*

*

Ads

Senin, 27 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 103

Benar saja, Cin Hai yang lihai itu sama sekali tak menduga akan kelihaian lawan hingga ketika matanya bertemu dengan pantulan cahaya matahari yang disinarkan dari cermin itu ia tidak kuat menahan dan terpaksa menutup kedua matanya. Saat inilah yang dimaksudkan oleh senjata cermin itu dan pada saat Cin Hai tersilau dan meramkan mata, golok di tangan Balaki menyambar cepat dan hebat ke arah leher Cin Hai.

Sudah banyak sekali lawan yang tewas dalam tangan Balaki terkena tipu ini, dan kali ini pun ia telah merasa pasti bahwa pemuda ini tentu akan roboh dengan kepala terpisah dari tubuh.

Akan tetapi, kalau ia berpendapat demikian, ia belum kenal dan belum tahu betul siapa adanya Cin Hai! Pemuda ini selain telah memiliki ilmu kepandaian yang tinggi dan luar biasa, juga telah menerima gemblengan hebat dari Bu Pun Su, ditambah pengalaman bertempur yang banyak menghadapi lawan-lawan tangguh, hingga dalam keadaan bagaimana berbahaya pun, hatinya tetap tenang dan kewaspadaannya tidak tergoncang.

Memang, ketika matanya tersorot sinar matahari, ia merasa terkejut dan tidak tahan untuk tidak memejamkan mata, akan tetapi hanya matanya saja yang tertutup dan untuk saat itu tidak dapat digunakan, akan tetapi, telinga dan perasaannya masih tajam dan tidak terpengaruh sama sekali. Ia dapat merasa dan mendengar suara angin serangan golok yang mengarah lehernya, maka ketika semua orang telah merasa ngeri, terutama keempat orang Perwira Sayap Garuda, dan menduga bahwa pemuda itu pasti akan binasa di tangan Balaki seperti orang-orang lain yang pernah menghadapinya, tiba tiba tubuh Cin Hai melompat ke belakang dengan cepat sekali hingga mata golok itu lewat menyerempet di dekat kulit lehernya.

Tidak hanya Balaki yang terkejut, akan tetapi semua orang yang melihat lompatan ke belakang secara aneh itu merasa kagum sekali. Belum pernah mereka dapat melihat seorang melompat ke belakang sedemikian cepatnya dan tepat pada saat bahaya maut mengancam leher.

Kini Cin Hai merasa marah juga karena hampir saja ia menjadi korban senjata golok pahlawan Mongol ini. Sebaliknya, Balaki menyangka bahwa pemuda itu menjadi gentar, maka ia tidak menyia-nyiakan waktu dan cepat mengejar untuk mengirim serangan dengan ilmu golok yang paling ia andalkan. Goloknya terputar-putar garang laksana seekor naga mengamuk hingga tubuhnya sendiri lenyap di dalam gulungan golok.

“Rasakan pembalasanku!” kata Cin Hai dan pemuda ini mulai mainkan jurus-jurus limu Pedang Daun Bambu ciptaan sendiri.

Ketika ia mencipta ilmu pedang ini, ia menusukkan pedangnya dan menyerang batang-batang bambu yang runcing seperti golok dan dapat mengenai sasaran dengan tepat tanpa menyentuh daun-daun itu.

Kini menghadapi putaran golok Balaki, biarpun dalam pandangan mata orang lain, tubuh Balaki sampai lenyap tergulung sinar golok namun bagi mata Cin Hai, ia masih dapat melihat berkelebatnya ujung golok hingga dengan cepat ia dapat “memasukkan” pedangnya di antara sinar golok.

Terdengar Balaki memekik. Pekik ini ia keluarkan bukan karena kesakitan, akan tetapi juga karena terkejut dan takjub. Ia tidak tahu bagaimana lawannya dapat menyerangnya dan tahu-tahu ia merasa lengan tangannya sakit sekali hingga goloknya terlepas dari pegangan dan ternyata bahwa lengannya telah tertusuk ujung pedang Cin Hai.

Bukan main girangnya keempat Perwira Sayap Garuda melihat ini, akan tetapi Balaki segera memberi aba-aba keras dan menyerbulah semua anak buahnya, sedangkan ia sendiri cepat meloloskan diri dari keributan itu hingga Cin Hai tidak dapat mengejar dan merobohkannya.

Pertempuran hebat terjadi akan tetapi kini tentara Mongol telah lemah semangat bertempurnya dan tak lama kemudian mereka melarikan diri, meninggalkan kawan-kawan yang telah tewas dan terluka hingga tempat itu penuh orang-orang mati dan luka.

Ini adalah kekalahan besar pertama kali yang diderita oleh Balaki semenjak ia mulai menginjakkan kaki di pedalaman Tiongkok. Keempat orang Perwira Sayap Garuda itu merasa girang dan berterima kasih sekali kepada Cin Hai. Melihat sikap mereka yang baik, Cin Hai menjadi heran sekali karena mereka ini berbeda sekali dengan Perwira-perwira Sayap Garuda yang pernah dilihatnya, ketika ia dan Kwee An mengamuk di dalam Eng-hiong-koan di kota raja dulu ketika ia membasmi para perwira yang menjadi musuh besar Kwee-ciangkun.

“Hohan (orang baik atau orang gagah) yang muda telah memiliki ilmu kepandaian amat tinggi, sungguh membuat kami berempat menaruh hormat dan kagum serta amat berterima kasih sekali!” kata seorang di antara empat Perwira Sayap Garuda itu. “Bolehkah kami mengetahui nama Hohan yang gagah perkasa?”

Dengan suara merendah, Cin Hai berkata terus terang untuk mencoba dan melihat sikap mereka,

“Siauwte yang muda dan bodoh bernama Sie Cin Hai. Dan mungkin Cuwi-ciangkun akan ingat nama hamba apabila teringat akan peristiwa pembasmian keluarga Kwee-ciangkun!” sambil berkata demikian, Cin Hai memandang tajam.






Jelas sekali nampak betapa empat orang perwira itu terkejut sekali dan saling pandang kemudian mereka lalu mengangkat tangan memberi hormat, sedangkan pemimpin mereka yang tertua berkata,

“Ah, tidak tahunya Sie-taihiap yang menolong kami! Pantas saja demikian lihai! Sie-taihiap, kami juga semua Perwira Sayap Garuda, sudah tentu saja pernah mendengar nama Taihiap yang gagah perkasa, bahkan kaisar sendiri telah lama sekali mencari-cari Taihiap!”

Cin Hai benar-benar merasa tertegun dan heran melihat sikap mereka ini.
“Apa? Apakah kaisar mencari untuk menghukum aku yang telah pernah membunuh beberapa orang perwira jahat?”

“Ah, agaknya telah lama Sie-taihiap tidak ke kota raja hingga tidak tahu akan keadaan dan perubahan disana,” kata seorang diantara mereka dan kemudian mereka menceritakan hal yang amat menggembirakan hati Cin Hai.

Ternyata bahwa semenjak Beng Kong Hosiang yang menjadi pemimpin para perwira itu tewas di tangan Balutin dan para perwira tinggi yang jahat telah tewas pula, yang menggantikan dan memegang pucuk pimpinan adalah seorang panglima baru yang masih muda dan gagah perkasa bernama Kam Hong Sin.

Panglima Kam ini selaih gagah perkasa, juga berjiwa gagah dan tidak palsu seperti Beng Kong Hosiang dan perwira lain yang dulu memegang kekuasaan. Bahkan Panglima Kam ini mengindahkan kaum kang-ouw dan mempunyai pergaulan yang luas dengan orang-orang gagah hingga ia amat dihormati dan disegani.

Panglima ini pula yang menyadarkan pikiran kaisar hingga kaisar tidak lagi mempunyai pandangan buruk terhadap orang-orang kang-ouw. Dengan tangan besi Kam Hong Sin memilih Perwira-perwira Sayap Garuda dan mengadakan peraturan-peraturan keras dengan ancaman hukuman berat.

Sedikit saja seorang perwira melanggar, ia lalu dihukum dan dipecat dari kedudukannya. Oleh karena tindakan ini, maka banyak muncul perwira-perwira baru, pilihan Kam-ciangkun dan bahkan tidak sedikit orang-orang kang-ouw masuk menjadi Perwira Sayap Garuda!

“Karena inilah, Sie-taihiap, maka selain Kam-ciangkun sendiri, juga kaisar ingin bertemu dengan Taihiap. Sudah lama Kam-ciangkun mengagumi Taihiap dan lain-lain orang gagah dan mengharapkan untuk dapat bertemu serta berkenalan,” kata Perwira Sayap Garuda itu.

Tentu saja Cin Hai menjadi girang sekali mendengar tentang perubahan baik ini, dan tanpa diminta lagi ia lalu menyediakan tenaga untuk membantu mengusir para penyerbu dari Mongol.

Ketika ia bertanya tentang penyerbuan orang-orang Mongol ini, perwira itu menceritakan,

“Telah sebulan lebih tentara Mongol yang dipimpin oleh Yagali Khan menyerbu daerah Tiongkok dan raja muda ini memiliki banyak sekali pembantu-pembantu yang pandai, Balaki tadi adalah seorang di antara para jagonya itu maka kedudukannya kuat sekali. Kam-ciangkun lalu menggerakkan banyak tentara yang dipecah-pecah menjadi beberapa bagian dan mengadakan pengepungan kepada barisan induk dari tentara Mongol yang berkedudukan di sebelah dalam tembok besar, di daerah Tiang-lo-sia. Pasukan kami adalah sebagian dari barisan yang harus mengadakan pengepungan diri dari selatan, akan tetapi tak terduga-duga kami bertemu dengan barisan Balaki tadi hingga kalau saja tidak mendapat bantuan dari taihiap, tentu kami mendapat bencana besar.”

Kemudian Cin Hai mendengar betapa tentara kerajaan seringkali menderita kekalahan hingga ia menjadi penasaran dan mengambil keputusan untuk ikut ke Tiang-lo-sia membantu usaha para pasukan kerajaan mengusir musuh.

Tentu saja para perwira itu merasa girang sekali oleh karena dengan adanya pembantu yang lihai ini, banyak harapan usaha mereka akan berhasil dan kini mereka tak usah kuatir menderita kekalahan apabila bertemu di jalan dengan pasukan musuh.

Ketika pasukan dimana Cin Hai berada tiba di Tiang-lo-sia, di sebelah luar daerah kekuasaan Yagali Khan, mereka bertemu dengan pasukan-pasukan lain yang mengurung dari lain jurusan.

Pengepungan dilakukan dan tak lama kemudian berturut-turut pasukan-pasukan kerajaan datang dari segenap penjuru, dan daerah Tiang-lo-sia telah dikurung. Pimpinan serbuan ini adalah seorang perwira tinggi she Liang dan ia lalu mencari seorang untuk dijadikan utusan karena ia membawa surat dari kaisar yang ditujukan kepada Yagali Khan. Surat ini adalah bujukan halus yang juga mengandung ancaman agar supaya Yagali Khan suka menarik kembali pasukannya dan jangan melanggar tapal batas negara.

Ketika mendengar bahwa komandan pasukan-pasukan kerajaan mencari seorang utusan untuk mengantar surat kaisar, Cin Hai lalu mengajukan diri untuk melakukan tugas ini. Keempat perwira yang pernah ditolongnya dari serbuan Balaki menceritakan kepada Liang-ciangkun akan kegagahan dan jasa Cin Hai dan betapa pemuda ini telah mengalahkan Balaki dengan mudahnya. Liang-ciangkun menjadi kagum dan tanpa ragu-ragu lagi ia lalu memberikan tugas membawa surat itu kepada Cin Hai.

Yagali Khan dan para pembantunya sudah mendengar bahwa pihak tentara Han akan mengirim utusan yang membawa surat kaisar dan bahwa utusan ini adalah seorang pemuda yang pernah mengalahkan Balaki. Oleh karena ini, kedatangan Cin Hai yang tidak mau dikawal dan hanya datang seorang diri itu disambut oleh Panglima-panglima Mongol dan kemudian Cin Hai dibawa menghadap pada Yagali Khan.

Cin Hai kagum melihat keangkeran tempat itu, karena selain pengawal dan perajurit berbaris rapi dengan golok besar di tangan sambil berdiri tegak, juga para perwira yang menyambutnya rata-rata bertubuh tinggi besar dan kelihatan gagah sekali.

Dan ketika ia tiba di ruang dimana Yagali Khan duduk di atas sebuah kursi indah ia melihat bahwa di dekat raja muda ini duduk pula tiga orang panglima besar, seorang di antaranya bukan lain adalah Balaki sendiri! Orang ke dua adalah seorang tua berrambut putih panjang yang terurai di pundak sedangkan pakaiannya mengingatkan ia kepada Pangeran Vayami, jubah merah yang indah. Orang ke tiga pendek gemuk setengah tua, juga berpakaian merah hingga dapat diduga bahwa kedua orang ini tentulah pendeta-pendeta Sakia Buddha atau pendeta Agama Buddha Merah seperti halnya Pangeran Vayami.

Sikap ketiga orang yang duduk di dekat Yagali Khan ini nampak angker dan mereka tidak bergetar bagaikan patung. Akan tetapi dari mata mereka memancarkan sinar berapi ditujukan kepada Cin Hai yang masuk dengan tindakan kaki gagah dan tenang.

Melihat bahwa orang yang pernah mengalahkan Balaki adalah seorang pemuda yang usianya paling banyak dua puluh tahun, bukan main herannya Yagali Khan. Ia menyambut kedatangan Cin Hai dengan dingin dan tidak berdiri dari tempat duduknya, hanya berkata dengan suara nyaring dan dalam bahasa Han yang cukup fasih.

“Tuankah utusan kaisar?”

“Betul, Yagali Khan, akulah yang mendapat kehormatan untuk menjadi utusan kaisar,” jawab Cin Hai dengan tenang dan ia sama sekali tidak mau memberikan hormat karena melihat sikap mereka demikian dingin.

Dari saku bajunya ia mengeluarkan surat kaisar yang ditujukan kepada Raja Muda Yagali Khan dan memberikannya kepada raja muda Mongol itu. Baik Yagali Khan sendiri maupun ketiga panglima besar yang duduk di sampingnya, merasa penasaran dan heran atas sikap dingin dan keberanian Cin Hai.

“Anak muda, kau berani dan tinggi hati. Apakah ini terdorong oleh sifatmu yang sombong dan karena kau mengandalkan ilmu kepandaianmu?” tanya pula Yagali Khan sambil menerima surat itu.

“Tidak demikian, Yagali Khan. Aku adalah seorang utusan dan pada saat ini aku boleh dibilang sebagai wakil kaisar yang memerintahkan datang memberikan surat dan mengadakan perundingan dengan kau. Maka sesuai pula dengan kebesaran kaisar negaraku, aku pun tidak boleh merendahkan diri di hadapan seorang raja muda asing, apa lagi karena aku berada di atas tanah sendiri sedangkan kau dan barisanmu merupakan tamu-tamu belaka.”

Jawaban ini diucapkan dengan tenang dan tabah hingga Yagali Khan merasa makin heran dan kagum.






Tidak ada komentar :