*

*

Ads

Rabu, 22 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 095

Yousuf makin girang melihat sikap yang sopan santun dari pemuda ini, maka ia segera maju memeluknya.

“Bagus, Ma-Hoa tidak keliru memilih. Memang Nelayan Cengeng itu pandai memilih jodoh muridnya!”

Ia lalu melihat kepala kampung itu dan segera memanggilnya, dan beramai-ramai mereka lalu masuk ke dalam rumah.

“Di mana Lin Lin?” tanya Kwee An dan baru sekarang ia teringat kepada adiknya.

Ma Hoa memandangnya dengan mata berseri lalu menjawab,
“Entahlah, dia semenjak tadi keluar dengan Sin-kong-ciak. Sebentar lagi tentu datang. Dan di manakah adanya Si-taihiap? Mengapa ia tidak datang bersamamu?”

“Kebetulan sekali! Dia tadi mendengar suara kong-ciak dan pergi mencarinya, tentu ia telah bertemu dengan Lin Lin!”

Ketika Cin Hai lari cepat ke arah puncak dimana ia mendengar burung merak memekik nyaring, ia mendengar lagi pekik burung merak itu yang agaknya sedang marah. Cin Hai mempercepat larinya dan ketika ia tiba di puncak, ia melihat pertempuran yang hebat antara seekor burung merak yang indah bulunya dan besar sekali melawan seorang hwesio tinggi besar. Alangkah kaget dan girangnya ketika melihat bahwa hwesio itu bukan lain Hai Kong Hosiang!

Ternyata bahwa hwesio jahat ini dapat mengetahui tempat tinggal Yousuf, Lin Lin dan Ma Hoa. Maka timbullah niatnya hendak mengganggu gadis itu, terutama Lin Lin oleh karena ia tahu bahwa gadis ini adalah puteri Kwee-ciangkun yang menjadi musuh besarnya!

Demikianlah, ketika ia mengintai ke bukit itu, kebetulan sekali ia melihat Lin Lin dan burung merak maka segera ia muncul untuk menangkap Lin Lin. Tidak dinyana, burung merak itu dengan ganas sekali telah menyerangnya dan sebentar saja manusia dan burung ini bertempur sengit.

Ketika Cin Hai tiba di situ, burung merak sedang menyambar-nyambar dari atas dan Hai Kong Hosiang melawan dari bawah. Pertempuran berjalan ramai sekali, akan tetapi ketika Cin Hai memperhatikan, ia menjadi terkejut oleh karena melihat betapa gerakan burung itu kaku sekali, seakan-akan telah mendapat luka berat!

Memang benar, sebelum Cin Hai datang, Hai Kong Hosiang yang kosen itu telah berhasil melukai Sin-kong-ciak dengan sebuah pukulan tangannya. Pukulan ini tepat mengenai dada kanan Merak Sakti itu dan kalau saja Merak Sakti tidak memiliki kekebalan dan tenaga luar biasa, pasti ia telah tewas dan dadanya hancur pada saat itu juga!

Namun, Merak Sakti telah mendapat gemblengan luar biasa dari Bu Pun Su dan sutenya yang sakti dan telah menjadi seekor binatang sakti yang memiliki kekuatan luar biasa maka pukulan ini biarpun telah melukainya, namun tidak membunuhnya.

Betapapun juga, kepandaian Hai Kong Hosiang terlampau tinggi baginya dan kini biarpun ia menyambar-nyambar namun ia tidak berdaya menyerang Hai Kong Hosiang dan bahkan tiap kali mereka bergerak hampir saja Merak Sakti itu terkena serangan dahsyat dari Hai Kong Hosiang!

Melihat ini Cin Hai menjadi marah dan sekali loncat saja ia telah berada di dekat tempat pertempuran. Alangkah herannya ketika melihat seekor kuda yang dikenalnya baik-baik berada pula di situ, makan rumput hijau tanpa mempedulikan. Kuda itu adalah kuda Pek-gin-ma atau Kuda Perak Putih kepunyaan Pangeran Vayami yang dulu dibawa oleh Bu Pun Su untuk dikembalikan kepada yang punya.

Ia dapat menduga bahwa kuda ini terjatuh dalam tangan Hai Kong Hosiang dan dugaannya memang betul. Hai Kong Hosiang datang ke bukit itu sambil menunggang Pek-gin-ma yang semenjak ia pergi dengan Pangeran Vayami ke Pulau Kim-san-to, memang telah berada di tangannya dan dipelihara baik-baik di kota raja.

“Hai Kong Hosiang, mari kita menentukan perhitungan terakhir hari ini!” kata Cin Hai yang menyambung ucapannya itu dengan suara halus ke arah Merak Sakti.

“Sin-kong-ciak-ko, biarlah siauwte menghadapi hwesio gundul kurang ajar ini dan kau beristirahatiah dulu!”

Merak Sakti ini agaknya maklum bahwa pemuda yang datang adalah seorang yang boleh dipercaya, maka ia lalu terbang ke atas dahan pohon di dekat situ dan setelah hinggap disitu ia lalu menggunakan paruh dan kepalanya untuk mengusap-usap dada kanannya yang terluka dan terasa sakit.






Ketika Hai Kong Hosiang melihat siapa yang datang, bukan kepalang marahnya.
“Bangsat besar, akhirnya aku dapat juga bertemu dengan engkau!” katanya dan sedikit pun ia tidak merasa jerih.

Memang ia tahu bahwa kepandaian pemuda ini tinggi sekali sebagaimana telah ia rasakan ketika mereka bertempur di atas perahu Pangeran Vayami, akan tetapi kini ia telah memiliki ilmu kepandaian tinggi supeknya.

Setelah mengeluarkan makian marah, Hai Kong Hosiang lalu maju dengan tongkat ularnya. Cin Hai mencabut pedangnya Liong-coan-kiam dan menangkis dan sebentar saja kedua orang musuh besar ini telah bertempur mati-matian di atas bukit itu, disaksikan oleh Sin-kong-ciak yang bertengger di atas dahan pohon.

Setelah bertempur beberapa puluh jurus, keduanya tercengang dan kaget melihat kemajuan ilmu silat lawan. Akan tetapi kekagetan Hai Kong Hosiang lebih besar lagi oleh karena tenaga lweekangnya yang telah dilatih sempurna itu tidak berdaya menghadapi Cin Hai!

Ia merasa betapa pemuda ini sekarang memiliki tenaga lweekang yang berlipat ganda hebatnya daripada dulu. Dan ketika Cin Hai membuka serangan dengan ilmu pedangnya yang baru diciptakannya sendiri itu, maklumlah Hai Kong Hosiang bahwa pemuda ini kini telah memiliki ilmu kepandaian hampir menyamai tingkat Bu Pun Su sendiri! Diam-diam ia menjadi bingung dan jerih terutama sekali ketika Cin Hai dengan senyum sindir berkata

“Hai Kong, sekarang kau harus menghadap Supekmu!”

Hai Kong Hosiang maklum bahwa supeknya telah meninggal dunia dan hal ini membuat ia makin jerih lagi. Ia tak perlu bertanya bagaimana supeknya meninggal namun dapat menduga bahwa tentulah pemuda ini yang merobohkannya, kalau tidak, tidak nanti Cin Hai mengeluarkan kata-kata yang bermaksud melemahkan pertahanannya dan mengacaukan pikirannya itu.

Kemudian dengan nekad Hai Kong Hosiang menyerang lagi dengan Ilmu Silat Tongkat Jian-coa-tung-hwat atau Ilmu Tongkat Seribu Ular yang menjadi kebanggaannya. Akan tetapi, serangan dengan ilmu tongkat ini yang telah dikenal baik oleh Cin Hai, hanya memperlebar senyum di mulut pemuda itu saja.

Ketika Cin Hai mengeluarkan seruan keras dan menggerakkan jurus ke dua puluh satu dari ilmu pedangnya, tiba-tiba tongkat di tangan Hai Kong Hosiang terlempar ke udara dan terdengar sayap mengibas karena ketika melihat tongkat hwesio itu melayang ke atas, Merak Sakti cepat menyambarnya dan membawa terbang tongkat itu untuk dilempar jauh ke dalam sebuah jurang yang curam sekali!

Hai Kong Hosiang menjadi marah sekali dan tiba-tiba ia berjungkir balik dengan kepala di atas tanah dan kedua kaki bergerak-gerak di atas! Gerakannya cepat dan hebat, dan kedua kakinya mengeluarkan tenaga luar biasa karena anginnya saja menyambar-nyambar membuat daun-daun pohon yang bergantungan di situ bergoyang-goyang seperti tertiup angin keras!

Namun Hai Kong Hosiang tak dapat menakut-nakuti Cin Hai dengan ilmunya ini, bahkan pemuda ini lalu dengan tenangnya menyimpan kembali pedangnya, oleh karena ia tidak mau disebut licik untuk melawan seorang yang bertangan kosong dengan senjata di tangan! Ia maju menghadapi Hai Kong Hosiang yang telah berdiri dengan terbalik itu.

Hai Kong Hosiang mengeluarkan seruan keras dan mengerikan lalu kedua kakinya menyambar dalam serangan-serangan kilat dan maut! Cin Hai lalu menyambutnya dengan Ilmu Silat Pek-in-hoat-sut yang ajaib, dan benar saja. Ilmu silat yang dilakukan dengan tubuh terbalik ini tidak berdaya menghadapi Pek-in-hoat-sut dan setiap kali hawa pukulan kaki itu menyambar dan terpukul kembali oleh uap putih yang keluar dari sepasang lengan Cin Hai, maka kaki Hai Kong terpental kembali yang membuat tubuhnya bergoyang-goyang.

Cin Hai maklum bahwa dalam keadaan terbalik itu, agak sukar baginya untuk mencari jalan darah lawan dalam keadaan jungkir balik itu. Kalau saja Hai Kong Hosiang bertempur sambil berdiri di atas kedua kakinya, takkan sukar agaknya bagi dia untuk merobohkan hwesio itu.

Tiba-tiba Cin Hai yang semenjak tadi memperhatikan gerakan Hai Kong Hosiang, mengambil keputusan untuk meniru gerakan lawannya ini. Segera ia berseru keras dan berjungkir balik, kepala di atas tanah dan kedua kaki di atas. Dan bertempurlah mereka dalam keadaan aneh itu dengan hebatnya.

Kembali Hai Kong Hosiang menjadi terkejut sekali. Bagaimana pemuda ini dapat melakukan ilmu silat ini dengan sama baiknya?

“Siluman!” bentaknya dengan hati ngeri dan menyerang kembali dengan nekad.

Tubuhnya berputar-putar di atas kepala dan kedua kakinya menyambar-nyambar, akan tetapi oleh karena kini Cin Hai juga berdiri di atas kepalanya seperti dia, sedangkan ilmu silatnya ini khusus diadakan untuk menghadapi seorang yang berkelahi dengan normal, maka semua pukulan kakinya ini menjadi ngawur saja.

Kaki yang tadinya harus menyerang pundak lawan yang berdiri biasa, kini menyerang tumit kaki Cin Hai. Hai Kong Hosiang benar-benar bingung hingga kepalanya menjadi pening. Ia lalu berseru keras dan berdiri lagi di atas kedua kakinya, akan tetapi Cin Hai juga telah berdiri dan menyerangnya dengan hebat.

Menghadapi Pek-in-hoat-sut dengan berdiri di atas kedua kakinya, Hai Kong Hosiang tidak kuat menahan lagi dan dengan telak jari tangan Cin Hai berhasil menotok pundaknya dan tangan kiri anak muda itu menepuk pinggangnya. Hai Kong Hosiang tanpa mengeluarkan suara lalu roboh terbanting dalam keadaan lumpuh kaki tangannya.

Sebelum Cin Hai dapat mengeluarkan kata-kata atau menurunkan tangan keras untuk menghabisi jiwa hwesio itu, tiba-tiba Merak Sakti turun menyambar. Agaknya Merak Sakti ini hendak membalas dendamnya oleh karena dadanya dilukai oleh Hai Kong Hosiang, dan kini sambil memekik-mekik marah ia menyambar dan mematuk ke arah kedua mata Hai Kong Hosiang.

Hwesio ini biarpun sudah lumpuh kedua kaki tangannya, namun masih mempunyai tenaga untuk mengguling-gulingkan tubuhnya hingga ia dapat berhasil mengelak paruh merak yang hendak mematuk matanya.

Cin Hai melangkah mundur dan berdiri di dekat Pek-gin-ma yang masih enak-enak makan rumput. Sambil bertolak pinggang Cin Hai melihat pergulatan ini dan berkata,

“Kong-ciak-ko, jangan kau habisi jiwanya. Itu bukan tugasmu.”

Setelah beberapa kali mengguling-gulingkan tubuhnya untuk menghindarkan kedua matanya dari serangan Merak Sakti, akhirnya Hai Kong Hosiang terpaksa menyerah. Sambil mengeluarkan jeritan ngeri, Hai Kong Hosiang masih berusaha mengelak, akan tetapi terlambat. Patuk yang merah dan kecil runcing dari Merak Sakti itu telah bergerak dua kali dan kedua mata Hai Kong Hosiang menjadi buta!

Pada saat itu terdengar seruan girang,
“Hai-ko!”

Cin Hai cepat berpaling dan melihat bahwa yang berseru, itu bukan lain adalah Lin Lin! Gadis ini ternyata tadi telah terjun ke dalam sebuah jurang dan bersembunyi ketika diserang hebat oleh Hai Kong Hosiang!

Lin Lin maklum bahwa ia bukan lawan hwesio ini, maka ia berusaha melarikan diri dan memanggil Ma Hoa dan Yousuf untuk membantunya, akan tetapi ia kehabisan jalan dan akhirnya jalan satu-satunya ialah terjun ke dalam jurang itu! Untung baginya bahwa jurang itu dangkal dan pada saat itu, Sin-kong-ciak telah datang membelanya.

“Lin Lin…!”

Cin Hai berseru girang sekali dan mereka lalu saling berpegang tangan dengan hati penuh kebahagiaan.

“Lihat, Hai Kong yang jahat pun harus makan buah yang ditanamnya sendiri!”

Mereka sambil berpegang tangan menonton betapa Merak Sakti menyerang Hai Kong Hosiang.

Setelah berhasil membalas sakit hatinya Merak Sakti terbang melayang ke atas dan memekik-mekik girang. Dan pada saat itu, dari lereng bukit berlari-lari Kwee An, Ma Hoa, dan Yousuf menuju ke tempat itu. Mereka juga mendengar pekik Merak Sakti dan merasa kuatir, maka ketiga orang ini lalu berlari cepat menyusul Cin Hai.

Melihat Hai Kong Hosiang telah rebah di tanah dengan mata buta dan tak berdaya lagi Kwee An lalu mencabut pedangnya dan hendak menusuk tubuh musuh besarnya itu, akan tetapi tiba-tiba Ma Hoa menjerit,

“Koko, jangan!”

Kalau orang lain yang mencegah, mungkin takkan dihiraukan oleh Kwee An yang merasa marah sekali, akan tetapi suara Ma Hoa ini mempunyai pengaruh yang melemaskan tubuhnya dan memadamkan api kemarahannya.






Tidak ada komentar :