*

*

Ads

Jumat, 24 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 098

Akan tetapi, selagi tubuh Kwee An masih berada di udara, tiba-tiba Ke Ce menyerang lagi dengan pukulan atau dorongan kedua telapak tangan dibarengi bentakan hebat tadi.

Kembali Kwee An merasa betapa besar tenaga yang mendorongnya sedangkan pada saat itu tubuhnya masih terapung di udara. Tanpa dapat dicegah lagi ia terdorong mundur dan ketika tubuhnya melayang turun, ia telah berada di sebelah sana tebing.

Ma Hoa menjerit lagi dengan lebih ngeri dan ketika tubuh dara ini berkelebat, ternyata ia telah menyusul melompat ke dalam tebing yang curam itu, menyusul tubuh Kwee An yang sudah meluncur ke bawah. Keduanya jatuh ke dalam tebing yang tak dapat diukur dalamnya.

Ketika, Kwee An melihat betapa tubuh Ma Hoa juga jatuh menyusulnya, ia segera mengulur tangannya. Ma Hoa menangkap tangan itu dan keduanya meluncur terus ke bawah sambil saling berpegangan tangan. Entah bagaimana, setelah mereka berpegang tangan, rasa takut karena terjatuh itu lenyap sama sekali. Inilah daya rasa cinta yang besar dan ia mengalahkan segala rasa takut, bahkan maut sendiri tak dapat melenyapkan perasaan sentausa dan aman yang ditimbulkan oleh rasa cinta.

Melihat betapa Ma Hoa ikut meloncat ke dalam jurang yang curam itu, Ke Ce menyatakan penyesalannya.

“Sayang… sayang sekali… “ katanya, akan tetapi sebaliknya Bo Lang Hwesio tertawa bergelak.

“Boan Sip, muridku!” teriaknya bagaikan gila sambil berdongak ke atas memandang awan, “seorang pembunuhmu telah tewas, kau terimalah nyawanya, kini tinggal yang seorang lagi!”

“Pendeta jahat dan rendah! Kau apakan kedua anak muda itu?” tiba-tiba terdengar suara yang keras dan Yousuf yang berlari mendatangi telah berada di situ.

Dari jauh tadi ia telah melihat betapa Kwee An dan Ma Hoa terguling ke dalam jurang, maka alangkah marah dan terkejutnya. Ketika ia memandang kepada pemuda berambut panjang itu, ia berkata lagi,

“Hm, Ke Ce, kau juga menempuh kejahatan, apakah kau tidak takut akan tertimbun oleh dosa?”

Melihat kedatangan Yousuf, Ke Ce menjadi marah sekali.
“Bangsat rendah!” ia memaki. “Kaulah yang berdosa besar, kau telah merintangi kehendak Kakanda Vayami yang suci, bahkan kau telah memberanikan diri untuk berusaha merampas Pulau Kim-san-to!”

Sambil berkata demikian, Ke Ce lalu menerjang dan menyerang dengan sengit. Yousuf yang merasa gelisah memikirkan nasib Kwee An dan Ma Hoa, segera menyambutnya dan membalas dengan serangan yang tak kalah hebatnya.

Melihat bahwa kegesitan dan tenaga orang Turki ini masih mengatasi Ke Ce, Bo Lang Hwesio tidak mau membuang waktu lagi dan segera maju mengeroyok.

“Majulah, majulah! Biar kubinasakan sekalian kau hwesio jahat, untuk membalaskan kedua anak muda itu!” teriak Yousuf dengan gemas karena kalau ia teringat akan kedua anak muda yang dilihatnya terguling ke dalam jurang tadi, ia rasanya mau menangis dan berteriak keras.

Akan tetapi, ia segera terkejut sekali oleh karena ilmu kepandaian dan tenaga hwesio gundul ini benar-benar lihai sekali. Baru menghadapi Ke Ce saja, mungkin setelah bertempur lama baru ia akan dapat mengalahkannya, apalagi sekarang ditambah dengan Bo Lang Hwesio yang tingkat kepandaiannya lebih tinggi lagi.

Tak terasa lagi Yousuf lalu mengumpulkan khikangnya dan berseru memanggil,
“Lin Lin…! Cin Hai…!! Lekas kesini…!!”

“Ha, ha, ha! Kau memanggil kawan-kawanmu, ha, ha!” Ke Ce menyindir dengan tertawa menghina, “Panggillah semua agar lebih puas hatiku membasmi kau sekalian kaki tanganmu.”

Akan tetapi Bo Lang Hwesio menjadi girang sekali ketika mendengar nama Lin Lin disebut. Akan terlaksana agaknya usaha membalas dendam kali ini. Kalau benar-benar yang bernama Lin Lin itu adalah Kwee Lin pembunuh muridnya, maka akan bereslah tugasnya membalas dendam.






Teriakan Yousuf itu dilakukan dengan tenaga khikang sepenuhnya, maka suaranya bergema keras dan dapat terdengar sampai di tempat jauh. Ketika itu, Lin Lin dan Cin Hai sedang berlatih ilmu pedang di dekat rumah, maka ketika mendengar teriakan memanggil ini, keduanya terkejut sekali.

Lin Lin lalu segera meloncat tanpa membuang waktu lagi, sambil membawa Han-le-kiam di tangan kanannya. Cin Hai juga lalu meloncat bahkan ia mendahului Lin Lin oleh karena ia maklum bahwa Yousuf berada dalam bahaya. Pendengarannya yang lebih tajam daripada pendengaran Lin Lin dapat menangkap suara yang penuh kecemasan itu.

Cin Hai yang datang lebih dulu dari pada Lin Lin, ketika melihat Yousuf didesak dan dikeroyok dua oleh seorang hwesio dan seorang gagah yang berpakaian aneh dan berambut panjang, tanpa banyak cakap lagi lalu menyerbu karena ia melihat betapa kedua orang lawan Yousuf itu tangguh dan hebat ilmu silatnya.

Ia tidak mau mencabut pedangnya karena melihat betapa ketiga orang itu pun bertempur dengan tangan kosong dan memang menjadi pantangan bagi Cin Hai untuk melawan musuh yang bertangan kosong dengan menggunakan senjata. Apalagi memang dengan kedua tangannya ia cukup kuat menghadapi musuh yang bagaimana lihai pun, maka kalau tidak sangat terpaksa, ia tidak mau menggunakan Liong-coan-kiam.

Sebaliknya, ketika Bo Lang Hwesio dan Ke Ce melihat sepak terjang anak muda ini, mereka terkejut sekali karena baik kegesitan maupun tenaga Cin Hai benar-benar luar biasa, dan membuat mereka menjadi gentar! Bo Lang Hwesio menjadi penasaran oleh karena belum pernah ia melihat seorang yang masih begini muda dapat memiliki ilmu kepandaian yang lebih tinggi darinya, maka ia lalu mengerahkan tenaganya dan mengeluarkan ilmu kepandaian untuk menghadapi Yousuf seorang diri dan pertempuran berjalan seru dan hebat!

Tak lama kemudian sampailah Lin Lin di tempat pertempuran dan begitu melihat bahwa yang sedang bertempur melawan Cin Hai adalah hwesio tua yang telah dikenalnya sebagai guru Boan Sip, ia segera berteriak keras,

“Hai-ko, iblis tua itu adalah Bo Lang Hwesio, suhu dari Boan Sip yang jahat!”

Cin Hai terkejut sekali dan tanpa terasa ia melompat mundur. Juga Bo Lang Hwesio yang melihat Lin Lin, segera bertanya,

“Apakah kau yang bernama Kwee Lin dan yang telah membunuh muridku?”

“Benar!” jawab Lin Lin tanpa takut sedikitpun juga. “Aku dan Ma Hoa telah menghancurkan kepala Boan Sip, kau mau apa?”

“Celaka dan sayang'” tiba-tiba Ke Ce yang juga berhenti sebentar dan bersama Yousuf memperhatikan percakapan mereka berkata, “Mengapa musuh-musuhmu demikian cantik-cantik seperti bidadari, Bo Lang Suhu? Celaka, celaka dan sayang sekali!”

“Anak muda!” kata Bo Lang Hwesio kepada Cin Hai. “Kau mendengar sendiri bahwa Nona itu adalah pembunuh muridku, maka jangan kau ikut campur. Biarkan aku bertempur mengadu jiwa dengan dia!”

Ucapan ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa ia merasa jerih terhadap Cin Hai yang lihai.

Akan tetapi sambil tersenyum, Cin Hai menjawab,
“Bo Lang Hwesio, ketahuilah bahwa kalau kiranya aku bertemu dengan muridmu itu, aku pun tentu akan membunuhnya untuk yang kedua kalinya! Muridmu adalah pembunuh keluarga nona ini, dan kebetulan sekali ibu nona ini adalah bibiku pula! Muridmu telah membunuh keluarganya dan dia telah membalas dan membunuh muridmu yang murtad itu, bukankah ini sudah pantas? Kalau sekarang kau membela murid jahat itu, maka banyak kemungkinan semua orang akan menuduh bahwa kaulah orangnya yang salah mendidik murid itu! Peribahasa menyatakan bahwa pohon yang tidak sehat menghasilkan buah yang masam, berarti bahwa guru yang buruk tentu menjadikan muridnya jahat pula.”

Merahlah muka Bo Lang Hwesio mendengar ini karena marahnya.
“Jangan banyak cakap, kalau kau mau membela perempuan ini, pinceng pun tidak takut!”

“Hai-ko, biarkan aku melawan sendiri pendeta siluman ini dengan pedangku!”

Lin Lin berseru dan Cin Hai yang maklum bahwa gadis ini tentu hendak mencoba Ilmu Pedang Han-le Kiam-sut yang baru dipelajarinya, segera berpikir bahwa baik juga membiarkan gadis itu mencoba ilmu pedangnya karena ia telah memberi latihan ginkang dan lweekang. Akan tetapi oleh karena ilmu pedang itu baru saja dipelajari hingga tentu saja belum matang dan sempurna ia lalu berkata,

“Baik, Moi-moi, kau lawanlah dia, kalau dia terlalu berat bagimu, baru aku yang akan turun tangan!”

Dengan seruan garang, Lin Lin lalu maju menerjang dengan pedang Han-le-kiam. Ketika mencipta ilmu pedang ini, Lin Lin yang berwatak jenaka dan gembira itu telah memberi nama pada tiap jurus dan gerakan bersama dengan Cin Hai. Maka muncullah sebutan-sebutan aneh dan lucu dalam tiap gerakan yang hanya dikenal dan dimengerti oleh Lin Lin dan Cin Hai.

Ada gerak tipu-gerak tipu yang diberi nama Cin-hai-kwa-houw atau Cin Hai Menunggang Harimau, ada Pula Lin-lin-chio-cu atau Lin Lin Merebut Mustika, bahkan ada nama Ang-i-lo-be atau Ang I Niocu Turun Dari Kuda. Ketika ia menerjang maju, ia menggunakan tipu gerakan Lin Lin-chio-cu, tangan kanan yang memegang pedang menusuk tenggorokan Bo Lang Hwesio, sedangkan tangan kiri bukan diangkat ke belakang sebagai imbangan badan, akan tetapi bahkan melaksanakan serangan pula dengan sebuah gerakan dari Ilmu Silat Kong-ciak Sin-na.

Hebatnya Ilmu Pedang Han-le Kiam-sut ini ialah perkembangan atau perubahannya yang benar-benar tidak terduga dan semua serangan hanya merupakan pancingan belaka yang kemudian disusul menurut gerak dan serangan pembalasan lawan.

Maka ketika Bo Lang Hwesio yang mempergunakan kedua ujung lengan bajunya, mengebut ke arah pedang pendek yang menyambar tenggorokan sedangkan lengan kiri dengan tenaga lweekang sepehuhnya menghantam pergelangan tangan Lin Lin yang mencengkeram dada, tiba-tiba pedang pendek itu telah meluncur ke bawah mengubah sasaran dan kini bergerak menusuk iga kiri, sedangkan tangan kiri dara itu yang tadi mencengkeram dada ketika hendak dihantam oleh tangan Bo Lang Hwesio, tiba-tiba ditarik mundur dan terus diluncurkan ke atas dengan dua jari terbuka, mengarah kedua mata lawan.

Bukan main terkejutnya hwesio itu melihat perubahan gerakan yang sekaligus mematahkan serangan atau tangkisannya itu dan yang terus dilanjutkan dengan serangan lain. Ia cepat mengebutkan ujung lengan bajunya yang panjang untuk menangkis dan membelit pedang lawan yang mengarah iga kirinya, sedangkan untuk menghindari serangan jari pada matanya, ia menundukkan kepala.

Akan tetapi, kembali Lin Lin merubah gerakannya karena sebelum pedangnya tertangkis dan terlibat oleh ujung lengan baju, pedang itu dengan mengeluarkan suara angin telah berkelebat dengan belokan indah dan kini melakukan serangan hendak memenggal leher hwesio yang sedang menundukkan kepala itu, sedangkan tangan kiri ditarik dan langsung menyodok perut.

Memang hebat sekali llmu Pedang Han-le Kiam-sut ciptaan Cin Hai ini. Gerakan-gerakannya demikian cepat dan perubahannya amat tidak terduga hingga tiap kali serangan tidak berhasil, lalu disusul dengan gerak serangan lain yang disesuaikan dengan kedudukan atau posisi lawan.

Sayang sekali bahwa Lin Lin belum mahir dan belum cepat betul dalam menjalankan serangan-serangan hingga biarpun perubahannya cepat, namun semua masih dapat dilihat oleh lawan hingga masih sempat mengelak. Kalau saja yang mainkan itu Cin Hai atau Ang I Niocu yang sudah memiliki kecepatan tubuh yang otomatis dan memiliki gaya gerakan yang tidak sewajarnya hingga dapat membuat gerakan palsu yang tidak terduga, tentu ilmu pedang ini akan merupakan ilmu pedang yang amat sukar dilawan.

Betapapun juga, Bo Lang Hwesio dapat dibikin bingung dan untuk menghindari serangan-serangan selanjutnya yang bertubi-tubi dan yang seakan-akan otomatis dan timbul dari cara ia menangkis atau mengelak itu, ia lalu berseru dan melangkah ke belakang dua tombak lebih jauhnya. Setelah jauh dari Lin Lin barulah ia terhindar dari serangan yang bertubi-tubi dan kini ia menghadapi gadis itu dengan hati-hati sekali, lalu maju menyerang dengan cepat, memutar-mutar dua ujung lengan baju bagaikan kitiran angin cepatnya!

Sementara itu, Ke Ce semenjak tadi hanya berdiri dan memandang dengan kagum, sama sekali lupa kepada Yousuf yang masih berdiri saja karena orang Turki ini tidak akan mau menyerang apabila tidak diserang.

Yousuf hanya berdiri dengan tegak sambil memandang pertempuran itu dan ia pun merasa kagum sekali melihat kehebatan ilmu pedang Lin Lin. Karena ia maklum bahwa gadis itu mendapat latihan dan pelajaran dari Cin Hai, maka makin kagum dan hormatlah ia terhadap pemuda itu.






Tidak ada komentar :