hoa lalu mengejar Lin Lin hendak dicubitnya, akan tetapi Lin Lin berlari mengitari bunga-bunga sambil tertawa-tawa dan berkata,

“Awas, Enci Hoa, kalau engkau mencubit aku, nanti aku akan minta Engko An untuk membalasnya.”

Ma Hoa makin gemas dan sambil tertawa, mereka berkejaran di dalam taman bunga itu, bagaikan dua ekor kupu-kupu yang cantik dan indah.

Tiba-tiba keduanya berhenti tertawa, bahkan lalu berdiri diam sambil memasang telinga dengan penuh perhatian. Di antara kicau burung yang bermacam-macam itu, terdengar Merak Sakti yang memekik-mekik aneh sekali karena mereka belum pernah mendengar suara merak itu memekik seperti ini hingga mereka tidak tahu apakah merak itu sedang marah atau sedang bergirang.

Biasanya kedua orang gadis ini telah hafal akan tanda-tanda yang dikeluarkan oleh suara Merak Sakti, akan tetapi kali ini mereka saling pandang dengan heran dan terkejut. Kemudian, serentak mereka lalu melompat dan berlari cepat ke arah suara tadi.

Ketika mereka tiba di sebuah lereng yang penuh rumput hijau, mereka menyaksikan pemandangan yang membuat mereka tertegun dan berhenti dengan tiba-tiba. Di atas rumput yang tebal itu, Sin-kong-ciak mendekam seperti berlutut dan mengangangguk-anggukkan kepalanya ke bawah sambil mengeluarkan pekik yang aneh itu, sedangkan seorang kakek yang tua sekali dan yang memakai pakaian penuh tambalan dan butut, sedang membelai-belai leher dan kepala merak itu.

Yang membuat Lin Lin dan Ma Hoa terheran sekali adalah sikap merak itu. Kedua orang gadis ini cukup kenal adat Merak Sakti yang angkuh dan tidak mau tunduk kepada siapapun juga, maka melihat betapa merak itu kini berlutut dan mengangguk-anggukkan kepala, mereka menjadi heran sekali.

Tiba-tiba kakek itu lalu memegang kedua kaki Merak Sakti, melemparkannya ke atas sambil tertawa-tawa, dan ketika merak yang menurut saja dan membiarkan dirinya dilemparkan tanpa mengembangkan sayap untuk terbang itu jatuh kembali, lalu diterima oleh tangan kiri pada dua kakinya, dilempar lagi ke atas berulang-ulang.

Permainan ini dilakukan oleh kakek itu sambil tertawa-tawa girang, sedangkan Merak Sakti juga mengeluarkan suara yang dikenal oleh dua orang gadis itu sebagai pernyataan hatinya yang senang dan gembira.

Biarpun mendengar suara gembira dari merak itu namun Lin Lin menjadi marah sekali dan menyangka bahwa kakek ini tentu menggunakan kepandaiannya yang membuat Merak Sakti tak berdaya kemudian mempermainkan burung itu. Gadis ini melompat maju dan membentak,

“Kakek jahat, lepaskan burung merakku!”

Akan tetapi, jangankan mentaati perintah Lin Lin bahkan kakek itu menengokpun tidak, terus melempar-lemparkan tubuh burung itu ke atas sambil tertawa dan kemudian bertanya kepada Merak Sakti,

“Kong-ciak, apakah kau sudah puas?”






Lin Lin marah sekali lalu maju menyerang dan memukul dengan tangan kanan ke arah dada kakek itu untuk mendorongnya roboh. Akan tetapi alangkah kaget dan herannya ketika ia merasa betapa kepalan tangannya seakan-akan memukul kapas hingga tenaga pukulannya menjadi lenyap sendiri, sedangkan kakek tua itu sama sekali tidak memandangnya seakan-akan Lin Lin tidak ada di situ.

Ma Hoa yang melihat Lin Lin mulai menyerang kakek itu, lalu membantu dan kedua orang gadis ini lalu menyerang berbareng kepada si kakek tua itu. Sementara itu, Merak Sakti yang agaknya telah merasa puas dengan permainannya lalu mengembangkan sayapnya dan terbang ke atas cabang pohon, bertengger di situ sambil menonton pertempuran.

Sebetulnya ucapan ini saja sudah cukup bagi kedua gadis itu untuk menyadari bahwa kakek tua ini tidak bermaksud jahat akan tetapi karena Lin Lin dan Ma Hoa merasa marah dan penasaran maka mereka lalu maju berbareng dan menyerang dengan hebat.

Akan tetapi, biarpun kakek tua itu agaknya tidak berpindah dari tempatnya, namun pukulan kedua orang dara muda itu satu kalipun tak pernah berhasil mengenai tubuhnya.

Lin Lin merasa penasaran sekali, demikianpun Ma Hoa karena mengira bahwa kakek ini tentu mempergunakan ilmu sihir. Makin besar dugaan mereka ketika mereka merasa telah hampir mengenai tubuh orang tua itu, tiba-tiba saja tangan mereka meleset ke samping seakan-akan didorong oleh tangan kuat yang tidak kelihatan.

Mereka ini keduanya sama sekali tidak tahu bahwa mereka sedang berhadapan dengan tokoh persilatan tertinggi yang bukan lain orang adalah Bu Pun Su sendiri. Sebenarnya, Bu Pun Su tidak mempergunakan ilmu sihir, hanya mengerahkan tenaga khikangnya yang telah sempurna itu hingga hawa yang keluar dari kedua tangannya cukup kuat untuk menangkis tiap pukulan Lin Lin dan Ma Hoa.

Pada saat kedua orang gadis itu menjadi sibuk dan makin terheran dan marah tiba-tiba terdengar bentakan orang,

“Kakek tua! Jangan kau mengganggu kedua anakku!”

Ternyata yang datang ini adalah Yousuf sendiri. Lin Lin dan Ma Hoa merasa girang sekali dan Lin Lin segera berteriak,

“Ayah, kau usir kakek yang pandai sihir ini!”

Juga Ma Hoa berkata,
“Dia telah menyihir dan mempermainkan Sin-kong-ciak!”

Yousuf menjadi marah sekali, lalu membentak kedua gadis itu,
“Kalian minggirlah, biarkan aku menghadapinya!” Kemudian ia meloncat ke depan Bu Pun Su dan membentak,

“Kakek tua! Memalukan sekali untuk mengganggu seekor burung merak dan dua orang anak masih bodoh. Marilah kita tua lawan tua!”

Tiba-tiba Bu Pun Su tertawa terkekeh-kekeh hingga ia cepat-cepat mempergunakan tenaga dalamnya untuk menolak tenaga yang keluar dari suara ketawa ini.

“Hi-hi-hi, kau orang Turki ini sungguh-sungguh berbeda dengan yang lain! Kau benar-benar lain daripada yang lain. Bagus, bagus! Kau lucu sekali! Usiamu paling banyak hanya setengah umurku, tapi kau bilang tua lawan tua! Eh, kakek-kakek tua bangka, mari kita main-main sebentar,”

Ucapan Bu Pun Su ini mendapat sambutan suara Merak Sakti yang mengeluarkan suara terkekeh-kekeh pula, suara yang dikenal oleh Lin Lin dan Ma Hoa apabila merak itu merasa gembira. Sungguh aneh. Lin Lin masih menyangka bahwa merak itu masih terkena sihir, maka ia segera menghampiri di bawah pohon dimana merak itu bertengger dan memanggil,

“Kong-ciak-ko, kau turunlah kesini!”

Akan tetapi Merak Sakti itu sama sekali tidak mau turun. Hal ini makin mempertebal dugaan Lin Lin dan Ma Hoa bahwa kakek luar biasa itu tentu telah menyihir Merak Sakti, karena biasanya merak itu sangat taat terhadap perintah Lin Lin.

“Ha, ha, ha! Nona, jangan kau heran, kong-ciak itu bukannya bersifat palsu dan karena mendapat kawan baru lalu melupakan kawan lama. Akan tetapi adalah bertemu majikan lama melupakan majikan baru.”

“Kakek tua, majulah dan hendak kulihat sampai di mana kesaktianmu!” teriak Yousuf melihat betapa kakek itu memandang ringan kepada mereka semua.

Sambil berkata demikian, Yousuf lalu menyerang dengan kedua tangannya dengan ilmu silat Turki yang paling lihai. Kedua tangannya ini yang kanan memukul, yang kiri mencengkeram ke arah lambung lawan, dan kaki kirinya juga menendang ke depan dengan cepat.

“Ha, ha, ha! Bagus, aku mendapat kesempatan menyaksikan ilmu silat Turki yang lihai!” kata kakek itu yang masih tertawa haha-hihi sambil mengelak perlahan.

Aneh sekali, agaknya kakek itu telah tahu bahwa di antara ketiga serangan ini, yang sungguh-sungguh adalah serangan kaki, oleh karena kedua tangan yang menyerang hanya untuk menarik dan mengalihkan perhatian lawan saja. Bu Pun Su sama sekali tidak mengelak dari serangan kedua tangan, hanya mengelak dari tendangan kaki Yousuf.

Tendangan ini ketika tidak mengenai sasaran, tidak ditarik mundur sebagaimana biasa tendangan dalam ilmu silat Tiongkok, akan tetapi diteruskan dan dibanting ke pinggir terus memutar ke belakang hingga tubuh Yousuf terputar di atas sebelah kaki dan sekali putaran ia lalu mengayun lagi kaki itu menendang, dibarengi dengan serangan kedua tangan lagi!

Ini adalah gerak tipu yang luar biasa dan tak terduga dan biasanya dengan gerakan ini, Yousuf dapat menjatuhkan lawannya. Akan tetapi, kali ini benar-benar kecele, karena Bu Pun Su agaknya sudah tahu akan maksud dan gerakannya hingga dapat mengelak di waktu yang tepat. Bahkan ketika kakek jembel ini membalas menyerangnya, Yousuf melengak karena Bu Pun Su menggunakan serangan yang persis seperti yang dilakukannya tadi. Bahkan gerakan kakek jembel ini lebih cepat dan lebih hebat daripada gerakannnya sendiri.

Yousuf penasaran sekali lalu mengeluarkan seluruh kepandaiannya, akan tetapi, makin lama ia makin heran hingga ia bertempur dengan mata terbelalak dan mulut menyelangap oleh karena makin banyak ia mengeluarkan kepandaiannya, makin banyak pula gerakan-gerakannya ditiru dengan tepat oleh Bu Pun Su!

Juga Lin Lin dan Ma Hoa ketika melihat betapa kakek itu melawan Yousuf dengan ilmu silat Turki yang sama, tak terasa pula saling pandang dengan terheran-heran.

“Ayah, ia tentu menggunakan ilmu sihir!”

Lin Lin memberi peringatan kepada ayah angkatnya. Yousuf teringat dan timbul persangkaan demikian pula, maka tiba-tiba orang Turki ini mengheningkan cipta, mengumpulkan tenaga di dalam pusar dan setelah mengerahkan seluruh tenaga batinnya ke mulut, ia membentak sambil menunjuk ke arah dada kakek jembel itu dan kedua matanya yang amat tajam dan hitam itu menatap mata kakek itu,

“Kau berlututlah!”

Ini adalah semacam ilmu sihir yang didasarkan tenaga batin untuk mempengaruhi semangat dan kemauan lawan yang disebut Ilmu Penakluk Semangat. Bahkan Lin Lin dan Ma Hoa yang tidak diserang langsung oleh ilmu ini, akan tetapi karena mereka memperhatikan dan mendengar bentakan yang memerintah dan berpengaruh itu, tak terasa pula mendapat desakan hebat dan tiba-tiba tanpa disadarinya lagi mereka lalu menjatuhkan diri berlutut!

Akan tetapi setelah mengeluarkan bentakan bukan kakek jembel itu yang berlutut, bahkan Yousuf sendiri yang menjatuhkan diri berlutut di depan kakek jembel!

“Ha, ha, ha! Aku tua bangka jembel tak layak menerima penghormatan ini!” kata Bu Pun Su sambil tertawa bergelak dan suara ketawanya ini agaknya membuyarkan ilmu sihir Yousuf hingga ketiga orang itu sadar bahwa mereka sedang berlutut di depan Si Kakek jembel!

Yousuf terkejut sekali oleh karena yang dapat melawan ilmunya ini adalah gurunya sendiri, seorang pertapa tua yang sakti di Turki dan ia ingat gurunya pernah menerangkan bahwa apabila Ilmu Penakluk Semangat ini digunakan untuk menyerang orang yang mempunyai ilmu batin lebih tinggi dan kuat, maka akibatnya dapat terbalik karena tenaga itu terpental dan memukul dirinya sendiri!

Yousuf lalu melompat bangun dengan muka merah, sedangkan kedua orang gadis itu pun dengan malu lalu mencabut pedang mereka. Yousuf juga mencabut pedangnya dan ketiga orang ini lalu menyerbu dan menyerang Bu Pun Su!






Tidak ada komentar :