*

*

Ads

Jumat, 15 Februari 2019

Pendekar Sakti Jilid 152

Hok Peng tertawa mengejek dan secepatnya menarik kembali pit kirinya. Pada saat itu kedua kakinya sudah menginjak tanah lagi dan dengan gerakan saling susul, kedua pitnya kini melakukan penyerangan bertubi-tubi. la benar-benar mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk menguji pemuda yang pernah dipuji-puji oleh Hang-houw-siauw Yok-ong dan yang telah menerima hadiah suling dari gurunya itu.

Kwan Cu tidak mau kalah dan menggerakkan sulingnya secara cepat sekali. Diam-diam dia mempelajari semua gerakan ilmu silat dari Hok Peng dan mengakulah Kwan Cu bahwa pemuda aneh dan lucu itu benar-benar memiliki kepandaian yang hebat sekali. Kalau dibandingkan kepandaian Hok Peng ini bahkan masih mengatasi kepandaian An Kai Seng atau Wi Wi Toanio. Bahkan kalau dibandingkan pula dengan murid-murid tokoh besar, masih lebih menang sedikit daripada Lu Thong. Kiranya hanya Sui Ceng yang akan sanggup menghadapinya dengan kepandaian seimbang.

Bagi Kwan Cu sendiri, biarpun dia mengakui akan kelihaian sepasang senjata Hok Peng, namun sekali melihat saja dia sudah dapat menangkap inti sari daripada ilmu silat lawannya, berkat pengetahuannya tentang pokok dasar daripada segala pergerakan tubuh dalam bersilat yang diwarisinya dari kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng.

Kalau tadinya Hok Peng menyerang sambil tersenyum-senyum mengejek, kini berkali-kali dia mengeluarkan seruan kagum. la benar-benar merasa aneh dan tidak mengerti bagaimana semua jurus simpanan yang dia pelajari dan yang biasa merupakan jurus ampuh yang tidak sembarang dapat dihindari oleh lawan-lawannya, kini dengan mudah dapat dipatahkan oleh Kwan Cu.

“Kau lihai sekali!” serunya sampai tiga kali. “Coba kau terima ini!”

Kini dia mengubah caranya bersilat dan sepasang poan-koan-pit di tangannya itu kini bergerak secara aneh dan luar biasa, datang dari depan bagaikan gelombang samudera dan menerjang bertubi-tubi dari atas bagaikan hujan badai. Hok Peng telah mengeluarkan ilmu silat paling hebat dari semua pelajarannya, ilmu silat yang boleh dimainkan dengan kedua tangan kosong maupun dengan senjata yang sepasang, yang oleh gurunya dinamakan Ilmu Silat Badai dan Ombak.

Kwan Cu tercengang menghadapi serangan hebat ini. Dari kedua tangan Hok Peng seakan-akan keluar tenaga mujijat yang luar biasa sekali, sedangkan sepasang pit itu menyambar-nyambar, sungguh hebat sekali ilmu silat pemuda aneh ini. Satu kali ini Kwan Cu benar-benar menemui lawannya, lawan yang amat tangguh dan lihai.

Kalau tadi dengan pandangan matanya yang awas serta dengan pengertiannya yang mutlak tentang pokok dasar segala gerakan silat Kwan Cu dapat menghadapi Ilmu Silat Badai dan Ombak ini, dia menjadi amat terkejut. Ilmu silat ini dilakukan dengan kecepatan yang amat luar biasa sehingga dia tidak sempat untuk mempelajari sarinya.

Terpaksa Kwan Cu melawan dengan ilmu silatnya pula, dan dia tidak sekali-kali berani berlaku ayal, karena dia pun merasa penasaran kalau sampai kalah oleh pemuda aneh ini. Cepat Kwan Cu mengerahkan lweekangnya dan mainkan ilmu pukulan Pek-in-hoat-sut dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya masih mainkan sulingnya, kini dengan Ilmu Pedang Hun-khai Kiam-hoat.

Bukan main hebatnya pertempuran ini. Keduanya sama lincah, sama cepat dan sama kuat. Makin kagum hati Kwan Cu, karena pemuda ini tahu bahwa kalau dia tidak pernah mempelajari ilmu dari kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng, pasti dia akan kalah.

Seratus jurus lewat dan masih saja belum ada yang kalah atau menang di antara mereka. Sebaliknya, Hok Peng kini benar-benar terkejut. Ia telah mainkan seratus jurus ilmu silatnya yang dahsyat, namun tetap saja dia tidak mampu mengalahkan lawannya. Ilmu Silat Badai dan Ombak ada seratus dua puluh jurus dan kini dia sudah mainkan seratus jurus, masih tinggal dua puluh jurus lagi.

Tiba-tiba dia teringat betapa dari tadi, Kwan Cu tak pernah membalasnya, hanya mengelak dan menangkis saja, sedangkan dari kedua lengan pemuda itu mengepul uap putih yang memiliki pengaruh hebat atas hawa pukulannya. Aduh, celaka, pikirnya. Tak salah lagi Kwan Cu tentu tengah mempelajari ilmu silatnya dan kalau sampai dia terus mainkan semua ilmu Silat Badai dan Ombak yang masih dua puluh jurus lagi, sama halnya dengan menghadiahkan ilmu silat itu kepada Kwan Cu!

Tiba-tiba Hok Peng menghentikan serangannya dan melompat mundur. Wajah pucat dan dia menyimpan kembali poan-koan-pitnya, lalu tersenyum pahit.

“Aku kena kau akali! Kau tentu sudah mewarisi Im-yang Bu-tek Cin-keng!”






“Bagaimana kau bisa tahu?”

Kwan Cu balas bertanya karena dia pun merasa amat suka dan kagum kepada pemuda lucu ini.

“Siapapun juga yang tidak memiliki Im-yang Bu-tek Sin-kun (ilmu silat sakti dari Im-yang Bu-tek Cin-keng), takkan mungkin dapat menahan serangan-seranganku tadi tanpa membalas sedikit pun. Dan kau tentu telah mencatat dalam hatimu sebanyak seratus jurus ilmu silatku tadi.”

Kwan Cu tersenyum.
“Hok Peng, sahabat baik. Kau sudah beruntung menjadi murid Hang-houw-siauw Yok-ong, apa ruginya membagi sedikit kepadaku? Ilmu silatmu tadi benar-benar hebat, aku takluk padamu.”

Merah wajah Hok Peng.
“Sudahlah, bertemu dengan orang macam kau apa gunanya membicarakan tentang ilmu silat? Suhu sendiri kiranya belum tentu dapat mengalahkan engkau, karena kata suhu, siapa yang mewarisi ilmu dari Im-yang Bu-tek Cin-keng, takkan terlawan oleh siapapun juga. Baiknya Badai dan Ombak masih ada dua puluh jurus lagi yang belum kau lihat. Aku akan menggembleng yang dua puluh jurus itu dan siapa tahu kalau kelak yang dua puluh jurus ini akan dapat mengalahkan engkau.”

“Eh, saudara Hok Peng, apakah kau begitu haus akan kemenangan? Kau benar-benar murka sekali, kurang apakah kepandaianmu? Kau menjadi murid seorang sakti seperti Yok-ong locianpwe, pandai ilmu silat, pandai ilmu pengobatan, dan pandai meniup suling dan bernyanyi.”

Hok Peng cemberut.
“Sayang sekali, dalam ilmu pengobatan otakku terlalu keras. Sehingga hanya dapat mempelajari sedikit saja, adapun tentang menyuling, kau lebih pandai. Kalau tidak begitu, bagaimana suhu memberikan sulingnya padamu? Ah, Kwan Cu, setelah kita saling mengukur kepandaian, aku tidak kecewa melihatmu. Hanya saja masih ada penasaran dalam hatiku melihat betapa kau benar-benar tidak kenal budi dan kebaktian terhadap gurumu”

Kwan Cu terkejut dan marah.
“Eh, omongan apa yang kau keluarkan ini? Membuta tuli menuduh orang lain tanpa alasan. Boleh jadi aku Lu Kwan Cu memang seorang bodoh dan kasar, akan tetapi bagaimana kau bisa bilang aku tidak kenal budi dan kebaktian?”

“Tentu saja kau tidak kenal budi dan kebaktian. Gurumu tewas dalam penasaran, dikeroyok orang-orang yang curang, mengapa kau diam saja dah enak-enak seperti tidak terjadi apa-apa, bukankah ini menandakan bahwa kau tak kenal…… ”

“Tahan lidahmu, Hok Peng! Aku sekarang juga sedang mencari-cari mereka yang telah membunuh suhuku dan aku pasti akan membalaskan sakit hati suhu dan menagih hutang nyawa mereka!”

Hok Peng tersenyum, dan matanya yang tajam memandang penuh selidik.
“Bagus, kau tidak bohong. Aku tarik kembali tuduhanku bahwa kau tak kenal budi dan kebaktian, akan tetapi kau ternyata tolol.”

“Ah, apakah kau masih belum puas dan ingin mengajak berkelahi lagi?” tanya Kwan Cu gemas.

“Aku bukan sembarangan saja menuduh. Kau memang tolol kalau belum tahu siapa adanya orang-orang yang mengeroyok dan membunuh gurumu Ang-bin Sin-kai itu.”

“Mereka adalah Jeng-kin-jiu, Hek-i Hui-mo, dan Toat-beng Hui-houw!” kata Kwan Cu.

Hok Peng melengak.
“Eh, eh, eh, jadi kau sudah tahu pula? Memang tiga orang locianpwe itulah pembunuhnya, dengan jalan mengeroyok secara tidak tahu malu dan curang sekali! Kalau begitu kau memang tidak tolol, hanya bodoh sekali.”

“Hm, apalagi yang menyebabkan kebodohanku?” tanya Kwan Cu, ini tidak marah lagi karena memang semua kata-kata yang lucu dari Hok Peng beralasan dan agaknya orang ini boleh sekali dijadikan kawan baik.

“Karena kau tentu akan membuang waktu dengan sia-sia kalau kau mencari-cari mereka itu, padahal mereka berada di……”

“Puncak Tai-hang-san pada Gouw-gwe Cap-gouw!” Kwan Cu menyambung cepat.

Kembali Hok Peng melengak. Sepasang matanya yang bundar seperti kelereng itu bergerak-gerak memandang, kemudian dia mengangguk-angguk.

“Hm, jadi kau sudah tahu pula? Baik, baik, bagus! Akan tetapi tetap saja kau masih bodoh. Jalan yang terdekat ada mengapa mengambil jalan jauh? Bukankah itu bodoh namanya?”

“Hok Peng yang baik, dalam hal ini aku mengaku bodoh. Memang aku belum kenal jalan dan aku hanya melalui jalan menurut keterangan orang-orang yang kujumpai. Mohon petunjukmu, jalan manakah yang terdekat ke Tai-hang-san itu?”

“Memang kalau dilihat dari jauh, agaknya puncak Tai-hang-san berada di sisi utara dan agaknya kalau mau ke puncak, jalan dari utara adalah jalan terdekat. Akan tetapi kalau kau lanjutkan kepercayaan ini, percayalah bahwa sampai waktu Gouw-gwe Cap-gouw tiba, kau belum dapat sampai ke puncak. Jalan dari utara ini banyak sekali halangannya, terhalang oleh jurang-jurang berbahaya dan oleh hutan-hutan lebat yang akan membikin kau tersesat jalan dan akhirnya kau akan terlambat. Kalau kau mengambil jalan dari timur, dari kaki pegunungan terus menanjak ke barat, kau akan sampai di sana dengan cepat dan kiranya masih belum terlambat kalau sekarang juga kau melanjutkan perjalanan. Akah ramai disana ”

Setelah berkata demikian, pemuda aneh ini lalu pergi sambil bernyanyi-nyanyi, tidak mempedulikan lagi kepada Kwan Cu.

“Hok Peng, terima kasih, kau baik sekali!”

Kwan Cu berseru girang ke arah pemuda itu yang sama sekali tidak mempedulikan seruannya. Akan tetapi Kwan Cu juga tidak mengharapkan jawaban dari pemuda yang aneh itu, karena dia maklum bahwa orang-orang seperti Yok-ong dan muridnya ini adalah orang-orang yang wataknya memang aneh dan lain daripada orang-orang biasa.

Dengan cepat Kwan Cu lalu melanjutkan perjalanannya, kini dia mengubah arah perjalanannya, tidak lagi hendak mendaki Bukit Tai-hang-san dari utara, melainkan dari timur seperti yang dinasihatkan oleh Hok Peng.

**** 152 ****





Tidak ada komentar :