*

*

Ads

Rabu, 24 April 2019

Pendekar Bodoh Jilid 030

Sungguh pemandangan yang indah ketika kakek itu pun mulai menari di dekat Ang I Niocu, karena tarian kakek itu ternyata sesuai dan cocok sekali dengan tarian Ang I Niocu hingga mereka merupakan sepasang penari ulung yang mendemonstrasikan kepandaiannya! Sayang sekali bahwa penari prianya sudah kakek-kakek. Coba kalau yang menari seperti Bu Pun Su itu seorang pria muda, tentu akan indah dan cocok sekali!

Cin Hai tak melihat kelemahan-kelemahan yang disebutkan oleh Bu Pun Su tadi, akan tetapi, setelah Bu Pun Su bersama-sama menari, terkejutlah Ang I Niocu. Benar saja, pada tiap gerakan, ternyata kakek yang lihai itu telah dapat mencari dan dengan gerakan tangannya yang bagaikan menari-nari itu menyerang melalui lubang-lubang dan kelemahan-kelemahan yang terbuka pada saat ia bersilat! Ia maklum bahwa dalam pertandingan sungguh-sungguh, maka tangan kakek itu tentu sudah berhasil merobohkannya dengan mudah!

Tiba-tiba kakek itu berhenti menari.
“Nah, kau sudah tahu kelemahan dari gerakan-gerakanmu tadi? Ingat, kau terlalu menitik-beratkan kepada keindahan gerakanmu hingga kau lupa bahwa dalam setiap keindahan itu tentu terdapat kelemahan karena perhatianmu terganggu oleh rasa bangga dan keinginan memperlihatkan kepandaian atau keindahan tarianmu! Kalau lawanmu terpesona oleh keindahan gerak tarianmu tentu ia takkan dapat melihat kelemahan-kelemahan itu, akan tetapi kalau waspada, maka kau tentu akan celaka. Nah, kau perhatikanlah dan pada waktu kau bersilat dengan jurus ke tiga puluh sampai ke lima puluh, kau harus mengurangi gerakan menyerang dengan pedang dan siku tangan yang memegang pedang jangan terlampau lebar terbuka, sedangkan tangan kirimu harus membuat gerakan Bunga Sembunyi di Bawah Daun atau Ikan Berenang di Bawah Permukaan Air untuk menjaga agar jangan sampai kau dapat terserang pada tempat-tempat terbuka yang diadakan oleh gerakan serangan pedangmu. Mengertikah kau?”

Ang I Niocu mengangguk-angguk dan menghaturkan terima kasihnya. Kemudian kakek itu menyuruhnya berangkat dengan segera.

“Kalau tidak salah, Sucimu itu kini berada di kota Lok-bin-si. Pergilah kau ke sana. Cin Hai mulai saat ini akan tinggal di sini dengan aku!”

Mendengar disebutnya nama pemuda itu, tiba-tiba wajah Ang I Niocu berubah merah. Agaknya kakek yang luar biasa ini telah dapat menduga akan isi hati dan perasaannya terhadap pemuda itu! Maka tanpa berani memandang kepada Cin Hai lagi, Dara Baju Merah itu lalu berlari cepat meninggalkan tempat itu, dilihat oleh Cin Hai dengan pandangan mata sedih.

“Nah, anak bodoh! Mulai sekarang kau harus berlatih dan belajar silat dengan rajin. Ketahuilah, aku orang tua selamanya belum pernah mempunyai murid, dan sekali aku mengambil murid maka ia harus belajar dengan baik-baik agar tidak akan memalukan yang mengajarnya. Dan kau dulu sudah berjanji hendak menurut segala perintahku, bukan?”

Cin Hai lalu berlutut di depan suhunya untuk memberi hormat.
“Teecu akan menurut segala perintah Suhu.”

“Bagus, sekarang pertama-tama kau harus menceritakan semua pengalamanmu semenjak kau meninggalkan rumah keluarga Kwee. Jangan ada yang kau sembunyikan!”

Cin Hai dengan jelas lalu menuturkan semua pengalamannya tanpa mengurangi sedikit pun, akan tetapi setelah ia selesai bercerita, Bu Pun Su berkata,

“Hanya satu hal yang kusayangkan, yaitu pertemuan dan perkenalanmu dengan Kiang Im Giok!”

Cin Hai tertegun lalu memandang kepada suhunya dengan penasaran dan heran.
“Suhu, apakah sebabnya maka hal itu harus disayangkan? Bukankah Ang I Niocu seorang yang berhati mulia dan berwatak gagah berani?”

Bu Pun Su menghela napas.
“Itulah sebabnya mengapa aku merasa sayang. Perhubungan itu dapat meracuni hati kalian berdua!”

Cin Hai memang mempunyali sifat pemberani dan pantang mundur menghadapi siapa juga apabila ia merasa bahwa pihaknya benar, maka ia lalu berkata lagi,

“Suhu, apakah yang Suhu maksudkan dengan racun itu? Menurut teecu, perhubungan teecu dengan An I Niocu itu, hanya mendatangkan perasaan kasih sayang suci. Mengapa tidak? Teecu yang sebatang kara dan hampir semua orang telah memperlakukan teecu dengan buruk dan jahat dan hanya Ang I Niocu seorang yang telah berlaku baik sekali terhadap teecu! Salahkah kalau teecu mempunyai rasa kasih sayang yang besar kepadanya yang timbul karena perasaan terima kasih? Ujar-ujar pernah menyatakan kasih sayang yang timbul karena hutang budi adalah suci murni!”






Melihat betapa pemuda itu bicara dengan bernafsu, kakek itu menggeleng-geleng kepala dan tersenyum, lalu berkata tenang,

“Cin Hai, kau terlalu banyak menghafal ujar-ujar kuno hingga kepalamu yang besar itu penuh dijejali segala macam ujar-ujar. Ketahuilah, kenyataan hidup ini jauh sekali bedanya dengan keindahan kata-kata yang disebut ujar-ujar itu, dan bahkan segala macam ujar-ujar yang indah itu ternyata tak dapat memperbaiki sifat manusia, bahkan lebih rusak! Pernahkah kau melihat orang-orang yang mempergunakan segala keindahan ujar-ujar untuk menutupi kesalahan dan kejahatannya?”

Cin Hai tertegun dan teringatlah ia kepada gurunya yang dulu mengajarnya kesusastraan. Memang, sifat gurunya itu ganjil sekali, dan apa yang keluar dari mulutnya sama sekali tidak cocok dengan perbuatannya

“Cin Hai, kau masih terlalu muda untuk mengerti semua. Memang bagimu aku tidak merasa kuatir, akan tetapi aku lebih kuatir akan Kiang Im Giok. Kasihan sekali kalau anak itu menjadi korban daripada kelemahan hatinya sendiri…”

Cin Hai mengerutkan keningnya akan tetapi karena memang tubuhnya saja yang telah nampak dewasa dan tinggi tegap akan tetapi sebenarnya batinnya masih lebih bersifat kanak-kanak, maka ia tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh suhunya. Pada waktu itu usianya telah lima belas tahun lebih akan tetapi dalam hal pengertian pergaulan pria wanita ia masih bodoh dan hijau.

“Sekarang kau harus memperhatikan pelajaran silat dan jangan pikirkan hal lain lagi. Ketahuilah, bahwa pikiran yang bercabang takkan dapat menghasilkan ilmu yang baik. Dan kulihat kau telah mempelajari Liong-san Kun-hwat dan Sianli-kun-hwat. Juga Ngo-lian-hwa Kiam-hwat telah kau pelajari dari Im Giok. Ketahuilah bahwa segala macam ilmu silat yang ada di dunia ini, pada dasarnya sama dan berpokok satu, yaitu menyerang dan membela diri. Betapapun tinggi ilmu silat seseorang, namun apabila pokok dasarnya tidak kuat, ilmu silatnya itu akan sia-sia belaka. Segala macam ilmu silat yang dipelajari oleh orang hanya ada tiga ratus enam puluh gerakan yang dasarnya sama, hanya gaya dan kembangnya saja yang berbeda, sedangkan kaki hanya ada seratus delapan puluh. Jika engkau dapat mempelajari dasar dan pokok semua gerakan tangan dan kaki ini, maka menghadapi ilmu silat dari cabang mana pun juga, kau akan dapat melawannya dengan mudah.”

Demikianlah, semenjak hari itu, Cin Hai digembleng oleh Bu Pun Su dan mempelajari sari dan pokok gerakan silat. Dengan menerima pelajaran yang hebat dan merupakan rahasia khusus dari pada semua ilmu silat, maka boleh dikata sama halnya bagi Cin Hai dengan mempelajari semua ilmu silat yang ada di dunia ini!

Kini ia mengerti dan terbukalah matanya bahwa Bu Pun Su boleh disebut tokoh persilatan tertinggi yang mempunyai kepandaian maha hebat! Dengan kepandaiannya yang telah dapat memecahkan semua rahasia pergerakan tangan dan kaki, maka menghadapi seorang lawan yang bersilat bagaimanapun juga, Bu Pun Su dapat meniru semua gerakan itu dengan sama baiknya, biarpun ia belum pernah mempelajari ilmu silat ini, oleh karena ia telah tahu akan pokok-pokok gerakannya!

Tentu saja, setelah dapat mengetahui silat dan pokok gerakan lawan, mudah saja untuk menghadapinya. Akan tetapi, pengertian saja masih belum merupakan syarat untuk mengalahkan lawan itu, masih ada dua hal yang terpenting yang harus dimilikinya, yaitu kecepatan dan tenaga!

Oleh karena ini, di samping mempelajari pokok-pokok rahasia gerakan silat Cin Hai juga mendapat latihan ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang membuatnya dapat bergerak gesit bagaikan seekor burung walet dan latihan lweekang dan khikang yang membuatnya memiliki tenaga dalam yang hebat dan dapat menghadapi kekuatan lawan yang kasar maupun halus.

Juga untuk latihan ginkang, lweekang ataupun khikang, Bu Pun Su mempunyai cara yang khusus dan istimewa, karena ia memberi pelajaran dasar dan pokoknya. Menurut kakek jembel yang luar biasa dan aneh ini, tenaga-tenaga ginkang, lweekang maupun khikang berpusat pada pusar dimana menjadi tempat tiantan yang mengatur semua tenaga gaib yang tersembunyi dalam diri manusia.

Oleh karena ini, maka latihan-latihan yang diberikan kepada muridnya itu hanya ditujukan untuk memperkuat daya tiantan ini dengan jalan bersamadhi dan mempertebal iman. Jika iman manusia kuat dan tebal, dan batin yang disebutnya “bunga api dari Tuhan” menjadi bersih, seimbang dan tidak mudah goyah, maka tenaga dalam akan menjadi kuat dan tidak mudah terpengaruh oleh segala macam nafsu yang hanya akan melemahkan tubuh dan batin.

Cin Hai mempunyai dasar-dasar dan bakat yang baik, maka tanpa banyak mengalami kesukaran ia dapat menangkap pelajaran yang diberikan oleh suhunya hingga Bu Pun Su merasa girang sekali.

Waktu berjalan cepat sekali dan tanpa terasa lagi Cin Hai telah menerima gemblengan dan latihan selama tiga tahun! Usianya telah delapan belas tahun dan ia telah menjadi seorang pemuda dewasa yang bertubuh tinggi dan tegap dengan wajah tampan dan gagah. Akan tetapi sinar matanya yang jujur itu masih saja nampak bodoh dan mukanya yang lebar tidak mengurangi “tampang bodohnya”!

“Cin Hai,” kata gurunya pada suatu hari, “kini kau telah dapat menangkap intisari daripada ilmu silat dan agaknya kau tentu akan dapat menghadapi ilmu silat yang bagaimanapun juga. Akan tetapi, kau juga maklum bahwa ilmu ini hanya dapat digunakan pada waktu menghadapi seorang lawan dan sama sekali tidak dapat digunakan untuk memamerkan kepandaian. Kau hanya bisa menjatuhkan seorang lawan apabila diserang. Karena kau tidak belajar cara melakukan serangan. Ini baik sekali, muridku, dan ketahuilah bahwa aku sendiri pun selama hidup belum pernah menyerang orang. Aku hanya bergerak apabila diserang. Tahukah kau? Kau mengerti dan hafal akan ujar-ujar yang baik, maka pakailah ujar-ujar itu sebagai pedoman dan jangan kau menyombongkan kepandaianmu! Maka, julukan “Pendekar Bodoh” harap kau pakai untuk selamanya. Bukankah ada ujar-ujar yang berkata bahwa orang-orang yang sesungguhnya pintar adalah dia yang insyaf akan kebodohan sendiri?”

Cin Hai mengerti dengan baik akan maksud suhunya ini dan semenjak berlatih ilmu di dalam Gua Tengkorak itu makin terbukalah matanya akan rahasia-rahasia hidup. Kini ia tahu akan maksud suhunya yang dulu memperingatkan bahaya yang akan ada dalam perhubungannya dengan Ang I Niocu.

Ia maklum bahwa bahaya itu adalah “cinta” yaitu cinta dari pihak Ang I Niocu yang usianya jauh lebih tua dari padanya. Kalau dara itu sampai tergoda cinta kepadanya sedangkan perjodohan di antara mereka tidak dapat dilangsungkan, bukankah hal ini akan merupakan siksa dan derita bagi Ang I Niocu?

Ia sendiri masih merasa suka dan rindu kepada Ang I Niocu akan tetapi perasaannya ini hanyalah perasaan kasih seorang adik kepada kakaknya, atau kalau mau disebut lebih lagi, seperti kasih seorang anak kepada ibunya. Akan tetapi, siapa tahu isi hati Dara Baju Merah itu? Ia diam-diam bergidik dan menaruh hati iba terhadap Ang I Niocu.

Pernah ia bertanya kepada suhunya akan segala peristiwa yang terjadi di Gua Tengkorak itu dan mengapa banyak tokoh persilatan menyerbu ke situ. Bu Pun Su tersenyum dan menceritakan seperti berikut,

“Gua ini dulu dibuat oleh seorang menteri Kerajaan Tang yang bernama Lu Pin. Ketika Raja Hian Tiong mengangkat seorang Tartar bernama An Lu San menjadi panglima, hal ini tidak disetujui oleh Menteri Lu Pin karena menteri yang waspada ini maklum akan bahayanya mengangkat seorang asing menjadi panglima yang menguasai tentara. Akan tetapi nasihatnya tidak dipedulikan oleh kaisar. Akhirnya, setelah Panglima Tartar ini menjadi panglima di tiga kota timur laut dan berkedudukan di Hopei, lalu memberontak dengan sejumlah tentara lima belas laksa orang dan memukul ke selatan! Kaisar yang tidak becus mengurus pemerintahan ini tak berdaya karena semua pejabat dan panglimanya hanya mengutamakan kesenangan dan pelesiran saja, hingga dengan mudah barisan kerajaan dapat dimusnahkan oleh An Lu San dan kaisar sendiri lalu mengungsi ke Secuan. Ibu kota lalu diduduki oleh An Lu San semenjak itu. Di mana-mana seluruh rakyat bangkit melakukan perlawanan secara bergerilya.

Lu Pin sendiri yang merasa sangat menyesal dan kecewa lalu melarikan diri karena ia dicari-cari oleh An Lu San untuk dibunuh. Seluruh keluarganya terbunuh dan hanya ia sendiri yang dapat melarikan diri ke daerah ini.

Lu Pin adalah seorang terpelajar yang memiliki kepandaian seni ukir yang tinggi. Setelah menemukan gua ini dan memperbaikinya hingga menjadi sebuah tempat tinggal yang besar dan aman, ia lalu mengumpulkan tulang-tulang binatang besar yang banyak terdapat di gua ini, peninggalan dari jaman purba, lalu dengan kepandaiannya ia membuat tulang-tulang binatang yang besar itu menjadi tengkorak-tengkorak seperti yang berdiri berderet-deret itu!

Jangan dikira bahwa itu benar-benar tengkorak-tengkorak manusia, semua itu hanyalah tulang-tulang binatang yang diukir dan dibentuk sebagai kerangka manusia! Dari sini dapat dibayangkan betapa hebatnya keahlian seni ukir menteri she Lu itu!

Dalam pelariannya, Lu Pin berhasil membawa banyak barang-barang berharga dari dalam istana, karena ia khawatir kalau-kalau barang-barang itu terjatuh ke dalam tangan musuh. Dan karena ini pulalah maka An Lu San mencari-cari menteri yang setia itu. Akan tetapi ternyata, berkat pertolongan tengkorak-tengkorak ini yang dipasang di depan dan di dalam gua, tidak ada tentara pemberontak yang berani memasuki gua dan Lu Pin selamat dan tinggal di sini sampai datang hari ajalnya dan oleh kawan-kawan senasib ia dikubur dibawah hiolouw itu.

Kemudian, hal ini akhirnya dapat diketahui oleh tokoh kang-ouw dan mereka menyerbu ke sini. Akan tetapi mereka tidak menyangka bahwa di dalam gua ini terlebih dahulu telah tinggal seorang yang tidak mereka sangka-sangka, yaitu keturunan dari Lu Pin hingga usaha mereka gagal!”






Tidak ada komentar :