*

*

Ads

Selasa, 25 Juni 2019

Pendekar Bodoh Jilid 167

“Ha, ha, ha! Kau lucu sekali hwesio!” katanya, lalu dengan sumpitnya ia menjepit sepotong daging yang dimasukkan ke dalam mulutnya seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu!

Wi Wi Toanio yang dapat memaklumi akan kelihaian kakek botak ini, diam-diam menghampirinya dari belakang dengan sepasang sumpit gading di tangannya.

“Hok Peng Taisu, aku pun ikut bermain-main dengan sumpit!”

Dan belum juga habis kata-kata ini ia ucapkan, ia telah menyerang dengan sepasang sumpitnya, menotok jalan darah Hok Peng Taisu dari belakang! Kakek botak itu tidak bergerak ataupun membalikkan tubuh, seakan-akan ia tidak mendengar ucapan itu, hanya tangan kanannya yang memegang sumpit saja digerakkan ke belakang tubuhnya. Pada saat itu, Hai Kong Hosiang yang merasa penasaran, lalu menyerang lagi dari depan dengan sepasang sumpitnya digerakkan ke arah kakek botak itu.

Biarpun diserang dari belakang dan depan, agaknya Hok Peng Taisu masih saja enak-enak mengunyah daging beberapa potong yang tadi dimasukkan ke dalam mulut. Ketika sumpit Wi Wi Toanio telah dekat dengan tubuhnya, tiba-tiba sumpit di tangan kanannya bergerak dan terdengar suara “krek!” dan seruan Wi Wi Toanio yang melompat mundur karena merasa telapak tangannya sakit sekali, dan ternyata bahwa sepasang sumpitnya telah terpotong menjadi dua, setelah tadi terjepit oleh sumpit bambu Hok Peng Taisu!

Sedangkan dua batang sumpit Hai Kong Hosiang yang menyambar ke arah ulu hatinya, juga tidak dielakkan oleh kakek botak itu, akan tetapi tiba-tiba ia membuka mulutnya dan dua kali ia meniupkan daging-daging yang dimakan tadi dari mulut!

Daging-daging itu meluncur bagaikan pelor dan tepat sekali mengenai ujung sepasang sumpit itu. Hai Kong Hosiang hanya merasa betapa tusukan sumpitnya tertahan oleh tenaga yang kuat dan tahu-tahu ia melihat betapa dua batang sumpitnya telah menancap pada dua potong daging bakso yang besar!

Bukan main marahnya Hai Kong Hosiang melihat hal ini dan ia merasa dirinya dipermainkan, maka ia berseru.

“Jangan jual lagak di sini!”

Sambil berseru demikian ia mengayun sepasang sumpitnya yang masih ada baksonya itu meluncur cepat ke arah dua mata Hok Peng Taisu!

Akan tetapi kakek botak itu sambil terkekeh-kekeh lalu berkata.
“Hwesio, mengapa kau tidak makan bakso-bakso itu?”

Lalu ia mengangkat dua tongkat bambunya, memukul ke arah sepasang sumpit yang melayang itu. Heran sekali, ketika tongkat bambu itu beradu dengan sumpit, bakso yang berada di ujung sepasang sumpit itu melayang kembali ke arah Hai Kong Hosiang, sedang sumpit-sumpitnya melayang ke samping, menuju kepada Wi Wi Toanio!

Hai Kong Hosiang mengelak dan sambil menyumpah-nyumpah lalu mencabut keluar tongkat ularnya, sedangkan Wi Wi Toanio juga menjadi marah dan menyampok dua batang sumpit yang melayang ke arah dirinya itu hingga runtuh ke atas lantai! Kemudian, nenek ini pun maju menyerang dengan kedua tangan merupakan cakar burung garuda. Sebenarnya, Ilmu Silat Eng-jiauw-kang (Kuku Garuda) yang dimiliki oleh nenek ini bukanlah Eng-jiauw-kang biasa dan gerakannya aneh serta lihai sekali.

Melihat dirinya hendak dikeroyok, Hok Peng Taisu segera menggerakkan sepasang tongkat bambunya dan dua kali tubuhnya berkelebat, tahu-tahu tongkat ular di tangan Hai Kong Hosiang telah kena dibikin terpental dan Wi Wi Toanio hampir saja terkena sabetan itu pada pipinya! Keduanya merasa terkejut sekali dan melompat mundur.

Hok Peng Taisu tertawa terbahak-bahak.
“Kalian ini benar-benar merupakan tuan rumah yang kurang sopan! Lebih baik aku pergi saja lagi!” Setelah berkata demikian, kakek botak itu menggerakkan kakinya dan melayang pergi.

“Locianpwe, tunggu dulu!” tiba-tiba Kam Hong Sin berseru dan memburu ke pintu.

“Apa kehendakmu?” terdengar suara kakek botak itu dari atas genteng.

“Kami menantangmu dan juga Bu Pun Su untuk mengadakan pertandingan adu kepandaian di Puncak Hoa-san pada bulan tiga. Apakah kau berani menerima tantangan kami ini?”

Kembali kakek botak itu tertawa terkekeh-kekeh.
“Tak usah kau ceritakan, aku pun telah maklum akan maksud kalian yang buruk itu. Baik, baik, memang telah lama aku ingin bertemu dengan Pok Pok Sianjin dan Swi Kiat Siansu. Tentang Bu Pun Su, aku tidak tanggung bahwa ia akan mau melayani ajakan kalian yang gila itu!”

Hok Peng Taisu lalu melayang ke tempat mana Ang I Niocu bersembunyi dan memberi tanda dengan tangan, agar supaya Dara Baju Merah itu mengikutinya. Ang I Niocu lalu melompat ke atas genteng dan mengikuti kakek itu pergi dari situ. Setelah berada di tempat jauh, kakek botak itu berkata,

“Bukankah kau yang bernama Ang I Niocu?”

Ang I Niocu menjura dengan sangat hormatnya.
“Betul Locianpwe dan sudah lama aku yang bodoh mendengar tentang nama Locianpwe dari Ma Hoa. Aku merasa beruntung sekali dapat bertemu dengan seorang sakti seperti Locianpwe.”

“Ah, jangan terlalu memuji, Nona. Kau tentu sudah mendengar semua kehendak mereka itu, bukan? Nah, terserah kepadamu sekarang apakah kau hendak menyampaikan undangan mereka terhadap Bu Pun Su atau tidak. Hanya saja, boleh kau katakan pada Bu Pun Su bahwa aku tua bangka tentu akan menghadapi tantangan mereka itu pada waktunya di Puncak Hoa-san!”

Setelah berkata demikian, Hok Peng Taisu lalu berkelebat pergi sedangkan Ang I Niocu lalu melanjutkan perjalanannya. Memang ia pun ada maksud untuk pergi ke Gua Tengkorak menemui susiok-couwnya, sekalian hendak menemui Bu Pun Su untuk minta ijin orang tua itu tentang perjodohannya dengan Lie Kong Sian.

**** 167 ****





Tidak ada komentar :