*

*

Ads

Selasa, 25 Juni 2019

Pendekar Bodoh Jilid 166

Wi Wi Toanio tersenyum dan ia pun ingin menguji kekuatan sumpitnya yang hendak digunakan dalam pertandingan ini, maka ia mengetuk-ngetuk ujung meja dengan perlahan dan hancurlah ujung meja itu berhamburan ke bawah.

Hai Kong Hosiang tidak mau kalah. Ia menggunakan sepasang sumpitnya seperti dua batang pensil dan menggurat-guratkan ujungnya pada permukaan meja. Nampaklah guratan-guratan yang dalam di permukaan meja itu, bagaikan tanah lempung digurat-gurat dengan pisau tajam saja.

Orang-orang yang melihat demonstrasi lweekang dari tiga orang itu bersorak memuji, dan Ang I Niocu sendiri diam-diam merasa kagum melihat pengerahan tenaga lweekang yang tidak boleh dianggap ringan itu.

Menurut kebiasaan sebagaimana dituturkan oleh Kam Hong Sin, maka oleh karena pengikut pertandingan itu ada tiga orang, lalu dilakukan undian untuk menentukan siapa yang harus bertanding lebih dulu. Pemenang pertandingan pertama ini lalu akan berhadapan dengan orang ke tiga untuk menentukan juara dan jabatan ketua.

Ketika undian dilakukan, ternyata bahwa yang mendapat giliran pertama adalah Kam Hong Sin dan Wi Wi Toanio. Mereka tersenyum dan duduk berhadapan dengan tangan menjepit sumpit masing-masing.

“Ciangkun, silakan kau mulai lebih dulu, oleh karena kau yang lebih tahu tentang cara pertandingan ini.”

Kam Hong Sin mengangguk dan berseru,
“Toanio, jagalah sumpitmu!”

Sambil berkata demikian, sepasang sumpit Kam Hong Sin digerakkan dengan terbuka bagaikan sepasang patuk burung, hendak menjepit di tangan Wi Wi Toanio. Nenek tua ini tidak mengelak karena ia hendak mengukur sampai dimana kehebatan tenaga lawan. Ia membiarkan sepasang sumpitnya terjepit dan tenyata bahwa sepasang sumpitnya itu terjepit kuat bagaikan terjepit oleh catut besi saja.

Kini adu tenaga dimulai. Kam Hong Sin mengerahkan tenaga untuk memutar sumpit lawannya agar terlepas dari pegangan, akan tetapi ia merasa betapa sumpit itu dipegang dengan kendur dan tenaga lweekangnya tak berdaya menghadapi tenaga halus yang meruntuhkan gerakannya dengan menyerah, akan tetapi yang mengandung kekuatan yang luar biasa besarnya hingga ketika ia mencoba untuk memutarnya, sepasang sumpit lawan itu bergerak sedikit pun tidak.

“Ciangkun, kau sudah terlalu lama menjepit!” kata Wi Wi Toanio yang sambil tersenyum dan hal ini mengherankan Kam Hong Sin oleh karena dalam pengerahan tenaga khikang, mengucapkan kata-kata merupakan pantangan.

Ia membarengi pada saat Wi Wi Toanio membuka mulut, lalu membetot keras untuk menarik sumpit lawan supaya terlepas, akan tetapi alangkah terkejutnya ketika tiba-tiba sumpit lawan itu demikian licin hingga jepitannya terlepas.

Kini Wi Wi Toanio yang menggerakkan sumpitnya dan ketika sumpitnya telah terjepit sepasang sumpit Kam Hong Sin, nenek itu tiba-tiba membuat gerakan mendorong, bukan membetot. Ini adalah gerakan yang licin dan penuh perhitungan, karena pada saat itu Kam Hong Sin memang sedang mengerahkan tenaga untuk menahan sumpitnya, maka tentu saja ketika tiba-tiba didorong, tangannya menjadi terdorong dan sumpitnya hampir terlepas. Pada saat ia mempertahankan diri dan merobah tenaganya dari menarik menjadi mendorong untuk melawan tenaga dorongan lawan, tiba-tiba Wi Wi Toanio secara tak terduga-duga membetot sekerasnya sambil berseru,

“Lepas!”

Hal ini benar-benar tak pernah diduganya, maka Kam Hong Sin tak dapat mempertahankan sumpitnya lagi dan sungguhpun ia masih dapat mempertahankan sebatang yang lain telah kena dibetot terlepas! Kam Hong Sin bangun berdiri dan menjura di depan Wi Wi Toanio mengaku kalah sedangkan para hadirin bertepuk tangan memuji.

Hai Kong Hosiang tertawa terbahak-bahak.
“Permainan bagus! Selain tenaga dan keuletan, di dalam permainan ini juga diperlukan kecepatan dan kelincahan, ditambah otak yang cerdik! Aku yang bodoh mana dapat melawan Toanio?”

Akan tetapi sambil berkata demikian, ia lalu duduk menghadapi Wi Wi Toanio, menggantikan tempat Kam Hong Sin yang sudah kalah.

“Seranglah, Hai Kong!” kata Wi Wi Toanio menantang.






“Tidak, kau saja yang menyerang, aku hendak mempertahankan diri saja,” jawab Hai Kong Hosiang yang cerdik.

Hwesio ini terkenal cerdik dan banyak tipu muslihatnya, maka Wi Wi Toanio berlaku hati-hati. Nenek ini ingin benar-benar diangkat menjadi ketua, karena hal ini akan menguntungkannya. Kalau ia yang menjadi pemimpin, maka ia mendapat kesempatan lebih banyak untuk membalas dendamnya kepada Bu Pun Su. Ia maklum bahwa dalam hal tenaga lweekang dan ilmu silat, mungkin tingkatnya masih lebih tinggi dari Hai Kong Hosiang, akan tetapi dalam hal kecerdikan, ia sering mengagumi hwesio ini.

Wi Wi Toanio segera menyergap dengan sumpitnya untuk menjepit kedua sumpit Hai Kong Hosiang, akan tetapit tiba-tiba hwesio ini membuka mulut sumpitnya dan kini sumpit-sumpit itu menjadi saling jepit!

Sepasang sumpit Wi Wi Toanio menjepit sumpit Hai Kong Hosiang sebelah bawah sedangkan sepasang sumpit Hai Kong Hosiang menjepit sumpit Wi Wi Toanio sebelah atas, bagaikan mulut dua ekor jangkerik sedang saling gigit dalam perkelahian yang sengit!

Tak terdengar sedikit pun suara diantara penonton yang memandangnya saking tegangnya pertandingan itu. Kini Wi Wi Toanio maklum bahwa Hai Kong Hosiang yang cerdik tidak mau mengadu kecepatan, maka ia sengaja menjepit sebuah sumpit lawan dan membiarkan sumpitnya yang sebatang terjepit pula hingga dalam keadaah demikian, terpaksa mereka harus mengandalkan tenaga belaka.

Masing-masing tidak mau mengalah, dan dua pasang sumpit itu sampai tergetar saking serunya pertemuan tenaga mereka yang disalurkan kepada sepasang sumpit masing-masing!

Sebentar sumpit terputar ke kanan, sebentar ke kiri, akan tetapi keduanya sama kuat hingga empat batang sumpit itu seakan-akan telah tumbuh menjadi satu! Dari getaran-getaran yang menyerang ke jari-jari tangannya, Hai Kong Hosiang maklum akan kehebatan tenaga lweekang Wi Wi Toanio, akan tetapi nenek tua itu pun merasa betapa sepasang sumpit di tangan Hai Kong Hosiang demikian kokoh kuatnya bagaikan dua bukit karang yang sukar dirobohkan!

Lama sekali adu tenaga ini berlangsung dan pada jidat Hai Kong Hosiang telah nampak keringat keluar membasahi jidatnya, sedangkan Wi Wi Toanio juga mulai nampak pucat! Kam Hong Sin berdiri dengan mata terpentang lebar karena baru kali ini ia menyaksikan pertandingan sumpit yang demikian seru dan hebatnya.

Tiba-tiba Wi Wi berseru keras sekali dan ia telah mengerahkan seluruh tenaganya. Hai Kong mencoba untuk bertahan, akan tetapi tiba-tiba “krek!” terdengar suara keras dan tiga batang sumpit telah patah, yaitu dua batang sumpit Hai Kong Hosiang dan sebatang sumpit Wi Wi Toanio! Hal ini menunjukkan bahwa lweekang Wi Wi Toanio masih menang setingkat!

Hai Kong Hosiang menghapus keringatnya dan tertawa.
“Sudah kukatakan bahwa aku takkan bisa menang menghadapi Wi Wi Toanio yang tangguh! Akan tetapi, kita semua enak-enak mengadu kepandaian hingga melupakan orang yang mengintai dari luar!”

Ang I Niocu merasa terkejut sekali dan serba salah. Terang bahwa mata Hai Kong Hosiang yang tinggal satu itu awas sekali dan telah dapat melihatnya. Ang I Niocu tak kenal arti takut, akan tetapi dalam keadaan seperti itu ia benar-benar menjadi bingung. Kalau ia melarikan diri dari situ, ia akan merasa malu kepada diri sendiri, sebaliknya kalau ia melompat masuk, ia yakin bahwa ia takkan kuat menghadapi sekian banyaknya orang-orang gagah.

Akan tetapi, tiba-tiba terdengar suara orang tertawa dari sebelah atasnya dan disusul ucapan mengejek,

“Ha, ha, memang semenjak tadi aku berada disini. Bagaimana aku bisa masuk sebelum diundang?”

Ang I Niocu terkejut sekali. Bagaiamana ada orang bisa berada diatasnya tanpa ia ketahui sama sekali? Ia menengok dan melihat seorang kakek botak duduk di atas tiang yang melintang di atas kepalanya. Kakek itu duduk bagaikan seorang anak-anak sedang menonton pertunjukan indah, sedangkan pada lengan kirinya terjepit sepasang tongkat bambu warna kuning.

Ia menjadi tercengang karena dapat menduga bahwa orang ini tentulah Hok Peng Taisu yang pernah diceritakan oleh Ma Hoa kepadanya. Dan, orang ini agaknya yang telah mencuri harta pusaka itu. Sementara itu, kakek botak yang bukan lain adalah Hok Peng Taisu itu, memandang kepadanya dan mengedipkan mata sambil menyeringai, memberi tanda agar Dara Baju Merah itu jangan mengeluarkan suara.

Sementara itu Hai Kong Hosiang dan kawan-kawannya mendengar suara dari luar itu, lalu berjaga-jaga dan Kam Hong Sin sebagai tuan rumah lalu berkata,

“Tamu yang berada di luar dipersilakan masuk!”

Terdengar suara tertawa bergelak dan tiba-tiba tubuh seorang kakek botak melayang masuk dengan gerakan yang ringan sekali. Dengan sepasang matanya yang tajam, kakek botak itu menyapa semua orang yang berada di ruang itu dan berkata,

“Aduh, sudah berkumpul semua. Bagus, bagus! Tadi telah kusaksikan pertandingan sumpit yang bagus. Aku tua bangka pun mempunyai semacam permainan sumpit yang sama, akan tetapi entah ada orang yang cukup bergembira untuk melayaniku bermain-main atau tidak, entahlah!”

“Biarlah pinceng melayanimu, Kakek Tua!” kata Hai Kong Hosiang.

“Bagus, bagus, akan tetapi sebagai tamu baru, aku belum mendapat jamuan, sedangkan perutmu yang gendut sudah diisi penuh, tentu saja aku akan kalah tenaga! Biarkan aku makan dulu beberapa mangkok sayur!”

Sambil berkata demikian, Hok Peng Taisu lalu mengambil semangkok daging kambing dan sepasang sumpit bambu. Sambil berdiri, ia makan daging itu sepotong demi sepotong dan kelihatannya ia menikmati makanan itu.

“Locianpwe ini siapakah?”

Kam Hong Sin bertanya karena merasa penasaran melihat lagak orang yang tidak tahu akan kesopanan.

“Baru saja namaku kau sebut-sebut, sekarang hendak bertanya pula, bukankah ini aneh namanya? Akan tetapi, aku jangan kau bandingkan dengan Bu Pun Su yang lihai!”

Terkejutlah semua orang, dan ketika melihat ke arah dua batang tongkat bambu yang dikempit di bawah lengan kiri, Kam Hong Sin menjadi pucat dan bertanya,

“Apakah kau Hok Peng Taisu yang telah mencuri harta pusaka?”

Tiba-tiba Hok Peng Taisu tertawa bergelak-gelak.
“Sudah berpuluh tahun aku orang tua menyembunyikan diri dalam gua dan karena perbuatan orang-orang yang suka mencurilah yang menyebabkan aku keluar dari gua. Sekarang aku bahkan dituduh menjadi pencuri. Lucu, lucu!”

Kemudian, dengah tangan kiri masih menyangga mangkok dan di bawah lengan kiri itu masih terjepit tongkat-tongkat bambunya, tangan kanan memegang sumpit, ia menuding ke arah Hai Kong Hosiang dengan sumpitnya itu dan bertanya,

“Bagaimana, apakah kau masih mau melayani aku bermain sumpit?”

“Boleh, asal kau orang tua jangan bermain curang!”

Kembali Hok Peng Taisu tertawa bergelak dan ia mengulurkan tangan yang memegang sumpit sambil berkata,

“Nah, kau jepitlah sumpitku ini!”

Hai Kong Hosiang yang melihat bahwa sepasang sumpit kakek itu adalah sumpit bambu biasa saja, lalu melangkah maju dan dengan sumpit gading yang kuat ia lalu menyerang maju, akan tetapi bukan menjepit sumpit kakek itu, melainkan menotok dengan sepasang sumpitnya ke arah pergelangan tangan Hok Peng Taisu!

Akan tetapi, kakek botak ini agaknya tidak tahu akan kecurangan lawan, ia hanya menggerakkan sumpitnya ke bawah, lalu setelah dapat menangkis sumpit Hai Kong Hosiang, ia memutar sumpitnya sedemikian rupa hingga sumpit Hai Kong Hosiang ikut terputar-putar tanpa dapat ditahan pula!

Terpaksa Hai Kong Hosiang mengerahkan seluruh tenaganya untuk membetot, akan tetapi sumpitnya seakan-akan telah timbul akar pada sumpit kakek itu dan tak dapat dibetot. Ia mengerahkan tenaganya lagi dan tiba-tiba kakek itu melepaskannya hingga tubuh Hai Kong Hosiang terhuyung ke belakang.






Tidak ada komentar :