*

*

Ads

Rabu, 05 Juni 2019

Pendekar Bodoh Jilid 122

Sebaliknya, biarpun ilmu pedang yang dimiliki Kwee An juga bukan ilmu pedang sembarangan, yaitu ilmu pedang Kim-san-pai warisan suhunya yang pertama, yaitu Eng Yang Cu, dan Ilmu Pedang Hai-liong-kiam-sut warisan Nelayan Cengeng, akan tetapi sepasang roda di tangan tosu yang menjadi lawannya itu benar-benar luar biasa. Beberapa kali pemuda ini hampir saja menjadi korban pukulan roda, untung ia masih dapat mengelak sambil mengeluarkan ilmu silat yang ia pelajari dari Hek Mo-ko, hingga Lok Kun Tojin merasa kagum.

Jarang sekali tosu ini mendapat lawan yang dapat mengimbangi ilmu kepandaiannya dan sekarang, baru saja ia turun gunung dan bertemu dengan musuh-musuh sahabatnya, ia telah bertemu dengan seorang pemuda yang dapat bertahan melawannya sampai hampir seratus jurus!

Kwee An maklum bahwa apabila dilanjutkan, ia takkan menang dan juga kedua orang kawannya belum tentu akan dapat menang pula, maka ketika ia melihat rajawali terbang pergi, ia mendapat akal dan berkata,

“Bagus, Sin-kim-tiauw tentu akan memanggil Suhumu!”

Benar saja, ucapan ini membuat ketiga orang tua itu merasa kaget dan kuatir, baru murid-muridnya saja sudah begini lihai, apalagi kalau suhunya yang datang! Maka, nenek bongkok itu berkata,

“Jiwi bengyu, mari kita pergi! Kita jumpai Hai Kong lebih dulu, lain kali mudah untuk mengambil nyawa ketiga tikus kecil itu!”

Ketiga orang tua itu lalu melompat pergi dan segera lari secepatnya meninggalkan tempat itu. Ang I Niocu yang mempunyai watak tidak mau kalah itu merasa penasaran dan kecewa, maka ia menegur Kwee An,

”Kongcu, mengapa kau menggunakan akal mengusir mereka?”

“Mereka itu sebetulnya tidak mempunyai permusuhan apa-apa dengan kita, untuk apa berkelahi mati-matian?” kata Kwee An sambil menarik napas lega.

“Akan tetapi, Sin-kim-tiauw telah dilukainya!” kata Ang I Niocu.

“Belum tentu kim-tiauw itu terluka, karena kalau benar terluka, bagaimana ia bisa terbang begitu tinggi dan cepat?” Ma Hoa membela kekasihnya. “Enci Im Giok, mereka itu lihai sekali. Sudahlah jangan membicarakan mereka pula yang perlu sekarang kau ceritakanlah pengalamanmu. Kami semua, terutama Cin Hai dan Lin Lin, merasa berduka sekali, karena menyangka bahwa kau tentu sudah meninggal di atas Pulau Kim-san-to yang terbakar hebat dan meledak itu.”

Sambil berkata demikian, Ma Hoa lalu memegang tangan Ang I Niocu dan ketiganya lalu duduk di bawah sebatang pohon untuk beristirahat dan bercakap-cakap.

Mendengar disebutnya nama Cin Hai dan Lin Lin, lenyaplah rasa kecewa dari wajah Ang I Niocu yang cantik, dan sekarang wajahnya berseri gembira.

“Apa katamu? Lin Lin dan Cin Hai, apakah benar-benar mereka itu selamat dan sudah saling bertemu?”

Ma Hoa lalu menuturkan pengalaman-pengalamannya dan menuturkan segala peristiwa yang terjadi semenjak mereka berpisah juga pengalamannya sendiri ketika terjatuh dari atas tebing bersama Kwee An.

Mendengar itu, Ang I Niocu mengucap syukur karena kawan-kawan baiknya telah terhindar dari bahaya maut, akan tetapi ketika mendengar betapa kini kedua orang muda itu tidak tahu bagaimana nasib Lin Lin dan Yousuf yang dikejar-kejar orang-orang Turki, dimana pula adanya Cin Hai, ia menghela napas dan berkata,

“Ah, sungguh kasihan sekali Lin Lin dan Cin Hai. Baru saja bertemu, sudah harus berpisah pula. Sekarang kita harus mencari mereka sampai dapat.”

“Memang kami berdua pun sedang mencari jejak mereka, Niocu.” kata Kwee An. “Yang mengejar Lin Lin dan Yo-siokhu adalah orang-orang Turki, maka ketika mendengar bahwa di daerah Kansu banyak terdapat orang-orang Turki, kami lalu menuju ke barat untuk menyelidiki disana. Tidak tahunya kebetulan sekali kita saling bertemu disini.”

“Sayang sekali Sin-kim-tiauw telah terbang pergi, entah dimana ia sekarang berada,” kata Ang I Niocu.

Tentu saja ketiga orang muda ini tidak tahu bahwa Rajawali Sakti itu telah bertemu dengan Bu Pun Su hingga tertolong jiwanya, karena kakek jembel ini yang melihat Sin-kim-tiauw terbang tinggi di udara, lalu mengerahkan tenaga khikangnya memanggil, kemudian ia mengobati luka di dada burung sakti itu yang selanjutnya mengikuti kakek jembel itu.

Setelah menanti sampai senja, burung itu tidak juga kembali, Ang I Niocu, Kwee An, dan Ma Hoa lalu melanjutkan perjalanan mencari Lin Lin ke arah barat. Tujuan mereka adalah Propinsi Kansu sebelah barat.

**** 122 ****





Tidak ada komentar :