*

*

Ads

Rabu, 19 Juni 2019

Pendekar Bodoh Jilid 152

Pada suatu hari, seperti biasa, Ang I Niocu berjalan-jalan di depan gua-gua Tung-huang untuk memeriksa keadaan gua tempat harta pusaka itu tersembunyi, dan kali ini ia dikawani oleh Ma Hoa.

Tiba-tiba ia merasa terkejut sekali ketika melihat beberapa orang Mongol berkerumun di depan gua itu! Ia berseru,

“Ma Hoa, celaka, agaknya mereka telah menemukan tempat itu.”

Maka berlari-larilah Ang I Niocu dan Ma Hoa ke tempat itu dan ketika mereka tiba di situ, ternyata bahwa orang-orang itu dipimpin oleh Thai Kek Losu, Sian Kek Losu, Bo Lang Hwesio, dan lain-lain perwira Mongol!

Melihat fihak lawan yang berat dan cukup banyak ini, Ang I Niocu tidak mau berlaku sembrono, karena ia menduga bahwa biarpun gua itu telah mereka temukan, akan tetapi belum tentu mereka dapat mencari tahu tentang rahasia pembuka lubang tempat penyimpanan harta pusaka. Ia lalu menarik tangan Ma Hoa dan diajaknya bersembunyi di balik sebuah gunung karang yang kecil dan mengintai dari situ.

Tak lama kemudian, dari jurusan lain datanglah serombongan orang yang bukan lain ialah rombongan perwira kerajaan yang dipimpin oleh Kam Hong Sin! Selain panglima yang lihai ini, tampak juga Ceng Tek Hosiang, Ceng To Tosu dan banyak perwira-perwira tinggi lainnya yang jumlahnya tidak kurang dari dua puluh orang.

Pihak Mongol yang melihat kedatangan para perwira kerajaan itu, lalu maju menyerbu dan terjadilah pertempuran hebat di depan gua rahasia, Ang I Niocu dan Ma Hoa memandang dengan penuh kekuatiran, karena dengan adanya dua fihak sama-sama menghendaki harta pusaka itu, maka keadaan lawan makin bertambah berat saja.

“Biar…” bisik Ang I Niocu sambil menggenggam tangan Ma Hoa, “biar mereka saling gempur hingga binasa seluruhnya!”

Pertempuran berjalan ramai sekali, karena kedua fihak sama kuat. Kam Hong Sin yang tangguh itu mendapat lawan berat, yaitu Thai Kek Losu, sedangkan Ceng To Tosu melawan Sian Kek Losu, dan Ceng Tek Hwesio melawan Bo Lang Hwesio!

Sesungguhnya diantara ketiga pasangan ini, fihak Mongol lebih kuat, akan tetapi oleh karena di fihak tentara kerajaan masih terdapat beberapa orang perwira yang memiliki ilmu kepandaian tinggi dan mengeroyoknya, maka keadaan mereka menjadi seimbang.

Pada saat Ang I Niocu dan Ma Hoa sedang menonton dengan hati tegang, tiba-tiba datang rombongan lain dan ketika mereka memandang, mereka menjadi girang sekali, karena di dalam rombongan orang itu terdapat Bu Pun Su!

Akan tetapi, kegirangan mereka segera berubah menjadi keheranan dan kekuatiran karena ternyata bahwa yang datang bersama Bu Pun Su adalah seorang nenek bertelanjang kaki, seorang pendeta Mongol, seorang perwira Mongol, dan juga Hai Kong Hosiang!

Melihat Hai Kong Hosiang yang jahat dan yang mereka benci ini berjalan bersama Bu Pun Su, sungguh membuat kedua orang gadis itu berdiri bengong saking herannya!

Melihat pertempuran hebat itu, Bu Pun Su lalu menghampiri mereka dan berseru keras,
“Tahan pertempuran ini!”

Suaranya amat nyaring dan berpengaruh hingga Ang I Niocu dan Ma Hoa sendiri yang berdiri di tempat agak jauh juga terkena getaran suara dan terpengaruh oleh gema suara itu. Apalagi mereka yang sedang bertempur, mendengar suara ini mereka tak terasa lagi segera melompat mundur dan menahan senjata masing-masing. Mereka memandang kepada kakek itu dengan terheran-heran.

Thai Kek Losu dan kawan-kawannya yang melihat Balaki datang bersama kakek itu menjadi terkejut, akan tetapi sebelum mereka bertanya, Bu Pun Su telah mendahuluinya dengan ucapan yang halus,

“Kalian ini bertempur bukanlah memperebutkan harta pusaka yang tersimpan di dalam gua ini? Bodoh amat! Untuk apa bertempur mengadu jiwa hanya untuk setumpuk harta yang tidak berharga dan yang hanya mendatangkan kekacauan belaka?”

Biarpun sikap Bu Pun Su lemah lembut dan kelihatannya seperti seorang lemah, namun menyaksikan pengaruh yang keluar dari bentakannya tadi, baik pihak Mongol maupun pihak perwira kerajaan dapat menduga bahwa kakek ini tentulah seorang berilmu tinggi.

“Kami yang mendapatkan tempat ini, akan tetapi perwira-perwira kerajaan hendak merampasnya dari kami!” kata Thai Kek Losu sebagai pembelaan diri.






“Tempat ini termasuk wilayah kerajaan, tak boleh orang lain memiliki harta pusaka itu selain Kaisar!” kata Kam Hong Sin dengan suara garang.

Bu Pun Su tersenyum dan menjawab,
“Semua salah! Yang mendapatkan tempat ini bukan orang-orang Mongol dan yang berhak memiliki harta ini bukanlah Kaisar, karena harta ini berasal dari milik rakyat yang dirampok! Daripada bersitegang dan mencari kebenaran sendiri dengan berperang mengorbankan nyawa dengan sia-sia, lebih baik diatur begini saja. Kita mengajukan jago-jago untuk mengadu kepandaian dan siapa yang paling pandai, dialah yang berhak memiliki tempat ini!”

“Boleh, bolehl” kata Thai Kek Losu yang merasa bahwa pihaknya lebih banyak mempunyai orang-orang lihai. “Kita majukan tiga jago masing-masing, dan dari pihak kami, aku majukan tiga orang, yaitu aku sendiri, Sian Kek Losu, dan Bo Lang Hwesio.” Sambil berkata demikian, Thai Kek Losu menunjuk kepada Sian Kek Losu dan kepada Bo Lang Hwesio, akan tetapi ia merasa heran sekali melihat betapa Bo Lang Hwesio sedang memandang kepada Bu Pun Su dengan wajah pucat!

“Ia… ia adalah Bu Pun Su yang lihai…!” kata Bo Lang Hwesio dengan berbisik hingga Thai Kek Losu yang pernah mendengar nama ini pun menjadi gentar sekali.

“Kam Hong Sin, kau boleh majukan tiga orang jago-jagomu!”

Thai Kek Losu menantang kepada perwira itu, akan tetapi Kam Hong Sin membentak marah.

“Aku tidak mau mentaati perintah siapa juga selain perintah dari Kaisar! Betapapun juga, tak boleh orang-orang menggunakan aturan sendiri seakan-akan di negara ini tidak ada pemerintah!”

Tiba-tiba terdengar suara ketawa bergelak dan Hai Kong Hosiang maju ke depan.
“Tidak turut pun tidak apa! Pendeknya masing-masing fihak harus mengajukan paling banyak tiga orang jagonya. Fihakku hanya cukup mengajukan seorang jago saja! Ha-ha-ha! Yang tidak merasa gembira untuk ikut dalam pertandingan ini boleh mundur dan jangan mengganggu orang lain!”

Thai Kek Losu memberi isyarat dengan tangan kepada Balaki dan memanggil perwira Mongol itu untuk datang mendekat, akan tetapi Balaki tertawa mengejek saja tanpa mempedulikannya.

“Balaki, kau tidak menurut perintahku’?” teriak Thai Kek Losu dengan marah dan heran.

Balaki tertawa.
“Siapa sudi menurut perintahmu? Aku tidak mempunyai hubungan apa-apa lagi denganmu!”

Thai Kek Losu dan kawan-kawannya tercengang mendengar ini.
“Balaki, kau hendak menjadi pemberontak?”

“Tutup mulutmu!” bentak Hai Kong Hosiang dengan marah.

Pada saat itu, kembali muncul serombongan orang dan ternyata yang kini muncul adalah rombongan orang-orang Turki pengikut Pangeran Muda dan yang dikepalai oleh Siok Kwat Mo-li, Lok Kun Tojin dan ketiga saudara Kang-lam Sam-lojin, diikuti pula oleh beberapa orang perwira lain.

Ternyata bahwa Siok Kwat Mo-li dan kawan-kawannya masih penasaran dan melanjutkan usaha mereka mencari harta pusaka itu sambil mengerahkan orang-orang Turki dan membohongi mereka dengan janji bahwa setelah harta pusaka bisa didapatkan, harta pusaka itu akan diberikan kepada mereka dan dibagi-bagi. Padahal di dalam hatinya, Siok Kwat Mo-li dan juga kawan-kawannya itu sama sekali tidak mempunyai niat untuk membagi harta pusaka itu kepada orang-orang Turki.

Melihat kedatangan mereka, Hai Kong Hosiang berkata sambil tertawa,
“Nah, sekarang lebih ramai lagi! Siok Kwat Mo-li, kau datang bersama orang-orang Turki ini hendak melakukan apakah?”

“Suheng, aku dan Lok Kun Tojin, juga kawan Wai Sauw Pu tadinya sengaja datang memenuhi undanganmu hendak membantu, akan tetapi oleh karena kami tidak dapat bertemu dengan kau, maka terpaksa kami mengambil jalan kami sendiri, dan dalam usaha kami itu ternyata bahwa kawan Wai Sauw Pu telah terbinasa dalam tangan pengikut Pangeran Tua dari Turki dan kawan-kawannya.”

“Dan sekarang, kau membawa orang-orang Turki ini dengan maksud apakah? Apa kalian juga hendak mencari harta pusaka itu? Kalau memang demikian kehendakmu, lebih baik kau pulang saja dan bawa kawan-kawanmu itu pergi dari sini, karena harta itu adalah bagianku dan kawan-kawanku, dan kau tidak boleh mengganggu!”

Mendengar ucapan suhengnya itu, Siok Kwat Mo-li merasa penasaran sekali karena dulu suhengnya minta pertolongan dan bantuannya untuk menghadapi lawan-lawannya dan juga untuk mencari harta pusaka itu dengan janji hendak dibagi-bagi, akan tetapi tidak tahunya sekarang suhengnya itu telah memilih kawan-kawan lain.

Akan tetapi, oleh karena maklum akan kelihaian Hai Kong Hosiang, ia diam saja tidak berani membantah. Hanya Lok Kun Tojin yang merasa penasaran dan tentu saja ia tidak mau menerima dengan demikian saja. Ia lalu melompat maju menghadapi Hai Kong Hosiang dan membentak keras,

“Hai Kong! Aku mengingat akan persahabatan di kalangan kang-ouw telah ikut turun gunung dengan Sumoimu ini karena hendak membantumu dan sama-sama mencari pusaka berharga. Akan tetapi sekarang kedatangan kami tidak kau hargai, bahkan kau hendak mengusir kami. Kau anggap kami ini orang macam apakah? Apakah tanpa kau kami tak dapat mencari sendiri dan menggunakan kepandaian kami?”

“Ha-ha-ha! Lok Kun Tojin, jangan kau menyombong di depanku! Kalau kau hendak mencari harta pusaka itu, siapakah yang sudi melarangmu? Bahkan kuanjurkan agar supaya kalian ikut pula dalam pertandingan memperebutkan harta itu. Lihatlah, semua telah berkumpul dan kita semua telah bermufakat untuk mengajukan masing-masing tiga orang jago. Pihak Mongol telah mengajukan jago-jago mereka, yaitu Thai Kek Losu, Sian Kek Losu, dan Bo Lang Hwesio. Fihak kami mengajukan seorang jago, yaitu kakek jembel ini!” Ia menuding ke arah Bu Pun Su yang berdiri sambil menundukkan kepalanya. “Akan tetapi sayangnya fihak perwira kerajaan agaknya tidak berani mengajukan jago-jago mereka. Ha-ha-ha!”

“Hai Kong, jangan kau sombong'” teriak Kam Hong Sin dengan muka merah karena marahnya. “Hendak kulihat kalian ini pemberontak-pemberontak rendah hendak berbuat kurang ajar sampai seberapa jauhnya. Aku tidak sudi mengadakan segala macam perjanjian dengan kalian, dan hendak kulihat saja siapa yang akan berkeras mengambil harta pusaka itu, pasti akan kuhadapi dengan taruhan jiwaku sebagai seorang petugas setia dari Kaisar!”

Hai Kong Hosiang tertawa bergelak dan berkata,
“Kam Hong Sin, baru menjadi panglima besar Kaisar saja kau telah berkepala batu! Kalau saja aku tidak mengingat bahwa semua orang telah menyetujui untuk mengajukan jago masing-masing, tentu akan kuhadapi sendiri orang macam kau! Akan tetapi biarlah aku bersabar dulu, dan kalau tidak mau ikut dalam pertandingan ini, biarlah kau menjadi penonton dan boleh kami anggap sebagai saksi! Ha-ha-ha!”

Sementara itu, Lok Kun Tojin dan Siok Kwat Mo-li berbisik-bisik mengadakan perundingan, akhirnya Lok Kun Tojin berkata,

“Baik, kami ikut dalam pertandingan ini dan kami mengajukan tiga jago kami, yaitu Siok Kwat Mo-li, aku sendiri, dan Sahali.”

Sambil berkata demikian ia menunjuk ke arah Siok Kwat Mo-li dan seorang Perwira Turki yang bertubuh pendek kecil dan berkulit hitam.

“Bagus, bagus! Sekarang akan menjadi ramai!” kata Hai Kong Hosiang sambil tertawa terbahak-bahak.

Sementara itu Bu Pun Su berpikir bahwa gara-gara Hai Kong Hosiang, maka kalau dilanjutkan, tentu akan terjadi pertandingan hebat dan hal ini tidak ia kehendaki, oleh karena tentu akan banyak terjatuh korban yang terluka hebat atau bahkan binasa. Maka ia segera berkata kepada semua orang dengan suara sembarangan,

“Aku tua bangka jembel hendak bicara dan kalian semua kalau akan menganggap bicaraku sebagai suatu kesombongan, apa boleh buat. Dengarlah baik-baik. Untuk menyingkat waktu, kupersilakan semua fihak maju seorang demi seorang dan menghadapi aku orang tua. Kalau sampai aku dirobohkan terluka maupun binasa, maka kuanggap bahwa pihakku kalah, dan tidak berhak lagi untuk mendapatkan harta benda itu!”

Tentu saja ucapan ini dianggap sombong sekali dan semua mata memandangnya dengan penasaran dan marah, kecuali Bo Lang Hwesio yang sudah cukup maklum akan kelihaian Bu Pun Su.

“Kakek tua! Alangkah sombongmu! Kau seorang diri hendak menghadapi jago-jago Mongol dan Turki sebanyak enam orang. Biarpun kau tangguh dan lihai, patutkah bagi seorang yang berkepandaian tinggi untuk bersikap sesombong ini?”






Tidak ada komentar :