*

*

Ads

Minggu, 02 Juni 2019

Pendekar Bodoh Jilid 116

Pendeknya, Ma Hoa dan Kwee An melakukan perjalanan dengan hati penuh kebahagiaan dan kegembiraan. Apalagi mereka melakukan perjalanan ke daerah-daerah yang belum pernah mereka kunjungi hingga pemandangan yang ganjil di daerah itu menambah kegembiraan mereka.

Suatu hari di tapal batas daerah Sui-yuan, ketika mereka sedang berjalan cepat melalui sebuah daerah yang berbukit, tiba-tiba mereka mendengar seruan seperti yang biasanya dikeluarkan oleh orang yang sedang berkelahi. Mereka menjadi tertarik dan segera berlari menuju ke arah suara itu. Ketika mereka tiba di sebuah tikungan, mereka melihat dua orang sedang bertempur dengan luar biasa hebatnya.

Ketika mereka telah tiba agak dekat, tiba-tiba Ma Hoa memegang lengan tangan Kwee An dan pemuda ini merasa betapa jari-jari tangan Ma Hoa menggigil. Ia segera memandang wajah kekasihnya yang tiba-tiba berhenti itu, dan melihat betapa wajah Ma Hoa menjadi pucat.

Sepasang mata gadis itu memandang ke arah orang-orang yang sedang bertempur dengan terbelalak penuh keheranan dan nampaknya terkejut sekali bagaikan melihat setan di tengah hari! Kwee An segera memandang dan memperhatikan dua orang yang bertempur itu tiba-tiba ia pun memandang dengan mulut celangap.

Ma Hoa menggosok-gosok kedua matanya dan bibirnya bergerak mengeluarkan bisikan,

“Koko… apakah kau juga melihat apa yang kulihat?”

Kwee An hanya berkata perlahan,
“Heran…. heran….. bukankah nona yang berpedang itu benar-benar dia ?”

“Siapa lagi ? Biarpun lupa akan wajah dan bentuk badannya, aku takkan melupakan gerakan dan ilmu silatnya. Dia benar-benar Enci Im Giok!”

“Mari kita membantunya!?” kata Kwee An, akan tetapi Ma Hoa menjawab,

“Jangan dulu! Enci Im Giok paling tidak suka dibantu apabila keadaannya tidak terdesak. Lihat, dia sedang mendesak lawannya, dan dua orang pendeta yang menonton itu. Mereka entah kawan atau lawan. Baiknya kita menonton sambil bersembunyi, melihat gelagat.”

Keduanya lalu mengintai dari balik pohon. Ternyata bahwa yang bertempur itu adalah seorang nenek tua yang mengerikan. Tubuhnya bongkok karena punggungnya tinggi dan disitu terdapat daging yang menonjol, merupakan punggung onta, rambutnya digelung dan diikat dengan saputangan bersulam yang kecil. Telinganya memakai anting-anting yang besar melingkar.

Nenek itu sedang bertempur dengan tangan kosong menghadapi seorang dara jelita berpakaian merah yang memegang pedang. Nona ini cantik sekali dan sekali pandang saja orang yang telah pernah melihatnya tak akan ragu-ragu lagi bahwa dia ini bukan lain ialah Ang I Niocu!

Kalau gerakan Ang I Niocu indah menarik dan gesit sekali hingga nampaknya seperti tengah menari dengan pedangnya, gerakan nenek itu tidak kalah hebatnya. Tubuh nenek itu berlompatan ke atas sambil menyerang dengan cengkeraman-cengkeraman tangan yang jari-jarinya ditekuk bagaikan cakar burung garuda!

Di dekat tempat pertempuran itu, dua orang kakek berdiri menonton dengan tertarik. Seorang diantara mereka bertubuh tinggi besar, berjubah hitam panjang dan kepalanya ditutup dengan sebuah sorban. Kakek ke dua adalah seorang tosu yang mukanya penuh cambang bauk.

Pada saat itu, Ang I Niocu sedang mendesak hebat dengan ilmu pedangnya. Kalau gerakan nenek itu boleh diumpamakan sebagai seekor garuda yang ganas menyambar-nyambar korbannya, Ang I Niocu merupakan seekor burung merah yang indah dan luar biasa gesitnya.

Nenek itu ternyata selain memiliki ginkang yang tinggi dan sempurna, juga memiliki tenaga dalam yang hebat karena selain serangan mencengkeram yang mirip dengan Ilmu Silat Eng-jiauw-kang dari ahli silat Tiongkok Selatan, juga kadang-kadang ia mengirim pukulan-pukulan yang anginnya saja membuat rambut Ang I Niocu berkibar dan awut-awutan!

Akan tetapi, pedang Ang I Niocu amat lihainya, sinar pedangnya dapat mendesak terus hingga nenek itu terpaksa berkelahi sambil mundur. Ketika nenek itu mundur dan melompat ke atas sebuah batu karang, Ang I Niocu membabat dengan pedangnya ke arah kaki lawannya dengan gerakan Bidadari Menyebar Bunga hingga hampir saja kaki nenek itu terbabat.

Akan tetapi, dengan cepat sekali nenek itu melompat ke atas sambil mengeluarkan teriakan keras, dan ketika tubuhnya masih berada di atas, tiba-tiba kedua tangannya digerakkan dan berhamburanlah hancuran batu menyerang ke arah Ang I Niocu!

Ternyata bahwa ketika nenek itu meloncat ke atas batu karang, kedua tangannya mencengkeram batu karang hingga hancur di dalam kedua tangannya dan kini ia menggunakan hancuran batu karang itu untuk menyerang Ang I Niocu! Hancuran batu karang yang menjadi kerikil kecil-kecil ini tidak boleh dipandang ringan, oleh karena tenaga lemparannya yang disertai tenaga khikang ini membuat batu-batu kecil itu dapat menembus kulit dan daging, dan setiap potongan kecil merupakan sebuah senjata rahasia yang lihai!

Akan tetapi Ang I Niocu yang berkepandaian tinggi tidak gentar menghadapi serangan hebat ini. Dengan tenang ia lalu memutar pedangnya hingga tubuhnya seakan-akan terlindung oleh dinding baja dan semua potongan batu kecil itu dapat terpukul jatuh.

Kembali mereka bertempur seru, masing-masing mengeluarkan ilmu kepandaian yang paling tinggi. Biarpun Ang I Niocu selalu mendesak, namun agaknya tidak mudah menjatuhkan nenek yang lihai itu.

Sebelum kita maju lebih lanjut dengan cerita ini, sebaiknya kita mengikuti dulu pengalaman Ang I Niocu semenjak ia berada di Pulau Kim-san-to, oleh karena pembaca tentu merasa heran bagaimana Ang I Niocu bisa muncul disini sedangkan dulu ia berada di Pulau Kim-san-to ketika pulau itu terbakar dan meledak? Baiklah kita mundur sejenak agar selanjutnya cerita ini dapat diikuti dengan lancar.

**** 116 ****





Tidak ada komentar :