*

*

Ads

Rabu, 19 Juni 2019

Pendekar Bodoh Jilid 153

Juga Siok Kwat Mo-li yang marah sekali membentak,
“Kakek yang mau mampus! Belum pernah selama hidupku mendengar bual seorang sesombong kau! Kau tidak memandang mata kepada kami sekalian!”

Memang, menurut kebiasaan di kalangan kang-ouw, orang-orang yang sudah tinggi kepandaiannya, biasanya merendahkan diri, karena mereka selalu berhati-hati menjaga kalau-kalau ia kena dijatuhkan orang lain hingga kesombongannya itu hanya akan menjatuhkan namanya belaka.

Makin tinggi kepandaian seseorang, makin pendiam dan makin merendahkan dia. Oleh karena ini, ucapan Pun Su tadi tentu saja dianggap keterlaluan sekali dan merasa penasaran dan marah. Akan tetapi, mereka belum mengenal adat Bu Pun Su yang kukoai (ganjil), atau yang sudah pernah mengenalnya juga tidak mengetahui betul adatnya itu.

Bu Pun Su tidak biasa menyombongkan kepandaiannya, baru nama yang dipilihnya saja, yaitu Bu Pun Su yang berarti Tiada Berkepandaian, sudah menunjukkan bahwa dia tidak suka akan segala macam nama kosong belaka.

Kalau kali ini ia mengucapkan tantangan yang bersifat sombong, bukanlah semata timbul dari watak sombong, akan tetapi karena ia mengandung semacam maksud, yaitu hendak mencegah terjadinya pertumpahan darah hanya karena memperebutkan harta pusaka belaka!

Melihat kemarahan orang-orang itu, diam-diam Bu Pun Su menjadi gembira karena bahwa maksudnya berhasil baik, maka untuk menambah “minyak” agar api yang mulai membakar hati mereka itu menjadi makin berkobar dan agar persoalan itu cepat selesai, ia lalu menambahkan ucapannya tadi sambil tersenyum,

“Kalau kalian menganggap aku sombong, biarlah, kuakui bahwa aku memang sombong. Kesombonganku barusan itu masih belum seberapa hebat apabila dibandingkan dengan usulku yang berikut ini. Oleh karena dari pihak kami hanya maju seorang jago dan dari pihak Mongol maupun pihak Turki diajukan tiga orang jago, maka aku tantang kalian untuk maju berbareng, yaitu tiga orang sekaligus!”

Benar saja, ucapan ini membuat semua orang menjadi bengong dan untuk sejenak mereka tak dapat mengeluarkan sepatah kata pun. Akhirnya Thai Kei Losu, Sian Kek Losu dan Bo Lang Hwesio maju berbareng dengan marah dan mereka ini memandang kepada Bu Pun Su dengan muka merah.

“Bu Pun Su! Aku mendengar namamu dari Bo Lang Hwesio dan sudah lama aku mendengar bahwa Bu Pun Su adalah seorang berilmu tinggi yang sakti dan yang patut disebut Lo-cianpwe (Orang Tua Gagah). Akan tetapi, tidak tahunya Bu Pun Su hanyalah seorang tua bangka yang sudah pikun dan yang menjadi gila dan sombong sekali! Baiklah, kau sendiri yang menantang untuk dikeroyok tiga, dan kalau kau tewas di tangan kami, janganlah merasa penasaran karena kau sendiri yang minta mati!”

Dimaki sehebat itu, Bu Pun Su hanya memandang dengan senyum simpul dan ia lalu menjawab,

“Baiklah, Robot. Kalau sampai aku Si Tua Bangka ini terbunuh mati di tangan kalian, tak usah kalian memasang meja sembahyang!”

Thai Kek Losu marah sekali dan sekali tangannya bergerak, maka ia telah mengeluarkan senjatanya yang mengerikan, yaitu tengkorak anak-anak yang dipasang tali. Tengkorak itu diputar-putar hingga dalam pandangan banyak orang seperti kepala seorang anak kecil yang meringis dan suara angin yang masuk dan keluar dari lubang-lubang tengkorak itu terdengar seperti suara tangis. Semua orang bergidik dan merasa ngeri melihat kehebatan senjata ini, akan tetapi Bu Pun Su tersenyum dan berkata,

“Losu, mengapa bukan kepalamu sendiri yang kau ikat itu?”

Sementara itu, Sian Kek Losu juga mengeluarkan senjatanya yang tak kalah lihainya, yaitu sebuah gendewa bertali, senjata yang jarang sekali dapat dimainkan oleh ahli silat, oleh karena memang amat sukar untuk mainkan senjata ini. Akan tetapi apabila orang telah dapat memainkan, senjata itu merupakan senjata yang amat sukar dilawan karena lihainya.

Juga Bo Lang Hwesio menarik keluar senjatanya yaitu sepasang poan-koan-pit yang berbentuk pensil bulu kecil saja, akan tetapi sepasang senjata ini merupakan penyambung tangan untuk melakukan serangan tiam-hoat (ilmu menotok jalan darah) kepada lawan dan kelihatan sepasang poan-koan-pit ini memang sudah amat ditakuti orang. Memang biasanya Bo Lang Hwesio jarang mempergunakan senjata dalam perkelahian, cukup dengan kedua tangannya ditambah ujung lengan bajunya saja, karena dengan ilmu pukulan tangan kosong saja memang sudah amat sukar mengalahkan dia.

Akan tetapi sekarang ia maklum bahwa biarpun mengeroyok tiga, ia menghadapi seorang sakti yang tingkat kepandaiannya masih jauh lebih tinggi, maka ia sengaja mengeluarkan senjatanya itu.

“Sudah siap?” tanya Bu Pun Su dengan tenang. “Nah, mari kita mulai!”






“Keluarkan senjatamu!” bentak Thai Kek Losu yang sebagai orang berilmu tinggi merasa segan untuk menyerang seorang yang bertangan kosong.

“Eh, Thai Kek Losu, bukalah matamu baik-baik. Bukankah aku sudah siap dengan empat buah senjataku ini?” sambil berkata demikian ia menggerak-gerakkan dua tangan dan dua kakinya. “Thian telah memberi senjata-senjata yang tiada bandingannya di dunia ini kepada kita, akan tetapi kalian masih saja menanyakan senjata, bukankah itu kurang berterima kasih kepada Thian namanya?”

Bukan main mendongkolnya hati Thai Kek Losu mendengar ini. Ia anggap kakek jembel ini menghina sekali.

“Kau mencari mampus sendiri!” teriaknya dan tengkorak kecil di tangannya itu tiba-tiba menyambar ke arah muka Bu Pun Su dengan cepatnya.

Akan tetapi baru saja tengkorak itu bergerak, tubuh Bu Pun Su sudah lebih dulu menyingkir sehingga serangannya mengenai angin saja. Sian Kek Losu dan Bo Lang Hwesio juga maju menyerbu dan sebentar saja Bu Pun Su dihujani serangan-serangan kilat yang amat berbahaya dari tiga orang ahli dan tokoh besar itu.

Bu Pun Su maklum bahwa ketiga orang lawannya ini adalah orang-orang yang sudah tinggi tingkat kepandaiannya dan tidak boleh dilawan dengan sembrono, maka ia lalu mengerahkan ilmu kepandaiannya yang luar biasa dan menghadapi mereka dengan Ilmu Silat Pek-in-hoatsut yang dimainkan secara luar biasa sekali.

Kalau Cin Hai yang mainkan ilmu silat ini, maka hanya pada dua lengan tangannya saja mengebulkan uap putih, akan tetapi ketika Bu Pun Su yang mengerahkan tenaga dalamnya mainkan ilmu silat itu tidak hanya kedua lengannya bahkan seluruh tubuhnya mengebulkan uap putih yang melindungi tubuhnya hingga tiap kali senjata lawan mendekati tubuhnya dalam serangan yang dilakukan oleh lawan itu, maka senjatanya seakan-akan tertahan oleh semacam tenaga yang luar biasa kuatnya!

Ketiga orang pengeroyok itu menjadi terkejut dan kagum sekali karena selama hidup belum pernah mereka menghadapi seorang lawan yang demikian tangguhnya, yang dengan bertangan kosong sanggup menghadapi mereka bertiga dan kini ternyata dapat melawan senjata-senjata mereka dengan baiknya.

Jangankan menghadapi, bahkan menyaksikan kepandaian yang seperti ini pun baru sekali ini mereka alami. Namun, sebagai tokoh-tokoh besar yang berilmu tinggi, mereka merasa malu apabila memperlihatkan ketakutan, maka mereka memperhebat serangan dan mengerahkan seluruh kepandaian dan tenaga lweekang mereka juga sudah sampai di tingkat yang tinggi, maka biarpun beberapa kali senjata mereka kena terbentur dan terpental oleh hawa yang keluar dari gerakan kedua tangan Bu Pun Su, namun ada beberapa kali senjata mereka berhasil memecahkan pertahanan itu dan hanya berkat kelincahan dan ginkangnya yang luar biasa saja maka Bu Pun Su dapat terhindar daripada bahaya maut!

Kalau ia menghendaki, dengan sekali pukulan tangannya yang ampuh, Bu Pun Su akan sanggup menghancurkan tengkorak itu, akan tetapi oleh karena kakek yang sudah banyak pengalaman ini tahu bahwa di dalam tengkorak itu tersimpan senjata-senjata rahasia yang mengandung racun berbahaya hingga kalau tengkorak terpecah, biarpun ia tidak kuatir akan keselamatan dirinya sendiri akan tetapi takut kalau-kalau senjata rahasia itu akan menewaskan orang-orang lain di sekitar tempat itu, maka ia tidak berani memukulnya.

Keraguan ini membuat Thai Kek Losu mendapat hati dan menyangka bahwa kakek jembel itu benar-benar merasa gentar terhadap senjatanya, maka ia memutar-mutar senjata lihai itu makin cepat mengarah bagian-bagian berbahaya dari tubuh Bu Pun Su!

Sedangkan senjata gendewa di tangan Sian Kek Losu menyambar-nyambar dari atas bagaikan seekor burung garuda yang menyerang kepala dan tubuh bagian atas. Gendewa itu berat dan menyambar dengan dorongan tenaga yang bukan main besarnya hingga biarpun Bu Pun Su sudah sangat lihai namun sekali saja terkena pukulan gendewa itu pada kepalanya, tentu ia akan mengalami celaka!

Bo Lang Hwesio juga tidak kurang berbahaya. Sepasang poan-koan-pit di tangannya adalah senjata kecil yang dapat digerakkan cepat sekali mengarah jalan-jalan darah yang paling berbahaya dari tubuh kakek jembel itu.

Melihat kelihaian ketiga orang lawannya, Bu Pun Su mengambil keputusan untuk bertindak cepat dan menyingkirkan lawan-lawan ini agar ia tidak membuang waktu terlalu banyak. Tiba-tiba ia berseru keras hingga ketiga orang lawannya itu menjadi terkejut karena jantung mereka tergetar oleh gema suara yang hebat ini.

Pada saat itu, tengkorak di tangan Thai Kek Losu sedang melayang dan mengarah kepala Bu Pun Su, senjata gendewa Sian Kek Losu dengan gerakan yang hebat sekali menusuk ke arah ulu hatinya, sedangkan sepasang poan-koan-pit di tangan Bo Lang Hwesio menotok ke arah iganya!

Akan tetapi, karena kekagetan tadi membuat mereka agak tercengang hingga gerakan mereka menjadi lambat, Bu Pun Su lalu memperlihatkan kelihaiannya yang benar-benar hebat dan sukar untuk dipercaya oleh mereka yang menyaksikannya!

Kakek jembel itu tidak mengelak dari sambaran tengkorak ke arah kepalanya, bahkan ia lalu mengulur tangan kanan dan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah untuk menjepit dan menggunting tali pengikat tengkorak itu hingga dengan mengeluarkan suara nyaring tali itu putus dan tengkorak itu telah berpindah ke dalam tangannya!

Pada saat itu, sepasang poan-koan-pit telah mencapai sasarannya dan tepat menotok bagian iga Bu Pun Su. Akan tetapi, alangkah terkejut dan herannya hati Bo Lang Hwesio ketika ia merasa betapa kedua poan-koan-pitnya itu mengenai tempat yang lunak, seakan-akan ia telah menusuk air saja! Ia cepat menarik kembali poan-koan-pit itu dan dengan mata terbelalak ia melihat betapa sepasang poan-koan-pitnya telah patah dua!

Gendewa di tangan Sian Kek Losu yang lebih berat itu paling akhir datangnya dan dengan kekuatan luar biasa menyambar ke arah ulu hati Bu Pun Su! Kakek jembel ini sudah tidak ada kesempatan lagi untuk mengelak, dan agaknya ulu hatinya pasti akan tertembus oleh ujung gendewa yang keras dan kuat itu!

Akan tetapi, tiba-tiba kakek itu meniup ke arah muka Sian Kek Losu dan ketika angin tiupan yang dikeluarkan dengan pengerahan tenaga khikang hebat sekali itu menyambar mukanya, Sian Kek Losu merasa betapa kulit mukanya menjadi perih dan matanya tak dapat dibuka lagi ! Terpaksa ia memejamkan matanya dan karena terkejut dan sakit, gerakan tusukannya mengendur.

Kesempatan ini digunakan oleh Bu Pun Su untuk menjatuhkan diri ke belakang dan berjungkir balik dengan kaki di atas dan kepala di bawah lalu berdiri lagi dan terlepaslah ia dari ancaman senjata gendewa itu. Sebelum Sian Kek Losu dapat membuka mata, Bu Pun Su melompat maju dan sekali ia mengebutkan tangan ke arah tengah-tengah gendewa itu patahlah gendewa di tangan Sian Kek Losu!

Bu Pun Su tidak berhenti sampai di situ saja dan sekali tubuhnya berkelebat ke arah tiga orang lawannya, mereka merasa tenaga yang besar menyambar ke arah dada, maka mereka terpaksa mengangkat tangan menangkis. Akan tetapi, dengan heran mereka melihat Bu Pun Su melompat mundur lagi sambil tertawa girang, sedangkan mereka tidak merasa mendapat pukulan.

Selagi tiga orang itu memandang heran, tiba-tiba Hai Kong Hosiang yang tadi berdiri bengong dan bergidik melihat demonstrasi kepandaian yang hebat itu, tertawa bergelak-gelak.

“Ha-ha-ha! Dengan mudah jago kami menjatuhkan ketiga jago dari Mongol! Thai Kek Losu, kau dan kawan-kawanmu telah kalah, maka kalian harus mundur dan memberi kesempatan kepada jago-jago lain untuk mencoba kepandaian mereka!”

Thai Kek Losu memandang dengan marah,
“Kami memang telah kehilangan senjata, akan tetepi itu bukan berarti bahwa kami telah kalah, karena kami belum dirobohkan!”

Hai Kong Hosiang kembali tertawa bergelak.
“Manusia goblok dan tidak tahu kebodohan sendiri! Kalian telah mendapat ampun dari jago kami, akan tetapi masih belum mengakui kebodohan sendiri? Lihatlah dadamu, Thai Kek Losu dan kalian juga, Sian Kek Losu dan Bo Lang Hwesio!”

Ketiga orang pendeta itu melihat ke arah dadanya, dan terkejutlah mereka oleh karena baju mereka pada bagian dada sebelah kiri ternyata telah berlubang! Mereka menjadi pucat dan bergidik oleh karena ternyata bahwa setelah membalas dengan satu kali serangan saja, kakek jembel itu telah berhasil membuat baju mereka berlubang dan kalau saja kakek itu menghendaki, maka untuk membunuh mereka bagi kakek itu sama mudahnya dengan membalikkan telapak tangan sendiri!






Tidak ada komentar :