*

*

Ads

Sabtu, 23 Februari 2019

Pendekar Sakti Jilid 166

Begitu kedua telapak tangan menempel, Kiam Ki Sianjin lalu mengempos semangat dan napasnya, dan mendorong sambil mengerahkan tenaga Jian-mo-kang yang dahsyat.

Tadi sudah dituturkan tentang kehebatan tenaga Jian-mo-kang ini, yang hanya pukulannya saja sudah cukup untuk menggulingkan batu seberat tiga ratus kati dan kalau tangan itu menempel pada batu yang beratnya seribu kati, batu itu akan terdorong roboh.

Akan tetapi ketika tangannya menempel pada telapak tangan Yok-ong, dia merasa betapa telapak tangan si muka hitam itu lunak dan halus sekali seperti kapas! Ia terkejut dan tahu bahwa lawannya mempergunakan Bian-ciang-kang (Telapak Tangan Kapas) yang menggunakan tenaga “lemas” untuk menghadapi tenaga “keras”

Menghadapi tenaga ini, Kiam Ki Sianjin kehilangan kekuasaan tenaganya, seakan-akan semua tenaga Jian-mo-kang yang dikerahkan itu “amblas” ke dalam telapak tangan lawan, atau seperti sepotong besi yang berat masuk ke dalam air! Cepat dia hendak menarik kembali telapak tangannya untuk mengubah gencetan dari arah lain, akan tetapi alangkah kagetnya ketika telapak tangannya itu telah “menempel” pada telapak tangan si muka hitam, tidak dapat ditarik lepas! Telapak tangan lawannya itu seakan-akan mengeluarkan daya luar biasa yang menyedot kulit telapak tangannya sendiri.

Sebagai seorang ahli silat dan ahli lweekeh, Kiam Ki Sianjin maklum bahwa lawannya adalah seorang ahli dalam mempergunakan tenaga “Im-kang”, maka kalau dia melanjutkan usahanya menarik kembali tangannya, dia akan kehilangan keseimbangan tenaga dalamnya. Dengan nekat dia lalu mendorong lagi, kini dia mengimbangi kekuatan lawan, kalau lawan mempergunakan tenaga Yang-kang, dia pun mengerahkan tenaga Yang-kang, kalau tenaga Im-yang, dia pun mengerahkan lweekang mempergunakan tenaga Im-yang.

Sebaliknya Yok-ong diam-diam juga memuji bahwa tenaga lweekang dari lawannya benar-benar hebat dan sudah tinggi sekali, tidak kalah jauh oleh tenaganya sendiri. Maka dia lalu mengerahkan tenaganya dan mempergunakan tenaga yang mendorong lawan.

Kini tenaga Yang dari kedua fihak bertanding hebat, disalurkan melalui lengan tangan, terus ke telapak tangan sehingga dari empat telapak tangan yang beradu itu mengepul uap putih sedangkan masing-masing merasa betapa telapak tangan mereka menjadi panas sekali!

Keringat dingin memenuhi dahi Kiam Ki Sianjin, sedangkan Yok-ong hanya merah saja wajahnya. Dari sini saja sudah dapat dilihat bahwa tenaga si muka hitam itu sudah lebih tinggi, apalagi kalau orang lain yang melihatnya, karena wajah Yok-ong yang tertutup warna hitam itu tidak berubah sama sekali!

Memang, Kiam Ki Sianjin sudah merasa betapa telapak tangannya seakan-akan terbakar dan kalau dia teruskan, tentu kedua telapak tangannya akan hangus. Akan tetapi, untuk menarik mundur sudah tidak ada waktu lagi, maka dia berlaku nekad dan mengerahkan seluruh tenaga Jian-mo-kang.

Hek-i Hui-mo melihat keadaan Kiam Ki Sianjin, menjadi gelisah sekali. Ia lalu melangkah maju dan dengan tangan kirinya, dia mendorong punggung Kiam Ki Sianjin. Dengan perbuatannya ini, biarpun dia membantu, namun dia sama sekali tidak menyentuh lawan atau si muka hitam, sehingga dia tidak akan disebut curang.

Akan tetapi, bantuannya ini bagi orang lain akan kelihatan aneh dan bahkan merugikan Kiam Ki Sianjin, namun sesungguhnya dari telapak tangannya yang menempel punggung Kiam Ki Sianjin, dia menyalurkan tenaga lweekangnya yang setingkat dengan Kiam Ki Sianjin, membantu orang tua ini menghadapi si muka hitam.

Segera kelihatan akibat bantuan ini. Bagaikan terdorong oleh tenaga raksasa, tubuh Yok-ong terdorong ke belakang! Juga dia merasa telapak tangannya panas sekali, sedangkan Kiam Ki Sianjin menjadi lega karena rasa panas di tangannya berkurang banyak. Tentu saja Yok-ong tidak kuat menahan serangan dua tenaga ahli lweekeh yang dipersatukan atau disambung ini dan dia tahu bahwa dia akan kalah.

Kwan Cu menjadi mendongkol dan marah sekali. Ia melangkah maju dan hendak mendorong punggung Yok-ong seperti yang dilakukan oleh Hek-i Hui-mo, akan tetapi Yok-ong menggerakkan kepalanya, digelengkan beberapa kali sehingga Kwan Cu mundur kembali. tiba-tiba terdengar Yok-ong berseru keras dan nyaring sekali.

Dengan pengerahan tenaga seadanya, dalam sedetik dia dapat mendorong tangan Kiam Sianjin. Memang hebat sekali tenaga lweekang dari raja tabib ini, karena biarpun yang menahan di depannya ada dua orang, namun pengerahan seluruh tenaganya ini untuk sesaat dapat membuat Kiam Ki Sianjin dan Hek-i Hui-mo terdorong ke belakang! Hal ini sebetulnya adalah berkat obat-obat penguat tubuh yang diminum oleh raja tabib ini, sehingga dia memang mempunyai kekuatan tubuh luar biasa sekali.

Akan tetapi, pengerahan tenaga tadi hanyalah siasat belaka dari Yok-ong karena dia maklum bahwa kalau dilanjutkan, dia akhirnya akan kalah juga. Setelah dia berhasil mendorongkan keadaan lawan dan kini kedua lawannya mengerahkan seluruh tenaga, tiba-tiba dia mengerahkan kedua tangan ke bawah dan melepaskan tempelan tangannya, lalu tubuhnya mengelak ke bawah terus ke kanan.






Hebat sekali akibat akal ini. Kiam Ki Sianjin sudah mengerahkan tenaga sebesarnya, dibantu pula oleh Hek-i Hui-mo yang mendorong punggungnya. Sekarang dilepas secara tiba-tiba, tak dapat dicegah lagi dia terdorong ke depan. Apalagi masih ada Hek-i Hui-mo yang mendorong punggungnya, maka dilain saat kedua orang tokoh besar ini terjungkal ke depan, jatuh bangun dan saling tindih!

Baiknya mereka adalah ahli-ahli yang berkepandaian tinggi, maka cepat mereka dapat menyimpan kembali tenaga mereka dan hanya mengalami benjut-benjut saja. Namun batu-batu yang tertimpa tangan mereka pada remuk!

Kwan Cu bertepuk tangan gembira dan sebentar saja Pak-lo-sian juga terkekeh-kekeh, diikuti pujian dari semua orang di fihaknya.

“Kiam Ki Sianjin sudah kalah……!” seru Kwan Cu berulang-ulang sambil bertepuk-tepuk tangan.

Dengan muka merah sekali Kiam Ki Sianjin dan Hek-i Hui-mo bangun berdiri mengibas-ngibaskan pakaian mereka yang terkena debu, untuk beberapa lama tidak mampu bicara. Kemudian Hek-i Hui-mo melangkah maju dan dengan alis berdiri dia menudingkan kepada Yok-ong.

“Siluman muka hitam! Tidak bisa kau dibilang menang, karena kemenanganmu itu hanya karena siasat busukmu belaka!”

Yok-ong tidak meladeninya karena raja tabib ini adalah seorang yang amat hati-hati menjaga kesehatannya. Setelah mengalami adu tenaga yang demikian hebatnya, dia tidak banyak bicara, hanya berdiri diam dan mengatur pernapasan mengumpulkan kembali tenaganya.

Melihat ini, Kwan Cu maklum bahwa kakek sakti ini perlu diberi waktu untuk beristirahat dulu karena fihak lawan masih amat kuat. Ia yang segera maju dan mencela Hek-i Hui-mo.

“Locianpwe, kau disebut ahli silat nomor satu dari barat, akan tetapi mengapa kau tadi membantu Kiam Ki Sianjin dan sekarang bahkan menyalahkan kakekku? Sudahlah, nanti akan datang giliranmu, sekarang lebih baik kau meniru perbuatan kakekku, mengumpulkan tenaga untuk pertandingan selanjutnya. Sekarang aku akan melanjutkan pembicaraanku dengan kedua ciangbunjin (ketua) dari Bu-tong-pai dan Kim-san-pai.”

Hek-i Hui-mo sudah mengertak gigi dan hendak menyerang Kwan Cu, akan tetapi dua orang ketua Bu-tong-pai dan Kim-san-pai sudah melompat maju dan berkata kepada Hek-i Hui-mo,

“Memang benar apa yang dikatakan oleh Siauw-ang-mo (Setan Kecil Merah) ini. Biarkan kami berdua mendengarkan kata-katanya lebih lanjut,” kata Bin Kong Siansu. Kemudian dia menghadapi Kwan Cu dan berkata,

“Anak muda, kau tadi bilang mewakili Kiu-bwe Coa-li dan Pak-lo-sian musuh besar kami, sebenarnya bagaimana maksudmu? Kami jauh-jauh datang sengaja hendak memberi hukuman kepada mereka yang secara curang dan terlalu telah membunuh dan menghina orang dari partai kami, apakah kau hendak menghalangi?”

Kwan Cu tersenyum dan menjura dengan hormat.
“Mana berani boanpwe menghalangi niat dari Ji-wi Ciangbun yang lihai? Akan tetapi, boanpwe sekal-kali tidak akan merintangi apabila Ji-wi hendak membunuh atau membalas dendam kepada Kiu-bwe Coa-li dan Pak-lo-sian kedua Cianpwe itu. Hanya saja, hukuman itu hendaknya dijalankan setelah boanpwe selesai mendongeng.”

“Keparat! Kau berhadapan dengan ketua Bu-tong-pai dan Kim-san-pai, masih berani melawak dan hendak mempermainkan kami?” bentak Bian Kim Hosiang yang adatnya memang keras.

“Sama sekali tidak melawak dan mempermainkan, akan tetapi dengarlah saja, Ji-wi Locianpwe tentu akan suka mendengar dongeng ini.” Sebelum orang membantah pula, Kwan Cu cepat melanjutkan omongannya,

“Kurang lebih sebulan yang lalu, di sebuah kuil di selatan kota raja terjadi hal yang amat aneh. Kuil itu terjaga oleh seorang tojin bemama Siok Tek Tojin, dan pada hari itu di dalam kuil datanglah seorang hwesio pendek bundar membawa pedang dan seorang tosu. Mereka bermalam di kuil itu.”

“Dia adalah Bian Ti Hosiang murid kepala Bu-tong-pai!” seru Bian Kim Hosiang.

“Tosu itu tentulah suteku Bin Hong Siansu!” Bin Kong Siansu juga berseru.

“Kebetulan sekali terkaan Ji-wi Locianpwe memang benar,” Kwan Cu melanjutkan kata-katanya sambil tersenyum. “Pada malam hari, dua orang pendeta itu terbunuh orang di dalam kamarnya.”

“Benar! Pak-lo-sian Siangkoan Hai dan Kiu-bwe Coa-li yang membunuh mereka secara pengecut!” teriak Bian Kim Hosiang dengan mata merah memandang kepada dua orang tokoh besar itu.

Kwan Cu tersenyum dan mengangguk-angguk.
“Memang pembunuhnya mengaku bahwa mereka adalah Pak-lo-sian dan Kiu-bwe Coa-li.”

Kiu-bwe Coa-li melompat dengan marah.
“Buang kentut busuk! Kalau kedua tanganku dapat digerakkan, kepala kalian sudah hancur!”

Juga Pak-lo-sian melompat dan berkata marah,
“Bohong sama sekali!”

Kwan Cu menengok dan berkata,
“Sabar….. sabar….. boanpwe belum habis bercerita. Memang pembunuh-pembunuh keji itu mengaku bernama Pak-lo-sian dan Kiu-bwe Coa-li. Mereka membunuh secara curang sekali, dan mempergunakan obat bius sehingga dua orang pendeta itu pingsan lalu mereka dibunuh. Kebetulan sekali, pembunuh yang aslinya melarikan diri di dalam gelap dan kehilangan sepotong jubah hitamnya! Adapun orang kedua adalah Siok Tek Tojin yang bersekongkol dengan penjahat jubah hitam itu.”

Terdengar seruan kaget di antara orang-orang yang berdiri dekat Kiam Ki Sianjin. Siok Tek Tojin melompat maju dengan golok di tangan.

“Jahanam bau! Kau berani membawa-bawa nama pinto dengan obrolan kosong itu?”

Tanpa menanti apa-apa lagi Siok Tek Tojin menusukkan goloknya ke arah dada Kwan Cu. Tusukan ini cepat sekali dan kuat. Akan tetapi Kwan Cu tidak mengelak maupun menangkis, hanya memandang dengan mulut tersenyum bodoh.

Semua orang di fihak Pak-lo-sian terkejut, bahkan Sui Ceng mengeluarkan jerit tertahan karena disangkanya bahwa pemuda muka merah yang membantu fihaknya itu akan terkena tusukan.

Jangankan Sui Ceng, bahkan Pak-lo-sian dan Kiu-bwe Coa-li sendiri mengira bahwa pemuda aneh itu tentu akan tertusuk golok. Siok Tek Tojin sudah girang sekali, apalagi melihat pemuda itu menoleh kepada Sui Ceng sambil berbareng mengeluarkan kata didahului dengan bentakan,

”Aha! Nona, kau baik sekali mengkhawatirkan keselamatanku!”

Kalau dibicarakan memang sungguh aneh sekali dan semua orang yang berada di situ tentu tidak akan percaya kalau tidak melihat dengan mata mereka sendiri. Pemuda itu tidak mengelak, bahkan kini kepalanya menengok ke belakang dan dadanya terbentang tanpa perlindungan menerima tusukan golok. Yok-ong makin membelalakkan matanya dan menahan napas.

Akan tetapi…… setelah ujung golok dekat dengan dada Kwan Cu, tiba-tiba berbareng dengan bentakan “Aha!” tadi, golok itu menyeleweng ke pinggir seakan-akan terdorong oleh tenaga tidak kelihatan yang menyampoknya dari samping!

Siok Tek Tojin merasa heran bukan main dan dia juga penasaran. Apakah dia diserang penyakit demam sehingga tangannya lemah dan menggigil? Ia kini menyerang lagi, bukan menusuk, bahkan membacokkan goloknya yang menyeleweng tadi ke arah leher Kwan Cu. Pemuda ini sekarang sudah memandangnya kembali dan sambil tersenyum, Kwan Cu lagi-lagi tidak mengelak, hanya mengeluarkan seruan kaget.

“Ayaaa…..! Kau galak sekali!”

Dan kembali terjadi keanehan. Mata golok yang sudah menyambar dekat dengan leher, tiba-tiba menyeleweng dan bahkan membalik hendak menyerang pundaknya sendiri!






Tidak ada komentar :