*

*

Ads

Jumat, 28 Juni 2019

Pendekar Bodoh Jilid 172

Kakek tua yang tinggi kurus dan bongkok itu lalu melangkah maju dan mengebutkan tangannya ke arah biji catur di atas kepala Cin Hai dan pemuda ini merasa betapa sambaran angin yang keluar dari kibasan tangan ini sungguh dahsyat dan keras hingga ia merasa betapa rambut kepalanya tertiup keras!

Ia segera menggerakkah kedua lengannya dan mainkan gerak Pek-in-hoatsut lalu menolak sambaran angin itu dengan angin pukulannya, bahkan lalu membalas dengan pukulan Mega Putih Menutup Matahari ke arah biji catur di atas kepala Pok Pok Sianjin.

Pok Pok Sianjin melihat betapa sampokannya tadi terpental kembali oleh uap putih yang keluar dari kedua lengan Cin Hai, tertawa dan berkata,

“Bagus, Pekin-hoat-sut yang kau mainkan ini mengingatkan aku kepada Bu Pun Su! Ha, ha, kau benar-benar merupakan Bu Pun muda!!”

Lalu ia menyerang kembali dengan kebutan tangan atau tamparan yang dilakukan dengan cepat dan mendatangkan angin pukulan yang hebat. Cin Hai berlaku waspada dan hati-hati sekali. Ia mempergunakan kelincahannya dan mengelak sambil balas menyerang.

Demikianlah, kedua orang itu saling serang dengan hebatnya dan biarpun tubuh mereka berkelebatan ke sana ke mari, akan tetapi belum pernah kedua lengan tangan mereka beradu karena mereka mempergunakan lweekang dan ginkang untuk menyerang lawan dengan angin pukulan saja!

Nelayan Cengeng dan kawan-kawan lainnya yang menonton pertempuran ini merasa berdebar penuh ketegangan karena biarpun mereka berdua itu hanya “main-main” belaka, namun kehebatan pertandingan itu lebih mendebarkan hati daripada pertempuran dua ekor naga yang saling terkam! Juga Hok Peng Taisu memandang tajam dan diam-diam ia mengagumi kelincahan dan ketenangan Cin Hai.

Harus diketahui bahwa pertandingan adu kepandaian macam ini lebih berat daripada pertandingan dalam pertempuran biasa karena dalam pertandingan bersyarat ini orang harus membagi dua perhatiannya, yaitu selain menjaga pukulan lawan juga harus menjaga agar biji catur di atas kepala itu jangan tergelincir jatuh di waktu tubuh mereka bergerak.

Dengan tenaga khikang, dapat menyedot biji catur itu hingga seakan-akan menempel di kulit kepala, akan tetapi sebentar saja perhatian mereka terlepas, biji catur itu ada kemungkinan terguling ke bawah yang berarti kekalahan bagi mereka!

Untuk dapat melakukan hal ini di butuhkan kepandaian tinggi dan khikang yang sudah sempurna, maka Pok Pok Sianjin sengaja memilih cara ini karena kalau anak muda itu tidak sanggup melakukannya berarti bahwa kepandaiannya belum cukup tinggi untuk melayaninya!

Akan tetapi, alangkah kagum hatinya ketika melihat bahwa bukan saja Cin Hai sanggup melakukan permainan ini dengan baik, bahkan dapat juga melancarkan serangan balasan yang cukup mengejutkannya! Ia tidak tahu bahwa Cin Hai telah mempelajari pokok-pokok pergerakan silat dengan sempurna hingga dapat menduga kemana arah serangan lawannya, hingga sungguhpun ia harus mengakui bahwa lweekang dari Pok Pok Sianjin lebih tinggi daripada lweekangnya sendiri, akan tetapi oleh karena ia telah mengetahui lebih dulu arah serangan lawan, ia dapat menjaga diri lebih cepat dari pada lawannya.

Tipu berganti tipu dan ilmu bertukar ilmu, akan tetapi setelah bertempur lima puluh jurus, belum juga Pok Pok Sianjin berhasil mengalahkan Cin Hai. Ia makin menjadi kagum dan juga penasaran, dan ketika Cin Hai mainkan ilmu serangan yang baru-baru ini ia terima dari Bu Pun Su, yaitu Ilmu Serangan Halilintar Menyambar Hujan, pukulan-pukulannya telah berhasil membuat biji catur di atas kepala Pok Pok Sianjin menjadi miring.

Bukan main kagum dan terkejutnya hati Pok Pok Sianjin melihat hebatnya serangan pemuda itu, hingga ia berseru keras memuji.

“Kau benar-benar murid Bu Pun Su tulen!” katanya sambil menyambar tongkatnya yang tadi ditancapkan di atas tanah. “Keluarkan senjatamu, Pendekar Bodoh, dan mari kita bermain-main dengan senjata agar lebih menyenangkan!”

Cin Hai dengan hati gelisah terpaksa mengeluarkan pedangnya Liong-cu-kiam, akan tetapi oleh karena suara kakek itu diliputi oleh kegembiraan, ia menenteramkan hatinya dan menggerakkan pedang itu dengan cepat.

“Pedang bagus!”

Pok, Pok Sianjin memuji pula dan tongkatnya lalu berkelebat dengan hebatnya, hingga Cin Hai merasa amat kagum. Belum pernah ia menyaksikan ilmu tongkat sehebat ini. Biarpun ilmu pedangnya sudah mencapai tingkat tinggi sekali hingga tidak mudah orang melawannya, akan tetapi menghadapi ilmu tongkat Pok Pok Sianjin, ia benar-benar tidak berdaya.






Tentang kecepatan bergerak dan lihainya perubahan gerakan, mungkin ilmu pedangnya tidak kalah karena beberapa kali Pok Pok Sianjin mengeluarkan seruan kaget karena tidak menduga perubahan yang tiba-tiba terjadi pada pedang Cin Hai, akan tetapi permainan tongkat kakek ini mengandung tenaga-tenaga yang mujijat. Tongkat di tangannya itu seakan-akan hidup hingga dapat digunakan untuk menempel, memutar membetot, mendorong dengan tenaga yang cocok sekali hingga beberapa kali hampir saja pedang Cin Hai kena dirampas.

Cin Hai lalu mengerahkan seluruh kepandaiannya dan oleh karena ilmu pedangnya Daun Bambu memang hebat dan dapat disesuaikan dengan kepandaian lawan yang bagaimanapun juga, maka ia dapat melakukan perlawanan cukup seru.

Namun ia kalah pengalaman dan juga ilmu tongkat Pok Pok Sianjin memang lain daripada yang lain hingga lagi-lagi ketika ia menusuk, pedangnya kena ditempel oleh tongkat itu. Kakek itu memutar-mutar tongkatnya dan ternyata tenaga putaran itu luar biasa kuatnya, pedang Cin Hai ikut terputar dan tiba-tiba tongkat itu meluncur ke atas kepalanya, menyabet biji catur itu dengan kecepatan yang tak tersangka-sangka.

Cin Hai terkejut sekali akan tetapi anak muda ini memang mempunyai ketenangan yang sempurna dan kecerdikan luar biasa. Melihat bahwa ia tak dapat mengelak lagi, apa pula menangkis, ia lalu berseru keras dan mengerahkan khikangnya hingga tiba-tiba biji catur di atas kepalanya mumbul setengah kaki lebih dan setelah tongkat kakek itu lewat di atas kepalanya, biji catur itu turun kembali di atas kepalanya seperti tadi.

Hal ini membuat semua orang yang menonton berseru kagum dan juga Pok Pok Sianjin tertawa bergelak-gelak sambil menancapkan tongkatnya di atas tanah lagi.

“Ha, ha, ha! Dasar kau murid Bu Pun Su selain lihai juga cerdik dan licin sekali. Kau pantas sekali disebut Pendekar Bodoh! Hebat, hebat!”

Seru Pok Pok Sianjin dengan gembira sekali sambil menepuk-nepuk pundak Cin Hai. Pemuda ini merasa betapa tangan kakek yang menepuk pundaknya seperti orang memuji itu berat sekali, maka cepat-cepat ia lalu mengerahkan tenaganya dan tiba-tiba Pok Pok Sianjin merasa betapa pundak pemuda itu lemas bagaikan kapuk! Ia memperhebat suara ketawanya dan Cin Hai, menyimpan pedang sambil menjura dan berkata,

“Locianpwe kalau teecu bisa mempelajari ilmu tongkatmu, teecu akan merasa berbahagia sekali!”

Bukan main senangnya hati Pok Pok Sianjin mendengar ucapan ini karena ucapan ini saja menunjukkan betapa pemuda itu menghargainya, maka ia tertawa lagi dan berkata,

“Kalau ada jodoh dan usiaku masih panjang, aku akan senang sekali mewariskan ilmu tongkat ini kepada seorang keturunanmu!”

Biarpun ucapan ini dikeluarkan sebagai main-main belaka dan sambil lalu akan tetapi Cin Hai mencatat di dalam hati dengan baik-baik.

Swi Kiat Siansu dan Hok Peng Taisu juga memuji kepandaian mereka yang baru saja mengadu kepandaian dan kini kedua orang itu saling pandang.

“Sekarang tiba giliran kita, Hok Peng Taisu. Telah lama aku mengagumi Ilmu Silat Bambu Runcingmu, marilah kita main-main sebentar.”

Hok Peng Taisu tersenyum dan tidak mau berlaku sungkun-sungkan lagi. Ia lalu memegang sepasang tongkat bambunya di kedua tangan dan setelah menjura lalu berkata,

“Mana sepasang tongkat bambuku dapat dibandingkan dengan kipas mautmu?”

Memang senjata Swi Kiat Siansu adalah kipas yang selalu dipakai mengebut-ngebut tubuhnya itu. Kipas ini lebar dan gagangnya terbuat daripada gading gajah yang ujungnya runcing sedangkan permukaannya terbuat daripada kulit harimau yang telah direndam obat hingga menjadi kuat dan keras. Kini ia memegang kipas itu di tangan kanan dan siap menanti datangnya serangan lawan.

“Karena pibu ini harus dilakukan dengan kepala dingin, maka lebih baik kita menggunakan syarat seperti yang dilakukan oleh Pok Pok Sianjin tadi,” kata Swi Kiat Siansu.

“Terserah kepadamu, Sahabat, karena seperti telah kukatakan tadi, sebagai tuan rumah kau berhak mengambil penentuan,” jawab Hok Peng Taisu.

“Baiknya diatur begini saja. Kalau seorang diantara kita sampai kena diserang ujung baju atau ujung lengan bajunya hingga robek, maka ia dianggap kalah.”

Hok Peng Taisu mengangguk dan tertawa girang karena mendapat kenyataan bahwa pihak lawan benar-benar tidak menghendaki pertempuran mati-matian.

“Baik, baik. Mari kita mulai!”

Kedua orang kakek tua itu segera bergerak dan sebentar saja mereka berdua lenyap dalam sebuah pertempuran yang memusingkan pandangan mata orang yang kurang tinggi ilmu kepandaiannya.

Gerakan mereka sama cepat dan gerakan senjata mereka sama lihai, hingga bayangan mereka terkurung oleh gulungan sinar senjata yang berkelebatan hebat sekali. Semua orang yang menonton pertempuran ini merasa kagum dan juga kuatir karena agaknya dalam pertempuran macam ini tak mungkin dapat menang apabila tidak merobohkan lawan dengan serangan maut!

Akan tetapi bagi Hok Peng Taisu dan Swi Kiat Siansu yang sedang bertempur, mereka berdua maklum akan tingkat kepandaian lawan yang seimbang, akan tetapi betapapun juga Swi Kiat Siansu diam-diam mengakui bahwa Ilmu silat Bambu Runcing dari Hok Peng Taisu benar-benar lihai sekali dan masih dapat menekan permainan kipasnya sendiri! Ia harus mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk menjaga diri dan demikianlah, mereka bertempur dengan hebat sampai puluhan jurus lamanya.

Tiba-tiba terdengar Swi Kiat Siansu berseru,
“Aku mengaku kalah!” sedangkan Hok Peng Taisu juga berseru,

“Kau lihai sekali!” dan kedua-duanya melompat ke belakang dan menahan senjata masing-masing dan menjura sebagai penghormatan kepada lawan.

Ternyata bahwa sepasang bambu runcing Hok Peng Taisu telah berhasil melobangi jubah Swi Kiat Siansu di kanan kiri sedangkan ujung lengan baju Hok Peng Taisu pada saat yang sama juga kena terobek oleh gagang kipas kakek gemuk itu! Melihat hal ini mudah diputuskan bahwa Hok Peng Taisu masih menang setingkat.

Swi Kiat Siansu berkata kepada Pok Pok Sianjin sambil tertawa,
“Memang orang-orang selatan dan timur lebih rajin melatih diri dari pada kita.” Kemudian ia menghadapi Cin Hai dan berkata,

“Pendekar Bodoh, marilah kita main-main sebentar, ingin aku merasakan lihainya pedangmu!”

Cin Hai lalu mencabut Liong-cu-kiamnya dan bersiap sedia. Suhunya pernah berpesan agar supaya berhati-hati menghadapi kakek gemuk ini oleh karena biarpun tabiatnya jujur dan baik, akan tetapi Swi Kiat Siansu memiliki dasar watak yang enggan mengaku kalah. Lain halnya dengan Pok Pok Sianjin yang lebih berani mengaku kalah dan juga berani pula mengaku salah. Kini menghadapi kakek gemuk ini, Cin Hai berlaku hati-hati sekali.

“Locianpwe, sebelumnya terima kasih atas pengajaranmu ini. Apakah syaratnya masih sama dengan tadi, yaitu saling berusaha menyerang pakaian?”

“Ya, dan kau berhati-hatilah menjaga kipasku agar jangan sampai salah tangan!”

Sambil berkata demikian, Swi Kiat Siansu lalu maju menyerang kepada Cin Hai. Kakek gemuk ini biarpun tadi mengakui keunggulan Hok Peng Taisu, namun diam-diam ia merasa jengkel dan penasaran juga, maka kini menghadapi Cin Hai, ia mengambil keputusan untuk mencari kemenangan untuk menebus kekalahannya yang tadi. Tak heran apabila kipasnya bergerak dengan kecepatan yang sukar untuk dapat diikuti dengan pandangan mata, merupakan gulungan sinar kuning yang menggulung dengan dahsyatnya ke arah tubuh Cin Hai!

Cin Hai terkejut dan cepat mainkan pedangnya untuk melindungi dirinya dan tiap kali pedangnya bertemu dengan gagang kipas ia merasa betapa telapak tangannya tergetar! Dari bentrokan ini saja ia dapat mengukur sampai dimana kehebatan tenaga lawannya, maka dengan penuh ketekunan dan hati-hati sekali ia lalu mainkan ilmu pedangnya, Daun Bambu dengan tangan kanan, sedangkan untuk menjaga diri, tangan kirinya melakukan gerakan-gerakan Pek-in-hoat-sut.

Sementara itu Pok Pok Sianjin berkata kepada Hok Peng Taisu,
“Hok Peng Taisu marilah kita main-main sebentar agar aku mengenal lebih baik bambu runcingmu!”






Tidak ada komentar :