*

*

Ads

Senin, 20 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 090

Tiba-tiba terdengar pekik marah dari atas dan Merak Sakti lalu sambil mengibaskan sayapnya menangkis pedang ketiga orang itu! Karena Merak Sakti itu pun memiliki tenaga besar, maka ia berhasil menangkis senjata Yousuf dan Lin Lin, bahkan pedang di tangan Lin Lin terpental jauh sekali! Akan tetapi, ternyata bahwa Merak Sakti itu tidak berniat jahat dan hanya ingin mencegah ketiga orang itu menyerang Bu Pun Su dengan senjata tajam dan setelah menangkis satu kali, merak itu lalu terbang lagi ke cabang tadi!

“Ha, ha, ha, bagus, Kong-ciak! Tak percuma aku memeliharamu semenjak kecil!” kata kakek jembel itu sambil tertawa girang.

Yousuf dan Ma Hoa tercengang mendengar ini akan tetapi Lin Lin yang merasa marah sekali karena pedangnya dibikin terpental oleh Merak Sakti, lalu tak terasa lagi mencabut keluar pedang karatan yang dulu ia ambil dari gua di pulau Kim-san-to. Dengan pedang buntung yang bobrok ini ia maju lagi menyerang.

Tiba-tiba wajah Bu Pun Su berubah ketika ia melihat pedang itu dan cepat sekali tangannya bergerak ke depan. Lin Lin tidak tahu bagaimana kakek itu bergerak karena tahu-tahu pedangnya telah pindah tangan.

“Han Le… betul-betulkah kau telah mendahului aku?” kata Bu Pun Su sambil memandang pedang itu dengan muka berduka dan kepalanya yang putih tiada hentinya menggeleng-geleng. “Han Le Sute… mengapa kau mendahului Suhengmu? Ah, aku Bu Pun Su benar-benar telah tua sekali dan sudah cukup lama hidup di dunia ini…” setelah berkata demikian, ia menghela napas panjang.

Bukan main terkejutnya Lin Lin, Ma Hoa dan Yousuf, mendengar bahwa kakek luar biasa ini adalah Bu Pun Su, guru dari Cin Hai. Yousuf pernah diceritakan oleh Lin Lin tentang kehebatan kepandaian Cin Hai, dan menceritakan pula bahwa suhu pemuda itu bernama Bu Pan Su, tokoh yang telah terkenal namanya di seluruh penjuru.

Lin Lin dan Ma Hoa lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Bu Pun Su, sedangkan Yousuf segera membungkuk dalam-dalam hingga jidatnya hampir menyentuh tanah, satu cara penghormatan yang paling besar dari bangsa Turki.

“Locianpwe, mohon beribu ampun bahwa teecu telah berani berlaku kurang ajar,” kata Lin Lin dengan hormat.

Bu Pun Su menghela napas.
“Sudahlah, aku orang tua tak tahu diri yang harus minta maaf. Ketahuilah, kadang-kadang aku mempunyai keinginan untuk menjadi anak-anak kembali dan ingin mempermainkan orang. Agaknya aku telah pikun dan telah terlalu tua…” Kemudian ia berkata dengan suara sungguh-sungguh, “Aku tahu siapa kalian ini. Kau tentu Lin Lin tunangan muridku Cin Hai. Syukur bahwa kau terlepas dari cengkeraman Boan Sip si jahat itu. Dan kau ini tentu Ma Hoa murid Nelayan Cengeng. Hm, kepandaianmu yang kau keluarkan tadi jelas menunjukkan bahwa kau adalah murid Si Cengeng itu. Dan kau, Sahabat, kau tentulah Yo Su Pu yang terkenal.”

Memang, nama Yousuf kalau diucapkan oleh lidah orang Han akan berubah, ada yang menyebut Yo Suhu, Yo Se Fei, Yo Su Pu dan lain-lain.

Yousuf kembali menjura,
“Saya yang bodoh dan rendah mendapat kehormatan besar sekali dapat bertemu dengan Lo-suhu yang sakti?”

Bu Pun Su lalu berkata lagi,
“Apakah artinya kesaktian dan kepandaian? Hanya sepintas lalu saja. Siapa mau belajar dia tentu akan menjadi pandai. Tidak dengan sengaja aku bertemu dengan Kong-ciak di tempat ini, maka aku merasa ingin tahu siapa yang membawa Kong-ciak kesini? Dan melihat pedang ini di tangan Lin Lin, tahulah aku bahwa kalian tentu telah mengunjungi pulau itu. Dan pedang yang menceritakan padaku bahwa Suteku yang tinggal di pulau itu telah meninggal dunia, karena ini adalah pedangnya! Coba kau tuturkan pengalamanmu mendapatkan pedang dan burung merak ini,” perintahnya kepada Lin Lin.

Sementara itu, Merak Sakti telah terbang turun dan hinggap di atas pundak Bu Pun Su. Lin Lin dengan singkat menuturkan pengalaman mereka di Pulau Kim-san-to dan ketika ia menceritakan betapa pulau itu terbakar musnah, Bu Pun Su mengangguk-angguk.






“Ya, ya, ya. Aku kemarin telah melihat dari pantai bahwa pulau itu telah lenyap dari permukaan laut. Dan harimau bertanduk serta rajawali emas tentu telah tewas pula.”

Kakek ini menghela napas dan ketika mendengar disebutnya kedua binatang itu, Si Merak Sakti lalu mengeluarkan keluhan panjang dan dua butir air mata runtuh dari sepasang matanya yang indah. Kemudian merak ini terbang ke atas dan berputar di udara.

“Hm, kong-ciak itu memang perasa sekali. Tentu ia bersedih mendengar nasib kedua kawannya. Ketahuilah, merak itu dan dua binatang lain di atas pulau yang musnah adalah binatang-binatang peliharaanku. Terutama merak ini semenjak kecil telah ikut aku di pulau itu. Setelah aku meninggalkan pulau, maka suteku yang bernasib malang itu tinggal di pulau dan bertapa di sana. Tidak tahunya sekarang ia telah menjadi rangka dan pedangnya pun telah tinggal sepotong. Hm, demikianlah nasib manusia. Kepandaiannya yang luar biasa pun turut lenyap tak berbekas. Manusia… manusia… kau calon rangka dan debu ini, masih mau mengagulkan apamukah…?”

Kata-kata ini diucapkan oleh kakek itu sambil memandang ke atas dan Yousuf merasa terkena sekali hatinya hingga ia menundukkan muka dengan penuh khidmat.

“Lin Lin,” kata Bu Pun Su, “Kau memang berjodoh dengan pedang ini maka Suteku sengaja memilih kau untuk memilikinya. Ketahuilah, pedang ini bukan pedang sembarangan dan yang tinggal sepotong ini adalah sari pedang itu. Tadi kulihat ketika kau memegang pedang pendek ini, agaknya kau lebih pandai mempergunakan pedang pendek, maka biarlah pedang potong ini kubuat menjadi pedang pendek untukmu.”

Lin Lin merasa girang sekali dan ia lalu menghaturkan terima kasih pada Bu Pun Su. Kakek tua itu lalu tinggal di atas bukit itu selama tiga pekan untuk menggembleng dan membuat pedang pendek dari sisa pedang berkarat itu. Kemudian ia berikan pedang yang menjadi sebatang belati panjang kepada Lin Lin sambil berkata,

“Terimalah pedang pendek ini yang kuberi nama Han-le-kiam untuk memperingati nama Suteku Han Le. Dan untuk memperlengkapi kehendak Suteku, yang memberi pedang ini kepadamu, kau berhak menerima pelajaran ilmu silat dari persilatan kami.”

Bukan main girangnya hati Lin Lin yang lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kakek sakti itu.

“Akan tetapi bukan aku si tua bangka yang hendak menurunkan kepandaian ini kepadamu. Aku telah satu kali menerima murid dan itu sudah lebih dari cukup. Cin Hai atau calon suamimu itulah yang akan bertugas menurunkan kepandaian kepadamu. Jangan menganggap aku main-main, akan tetapi tanpa perkenanku, nanti dia tidak berani menurunkan ilmu kepandaian yang dipelajarinya dariku, biar kepada isterinya sekalipun.”

Lin Lin segera bertanya dengan berani,
“Akan tetapi, Locianpwe, teecu masih belum tahu di mana adanya… dia!”

Ma Hoa dan Yousuf diam-diam tersenyum dan Bu Pun Su tertawa bergelak,
“Seperti juga tidak ada persatuan yang tidak berakhir, demikian pun tidak ada perceraian yang kekal. Kelak tentu tiba saatnya kau bertemu kembali dengan Cin Hai dan Ma Hoa dengan Kwee An. Dan kalau kau sudah bertemu calon suamimu itu, sampaikanlah pesanku supaya kau diberi pelajaran pokok yang telah kuajarkan kepadanya, kemudian memberi pelajaran ilmu pedang yang baru diciptakannya kepadamu.”

Kemudian sambil memandang kepada Yousuf, Bu Pun Su berkata pula,
“Kau tidak salah memilih Saudara Yo Su Pu ini sebagai ayah angkatmu karena memang dia ini orang baik dan berhati mulia. Saudara Yo, akan lebih baik lagi kalau mimpi buruk yang mengganggu hatimu itu dapat dilenyapkan sama sekali.”

Yousuf terkejut sekali, oleh karena mendengar ucapan ini ia dapat mengetahui bahwa kakek sakti ini ternyata telah dapat membaca isi hatinya yang bercita-cita menjadi kaisar di negerinya. Ia lalu tersenyum dan menjura sambil berkata,

“Lo-suhu, terima kasih atas nasihatmu ini. Memang, semenjak bertemu dengan anakku ini, cita-cita gila itu telah kubuang jauh-jauh.”

“Bagus sekali, itu hanya menambah tebal keyakinanku bahwa kau memang memiliki kebijaksanaan besar yang jarang dimiliki oleh sembarangan orang.”

Kemudian Bu Pun Su pergi dari tempat itu setelah membelai leher dan kepala Merak Sakti yang nampak sedih ditinggalkan oleh majikan lamanya ini.

**** 090 ****





Tidak ada komentar :