*

*

Ads

Selasa, 04 Juni 2019

Pendekar Bodoh Jilid 117

Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Ang I Niocu mendahului Cin Hai untuk pergi ke Pulau Kim-san-to mencari Lin Lin. Dengan nekat Gadis Baju Merah itu naik ke atas puncak untuk mencari Lin Lin, akan tetapi bukan Lin Lin yang ia jumpai, bahkan ia melihat pemandangan yang amat mengerikan, yaitu seluruh danau di bukit itu terbakar merupakan neraka yang dahsyat.

Ia melihat bayangan Vayami bagaikan sedang meiambai-lambai memanggilnya dari tengah lautan api itu, maka dengan hati ngeri sekali Ang I Niocu mencari-cari Lin Lin, berlari ke sana ke mari dan suaranya sampai serak karena terus-menerus ia memanggil,

“Lin Lin…. Lin Lin….! Dimana kau…?”

Ketika ia sedang berlari menubruk sana menubruk sini memanggil-manggil Lin Lin seperti orang gila, tiba-tiba sebuah letusan hebat terdengar dan daya tenaga raksasa yang keluar dari ledakan itu membuat tubuh Ang I Niocu terlempar ke atas udara. Biarpun semangat Ang I Niocu seakan-akan terbang keluar dari tubuhnya karena kehebatan ledakan itu, namun ia masih sempat berteriak lagi memanggil,

“Lin Lin…. Lin Lin…. Hai-ji…. ”

Kemudian pingsan selagi tubuhhya masih melayang di udara! Memang mati atau hidup seseorang berada sepenuhnya dalam kekuasaan dan tangan Yang Maha kuasa. Kalau Tuhan menghendaki, seorang yang telah berada di mulut harimau masih akan dapat tertolong dan hidup, sedangkan seorang segar bugar dapat tiba-tiba mati. Hal ini harus diakui oleh semua orang karena banyak terjadi bukti-bukti akan kekuasaan yang besar ini. Tidak ada hal yang tidak mungkin terjadi dalam tangan Tuhan!

Demikianpun dengan nasib Ang I Niocu. Agaknya Tuhan belum menghendaki dia terbebas dari hidup di dunia, maka tubuhnya terlempar ke udara tanpa terluka. Hal ini memang tidak begitu aneh oleh karena dapat diketahui sebab-sebabnya.

Kalau sekiranya Ang I Niocu tidak berada terlalu dekat dengan bukit yang meledak itu, seperti halnya para tentara Turki dan tentara kerajaan yang terbasmi habis seluruhnya, tentu Dara Baju Merah itupun akan tewas juga, termakan oleh api dan minyak panas.

Akan tetapi ketika ledakan terjadi, tubuh Ang I Niocu berada dekat sekali hingga sebelum api dapat membakar tubuhnya, hawa ledakan yang luar biasa kerasnya itu telah membuat tubuhnya terlempar ke udara! Karena hebatnya tekanan ledakan itu, pakaiannya yang merah sampai terobek ke sana ke mari dan potongannya terlempar lalu melayang-layang terbawa angin yang didatangkan oleh ledakan hingga sepotong dari pakaian ini kemudian ditemukan oleh Cin Hai di atas laut.

Biarpun pada saat ia terlempar ke udara, Ang I Niocu terhindar dari bahaya api yang mengamuk, akan tetapi ia masih belum terlepas dari bahaya maut sama sekali, oleh karena ia telah menjadi pingsan dan kalau ia jatuh kembali, maka tubuhnya tentu akan hancur dan dimakan api! Namun, memang Tuhan belum menghendaki kematiannya maka kembali Yang Maha Kuasa memperlihatkan kekuasaanNya lagi.

Diantara semua mahluk hidup yang berada di atas Pulau Kim-san-to ketika ledakan terjadi, selain Ang I Niocu yang selamat, masih ada lagi yang lain, yaitu Sin-kim-tiauw atau rajawali sakti berbulu emas.

Kebetulan sekali pada waktu ledakan terjadi, burung rajawali ini sedang terbang tinggi di atas pulau karena ia merasa terkejut melihat sekian banyak orang sedang berperang di atas pulaunya yang biasanya sunyi dan tenteram itu. Ia terbang berputar-putar di atas sambil berteriak-teriak marah, karena perasaannya memberitahukannya bahwa orang-orang yang demikian banyaknya itu bukanlah orang baik-baik. Ia hendak mengamuk dan menyerang, akan tetapi tidak berani dan merasa takut menghadapi sekian banyaknya orang, maka kini ia hanya terbang tinggi sambil memekik-mekik marah.

Ketika terjadi ledakan, Sin-kim- tiauw terkejut sekali dan sambil menyambar-nyambar ke bawah dengan marah, ia menjadi bingung dan takut melihat api berkobar hebat membakar pulaunya. Kemudian, tiba-tiba ia melihat tubuh seorang yang berpakaian merah melayang ke udara dengan kecepatan luar biasa.

Tadinya burung itu merasa terkejut dan takut, oleh karena belum pernah ia melihat orang yang dapat terbang! Tentu ilmu kepandaiannya lihai sekali, pikirnya. Maka ia hanya terbang mengelilingi dan tidak berani menyerang, sungguhpun ia merasa marah sekali.

Akan tetapi, ketika Ang I Niocu menjadi pingsan dan tubuhnya menjadi lemas terkulai dan tubuh itu mulai melayang lagi jatuh ke bawah, Sin-kim-tiauw lalu menyambar dan mencengkeramnya.

Perlu diketahui bahwa Sin-kim-tiauw bukanlah burung liar sembarangan saja, akan tetapi adalah burung peliharaan yang telah dilatih oleh Bu Pun Su dan adik seperguruannya Han Le, hingga burung ini telah dapat membawa apa saja dalam cengkeramannya tanpa melukai.






Maka ketika ia mencengkeram tubuh Ang I Niocu yang pingsan, ia tidak melukai tubuh itu, hanya membawanya terbang menuju ke timur dengan cepat sambil berteriak-teriak girang seperti biasa kalau ia menang berkelahi!

Burung rajawali yang besar itu membawa tubuh Ang I Niocu terus ke timur lalu membelok ka arah tenggara, dan selama itu Ang I Niocu masih saja pingsan tak sadarkan diri karena ledakan hebat itu benar-benar telah mengguncang jantungnya sedangkan perasaan kuatir dan takut membuat semangatnva seakan-akan terbang meninggalkan tubuhnya.

Burung rajawali itu terbang terus dan setelah berputar-putar tinggi di atas pulau yang banyak terdapat di permukaan Laut Tiongkok, lalu menyambar turun ke atas sebuah pulau kecil yang penuh dengan pohon-pohon hijau. Ketika ia telah terbang rendah di alas pulau itu, tiba-tiba terdengar suara orang bersuit keras dan Sin-kim-tiauw segera terbang ke arah suara suitan itu.

“Eh, Kim-tiauw, siapakah yang kau bawa itu?” tiba-tiba terdengar bentakan halus dan seorang laki-laki keluar dari sebuah gua memandang kepada Kim-tiauw yang terbang rendah itu. “Lepaskan dia!” teriaknya dan Sin-kim-tiauw dengan taat lalu melepaskan tubuh Ang I Niocu dari cengkeraman kakinya.

Tubuh Dara Baju Merah itu melayang ke bawah dan dengan gerakan cepat, laki-laki itu lalu menyambut tubuhnya. Merahlah muka laki-laki itu melihat betapa Ang I Niocu hampir tak berpakaian lagi karena pakaiannya yang merah telah robek di sana-sini oleh hawa ledakan tadi!

Cepat-cepat laki-laki itu menanggalkan mantelnya menyelimuti tubuh yang segera dibawanya masuk ke dalam gua dan diletakkannya di atas tanah yang bertilamkan rumput-rumput kering. Dengan hati-hati laki-laki itu lalu memeriksa nadi pergelangan tangan Ang I Niocu lalu ia menarik napas lega.

Dari sudut gua ia mengambil bungkusan pakaiannya dan mengeluarkan sebuah kulit buah labu yang telah dikeringkan dan yang digunakan sebagai tempat air. Ternyata bahwa isinya bukanlah air biasa, akan tetapi sari buah-buahan yang mengandung khasiat menguatkan tubuh dan mendatangkan ketenangan pada hati.

Dengari hati- hati, ia lalu membuka bibir dan mulut Ang I Niocu dengan tangan kanan dan menuangkan sedikit isi tempat air itu ke dalam mulut gadis itu. Kemudian, setelah menyimpan tempat air ke dalam bungkusannya kembali, ia lalu berdiri memandang wajah dara itu dengan penuh perhatian lalu menarik napas panjang dan keluar dari gua.
Burung rajawali melihat kedatangannya, lalu berjalan menghampiri sambil mengeluarkan keluhan panjang.

“Sin-kim-tiauw, dari manakah kau datang dan siapakah gadis itu? Aku mendengar suara ledakan keras dari arah Pulau Kim-san-to dan melihat api berkobar-kobar. Heran sekali, apakah yang telah terjadi?”

Kim-tiauw itu mengeluarkan keluhan keras dan aneh, lalu mengembangkan sayapnya dan memukul-mukul tanah, seakan-akan hendak menceritakan peristiwa hebat yang menimpa pulaunya, akan tetapi tentu saja laki-laki itu tidak mengerti sama sekali, hanya dia dapat menyangka bahwa tentu telah terjadi hal yang aneh sekali, karena tidak biasa Sin-kim-tiauw berlaku seaneh ini.

Siapakah laki-laki yang tinggal seorang diri di sebuah pulau kecil yang asing dan tiada berkawan ini? Ia adalah seorang laki-laki yang berwajah cukup tampan, berkening lebar dan sinar matanya tajam berkilat. Tubuhnya tegap dan sedang, dan usianya paling banyak tiga puluh lima tahun.

Pakaiannya terbuat dari pada bahan kasar berwarna biru dan sebilah pedang tergantung di pinggangnya. Orang ini sebetulnya adalah seorang pendekar silat yang mengasingkan diri, seorang berilmu tinggi yang patah hati oleh karena kecewa melihat keadaan dunia yang penuh kepalsuan.

Dulu ia tinggal di atas Pulau Kim-san-to, ikut belajar silat kepada suhunya yang bukan lain ialah Han Le atau sute dari Bu Pun Su! Mereka tinggal bertiga dengan seorang sutenya, karena Han Le mempunyai dua orang murid, yaitu laki-laki ini yang bernama Lie Kong Sian, dan seorang pemuda bernama Song Kun.

Baik Lie Kong Sian maupun Song Kun, keduanya adalah anak-anak yatim piatu yang menjadi korban keganasan tentara Mongol. Ayah bunda mereka telah tewas ketika tentara Mongol menyerbu dusun-dusun dan mereka berdua mendapat pertolongan dari Han Le yang lalu membawa mereka ke atas Pulau Kim-san-to dan mengangkat mereka menjadi murid.

Biarpun Lie Kong Sian mempunyai bakat baik sekali hingga ia dapat mewarisi kepandaian suhunya, namun ia masih kalah apabila dibandingkan dengan Song Kun yang memiliki bakat luar biasa sekali. Bahkan Han Le sendiri pernah berkata kepada Lie Kong Sian yang dipercaya penuh dan disayangi seperti anak sendiri,

“Muridku, kau lihat saja, Song Kun kelak akan memiliki ilmu kepandaian yang jarang mendapat tandingan oleh karena anak itu memiliki tulang dan bakat yang luar biasa. Dalam hal ilmu silat, bakat mempunyai pengaruh hebat sekali oleh karena biarpun ilmu silat yang dipelajarinya sama dengan yang kau pelajari, akan tetapi bakatnya dapat membuat ilmu silatnya menjadi lebih lihai dan hebat, karena mendapat tambahan sendiri oleh bakatnya yang baik. Akan tetapi ia masih amat muda, muridku, dan apabila aku telah tidak ada lagi di dunia ini, kaulah yang harus menjadi wakilku untuk menuntunnya ke arah jalan benar.”

Bertahun-tahun kedua orang murid ini digembleng oleh Han Le di atas Pulau Kim-san-to, kemudian Han Le mengajak kedua orang muridnya itu berkelana untuk mencari pengalaman di dunia ramai. Dan hal inilah yang kemudian membuat Song Kun berubah. Kelihatanlah watak aslinya ketika pemuda ini melihat benda-benda berharga dan hal- hal yang terjadi di dunia ramai. Ia mulai menjadi sesat dan pengaruh-pengaruh buruk menguasai hatinya. Sebuah diantara wataknya yang buruk ialah kesukaannya akan wanita cantik.

Baik Han Le maupun Lie Kong Sian mengetahui hal ini, maka setelah berkelana selama dua tahun, Han Le lalu mengajak Song Kun kembali ke Pulau Kim-san-to dan menyuruh Lie Kong Sian mengembara seorang diri untuk meluaskan pengalaman dan menjalankan pekerjaan sebagai seorang pendekar yang harus menolong sesama hidup yang menderita kesukaran.

Diam-diam Song Kun merasa mendongkol sekali kepada suhunya, akan tetapi ia tidak berani menyatakan dengan terus terang, bahkan ia lalu dengan cerdiknya merubah sikap menjadi penurut dan berbakti sekali. Ia melayani suhunya dengan amat baiknya, bahkan ketika Bu Pun Su datang berkunjung ke pulau itu, ia dapat pula menipu kakek jembel ini hingga Bu Pun Su juga salah sangka dan memuji murid adik seperguruannya ini, lalu menurunkan semacam kepandaian ilmu silat kepada Song Kun.

Di atas pulau itu, selain Song Kun dan gurunya, telah ada tiga ekor binatang sakti yang dulu dipelihara oleh Bu Pun Su, yaitu Merak Sakti, Rajawali Emas dan Harimau Bertanduk. Ketika dulu Bu Pun Su bertapa di pulau itu, ia memelihara ketiga ekor binatang ini dan kemudian meninggalkannya kepada Han Le yang tetap berdiam di pulau itu.

Selama Lie Kong sian pergi merantau, Song Kun dapat menipu suhunya dan membujuk hingga Han Le lalu memberi pelajaran ilmu silat yang lebih tinggi lagi. Dan pada suatu hari, tanpa memberi tahu kepada suhunya, Song Kun minggat dari pulau itu! Han Le terkejut sekali dan mulailah ia merasa sedih dan jatuh sakit berat di atas pulau itu.

Kebetulan sekali Lie Kong Sian datang ke Pulau Kim-san-to untuk mengunjungi suhunya dan sutenya. Alangkah terkejutnya ketika ia melihat suhunya dalam keadaan sakit berat. Cepat-cepat ia menolong dan merawatnya, akan tetapi terlambat. Agaknya memang sudah menjadi takdir Han Le untuk meninggalkan dunia ini di pulau itu! Sebelum ia menutup mata, ia meninggalkan pesan kepada Lie Kong Sian.

“Muridku, kalau aku telah mati, kuburkanlah mayatku dalam gua ini, dan juga pedangku ini harus ikut di tanam pula, kemudian kau pergilah mencari sutemu Song Kun. Selidikilah keadaannya karena aku kuatir sekali kalau-kalau ia mencemarkan namaku dengan perbuatan rendah. Akan tetapi, kau berhati-hatilah menghadapinya, Kong Sian, karena ilmu silatnya hampir sempurna. Kalau kau perlu bantuan, kau carilah supekmu Bu Pun Su untuk membantu menangkapnya. Selain supekmu Bu Pun Su, kukira tidak ada orang lain yang akan dapat melawannya!”

Tak lama kemudian, setelah Lie Kong Sian memenuhi pesanan suhunya yang telah meninggal, yaitu mengubur jenezah suhunya berikut pedangnya di dalam gua yang penuh pasir itu, lalu ia meninggalkan Pulau Kim-san-to. Ketiga ekor binatang sakti masih berdiam di pulau itu dengan sedih dan kesunyian.






Tidak ada komentar :