*

*

Ads

Rabu, 12 Juni 2019

Pendekar Bodoh Jilid 129

Cin Hai terus mengejar orang pesolek yang melarikan Lin Lin sambil mengerahkan seluruh kepandaiannya berlari cepat. Ia merasa heran sekali karena biarpun ilmu ginkangnya sudah mencapai tingkat yang tinggi, namun orang itu masih saja belum dapat tersusul olehnya, padahal orang itu berlari sambil mengempit tubuh Lin Lin yang tidak berdaya karena telah tertotok secara lihai sekali!

Akan tetapi ia tidak mau kalah dan andaikata orang itu membawa lari Lin Lin menuju ke lautan api sekalipun, ia akan tetap mengejar! Fajar telah menyingsing dan matahari telah mulai timbul ketika mereka masih saja berkejaran hingga mereka tiba di tanah datar yang kering dan luas.

Akhirnya, orang pesolek itu melarikan diri naik ke sebuah bukit kecil di sebelah kiri, terus dikejar oleh Cin Hai. Melihat betapa pengejarnya tidak mau mengalah, akhirnya pesolek itu lalu berhenti dan sambil mengempit tubuh Lin Lin dalam pelukan lengan kirinya, ia menanti dengan mulut tersenyum akan tetapi sepasang matanya memancarkan sinar mengancam hebat!

Cin Hai berlari dan melompat ke hadapannya sambil memaki,
“Bangsat berjiwa rendah! Kau masih tidak hendak melepaskan gadis itu?”

“Eh, bocah kurang ajar kau ini siapakah maka berani berlaku kurang ajar di depanku? Apakah kau tidak tahu bahwa kau sedang berhadapan dengan Kwi-eng-cu (Bayangan Setan) yang berarti akan mendatangkan maut bagimu apabila kau menentangnya! Dan apakah hubunganmu dengan gadis ini? Kuperingatkan padamu agar segera pergi dan jangan ikut mencampuri urusanku!”

“Orang rendah! Ternyata yang kau hias hanya mukamu saja hingga biarpun di luar kau nampak cakap dan bersih, akan tetapi sebetulnya di sebelah dalam dari tubuhmu bersembunyi batin yang rendah, buruk dan kotor! Kuakui bahwa kepandaianmu memang tinggi, akan tetapi jangan kau kira bahwa aku takut kepadamu! Aku Pendekar Bodoh, tidak takut menghadapi seorang penjahat, betapapun gagahnya dia! Lepaskan gadis itu kalau kau sayang jiwamu sendiri!”

“Ha, ha, ha! Masih baik kalau kau mengaku bodoh, karena memang kau bodoh dan tolol! Mungkin kau memang pendekar, karena kepandaianmu berlari cepat tidak rendah, dan kau memang bodoh karena tidak tahu akan kehendak seorang laki-laki seperti aku! Gadis ini cantik jelita dan manis, sedangkan aku seorang laki-laki yang gagah dan tampan, sekarang aku menawannya dengan maksud apakah? Tentu saja, kau akan mengerti sendiri kalau saja kau tidak demikian bodoh! Aku hendak mengambil dara ini sebagai isteriku, isteri yang tercinta, karena gadis seperti inilah yang semenjak dulu kucari-cari untuk menjadi jodohku! Nah, sekarang kau sudah mendengar maksudku membawa gadis ini, maka kau pulanglah ke rumah ibumu dan jangan mencari penyakit dengan mencampuri urusan pribadi orang lain!”

“Bangsat cabul!” Cin Hai memaki marah sekali. “Bukalah telingamu baik-baik! Gadis ini adalah tunanganku! Siapa sudi mencampuri urusanmu yang kotor? Kau lepaskan tunanganku ini dan baru aku mau mengampuni jiwamu yang rendah!”

Berdirilah kedua alis orang itu mendengar ucapan ini. Hidungnya yang mancung itu berkembang-kempis, dan sungguhpun mulutnya masih tersenyum, namun Cin Hai melihat betapa sinar matanya bernyala-nyala bercahaya.

“Bagus, kalau begitu mampuslah kau!” tiba-tiba orang itu membentak dan sekali saja tubuhnya berkelebat, ia menyerang Cin Hai dengan tangan kanannya!

Serangan ini hebat sekali dan dari lengan tangan orang itu mengepul uap putih. Melihat betapa orang ini mempergunakan Ilmu Silat Pek-in-hoat-sut, kembali Cin Hai terheran dan ia lalu melawan dengan Pek-in-hoatsut juga!

Orang itu terkejut sekali melihat gerakan Cin Hai ini dan cepat merobah ilmu silatnya dengan Kong-ciak Sinna, akan tetapi kembali ia terheran sampai mengeluarkan suara tertahan ketika Cin Hai juga melawannya dengan Ilmu Silat Kong-ciak Sinna yang sama pula!

Kembali orang itu merobah ilmu silatnya dengan bermacam-macam pukulan yang lihai dan permainan silat pilihan yang tinggi, namun dengan mempergunakan pengertiannya dalam hal segala macam gerakan tangan dan kaki, Cin Hai melayaninya dengan gerakan yang sama pula.

“Eh, eh tahan dulu!” kata orang itu sambil melompat ke belakang.

“Apa kehendakmu?” tanya Cin Hai sambil berdiri tenang dan memandang tajam.

“Kau yang mengerti Pek-in-hoatsut dan Kong-ciak Sinna serta yang paham akan dasar persilatan, siapakah kau dan siapa pula Gurumu?”






“Aku pun sedang terheran-heran melihat betapa seorang yang pandai Ilmu Silat Pek-in-hoatsut dan Kong-ciak Sinna sampai terjerumus ke dalam lembah kehinaan seperti kau! Sebelum aku bertanya, kau telah mengajukan pertanyaan lebih dulu, maka dengarlah baik-baik! Aku bernama Sie Cin Hai atau Pendekar Bodoh dan suhuku ialah Bu Pun Su!”

Untuk sesaat wajah pesolek itu menjadi pucat dan ia memandang seakan-akan melihat setan dan dari sinar matanya mengandung ketidak percayaan.

“Maukah kau bersumpah bahwa kau benar-benar murid Bu Pun Su?” tanyanya.

“Bukan hanya aku, bukalah lebar-lebar kedua matamu, karena gadis yang kau tawan itu pun seorang murid Suhu Bu Pun Su pula” kata Cin Hai.

Tiba-tiba berubahlah wajah orang itu. Ia tersenyum dan tiba-tiba ia mengangkat tangan dengan girang.

“Kalau begitu, kau adalah Suteku dan gadis ini adalah Sumoiku! Lebih baik lagi! Sute, dengarlah bahwa Bu Pun Su adalah Supekku (Uwa Guru) karena aku adalah murid dari Guruku Han Le!”

Cin Hai merasa terkejut sekali dan mengertilah dia mengapa orang ini demikian lihainya dan mengerti Ilmu Silat Pek-in-hoat-sut dan Kong-ciak Sinna dengan baiknya.

“Hm, hm, kalau begitu kau benar adalah Suhengku sendiri. Mengapa Suhu tak pernah menceritakan tentang kau. Siapakah namamu?”

Sambil tertawa orang itu berkata
“Namaku adalah Song Kun dan ketika aku mempelajari ilmu silat dari Suhu di atas Pulau Kim-san-to, Supek sering kali datang dan bahkan beliau telah memberi pelajaran beberapa ilmu kepadaku dan sekarang aku perintahkan agar supaya kau tinggalkan aku dan Sumoi!”

“Apakah yang hendak kau perbuat kepada tunanganku ini?” tanya Cin Hai dengan suara gemas.

“Sute, dengarlah baik-baik, Kau sebagai seorang saudara muda yang baik dan berbakti, harus mengalah kepadaku. Sumoiku ini hendak kubawa pulang dan hendak kuambil menjadi isteriku. Terus terang saja, semenjak aku melihatnya, timbul cintaku yang besar kepadanya.”

“Tapi dia adalah tunanganku!” kata Cin Hai penasaran.

“Sute, sudah selayaknya seorang saudara muda mengalah terhadap kakaknya. Suhengnya belum kawin, mana sutenya boleh bertunangan? Kau mengalahlah kepadaku kali ini, Sute. Biar lain kali aku mencarikan jodoh yang manis dan jelita untukmu!”

“Aku tidak mempunyai seorang Suheng seperti macammu!” teriak Cin Hai dengan amat marahnya. “Kalau kau tidak mau melepaskan Lin Lin, biar kita mengadu jiwa di tempat ini!”

Kedua mata Song Kun berkilat.
“Apakah benar-benar kau sudah bosan hidup? Dengarlah kau, bocah sombong! Jangankan baru kau, biar Suhu hidup kembali atau Supek datang membantumu, jangan harap kau akan bisa menangkan Kwie-eng-cu!”

“Jangan banyak cakap dan kau cobalah saja!”

Seru Cin Hai sambil melangkah maju. Bukan main marahnya Kwie-eng-cu melihat sikap Cin Hai yang menantang ini. Tangan kanannya bergerak dan tahu-tahu sebatang pedang telah berada di tangan itu.

Cin Hai tiba-tiba terkejut melihat pedang ini karena pedang itu mengeluarkan cahaya yang menyilaukan dan sinar merah yang keluar dari pedang itu mendatangkan hawa panas! Inilah pedang Ang-ho-sian-kiam yang luar biasa dan yang ratusan tahun yang lalu telah menjadi pedang pusaka yang keramat di istana kaisar. Ketika pedang ini terjatuh ke dalam tangan Song Kun, maka menjadi seakan-akan seekor naga yang tumbuh sayap!

Cin Hai juga mencabut keluar Liong-coan-kiam dari dalam bajunya dan ketika Song Kun melompat dan menerjangnya, ia lalu mengeluarkan ilmu pedangnya Daun Bambu yang lihai!

Song Kun terkejut sekali melihat gerakan ilmu pedang ini oleh karena biarpun ia telah mewarisi hampir seluruh kepandaian Han Le, belum pernah ia melihat gerakan ilmu pedang yang sedemikian aneh dan lucunya, akan tetapi berbareng juga lihai sekali.

Dan oleh karena tangan kirinya masih mengempit tubuh Lin Lin maka gerakannya kurang leluasa sekali. Apalagi ketika Cin Hai selain menggerakkan pedang untuk menyerang, juga menggunakan tangan kiri untuk mengirim pukulan-pukulan ke arah jalan darahnya!

Song Kun memutar-mutar pedangnya dengan ganas dan mencoba untuk mengadu pedangnya itu dengan pedang Cin Hai, akan tetapi Cin Hai cukup maklum bahwa pedang lawannya ini berbahaya sekali maka ia selalu menghindarkan beradunya kedua senjata, dan bahkan memperhebat serangan tangan kirinya.

Pada suatu kesempatan, tangan kiri Cin Hai mendorong dengan tenaga penuh ke arah pelipis lawannya dan dalam keadaan terdesak, Song Kun terpaksa melemparkan tubuh Lin Lin untuk mengangkat tangan kirinya menangkis. Tubuh Lin Lin terlempar ke kiri dan terus masuk ke dalam sebuah jurang yang curam!

Cin Hai menjerit ngeri melihat betapa tubuh kekasihnya terlempar ke dalam jurang dan saat itu digunakan oleh Song Kun yang sudah menjadi marah sekali itu untuk mengirim tusukan ke arah dadanya, dibarengi dengan pukulan tangan yang dimiringkan ke arah lambung Cin Hai.

Cin Hai merasa terkejut sekali, ia lalu mempergunakan gerakan Awan Putih Mengusir Mendung dengan tangan kiri, sedangkan pedangnya diangkat untuk menangkis. Dua batang pedang beradu keras dan terpentallah pedang Liong-coan-kiam dari tangan Cin Hai dalam keadaan patah menjadi dua sedangkan tubuh Cin Hai terhuyung-huyung ke belakang!

Ketika ia diserang tadi, semangatnya sedang melayang mengikuti tubuh Lin Lin dan hatinya berdebar kuatir, maka ia menjadi kurban serangan berbahaya dari Song Kun Yang lihai itu.

Song Kun tertawa girang dan penuh ejekan kemudian ia terus menyerang dengan hebat hingga terpaksa Cin Hai mempergunakan ginkangnya untuk mengelak dan mengeluarkan Ilmu Pukulan Kong-ciak Sinna untuk menghadapi lawannya yang lihai dengan tangan kosong.

Pada saat itu dari jurang dimana tadi Lin Lin jatuh, melayang keluar seorang kakek sambil menggendong tubuh Lin Lin dan ternyata bahwa kakek ini bukan lain ialah Bu Pun Su!

Kakek ini melompat ke tempat pertempuran dan sekali ia mengebutkan lengan bajunya yang panjang, pedang di tangan Song Kun kena tertangkis hingga tangan Song Kun menjadi tergetar dan ia melompat ke belakang dengan kaget sekali.

“Suhu…!” kata Cin Hai dengan girang sekali karena melihat betapa suhunya telah berhasil menolong Lin Lin. Saking girangnya, pemuda ini sampai menitikkan dua butir air mata.

“Ah, kiranya Supek yang datang!” kata Song Kun dengan pedang dilintangkan di dada dan ia tidak mau memberi hormat sama sekali terhadap supeknya itu.

“Song Kun kau terjerumus ke dalam lembah kesesatan, tidak insyafkah kau?” kata Bu Pun Su dengan suara keren.

Song Kun tersenyum dengan penuh ejekan dan kesombongan.
“Teecu tidak tahu akan maksud ucapan Supek ini,” jawabnya.

“Orang tersesat! Baiknya Suhumu telah meninggal, kalau tidak, dia tentu akan berduka sekali melihat betapa muridnya yang terkasih menjadi seorang yang berbudi rendah! Song Kun, perbuatanmu yang rendah masih nampak di depan mata, apakah kau masih saja belum mau mengakuinya? Kau menculik seorang gadis dan biarpun kau sudah mengetahui bahwa dia ini adalah seorang Sumoimu sendiri kau masih tetap akan melanjutkan kesesatanmu.”

“Teecu mencinta dia, apakah salahnya itu? Apakah Supek akan merintangi orang muda yang mencinta seorang wanita dan hendak mengambilnya menjadi isteri? Supek, ini adalah urusan orang-orang muda orang tua tidak berhak mencampurinya!”

Ucapan ini benar-benar kurang ajar sekali hingga Cin Hai merasa betapa kedua tangannya gatal-gatal hendak turun tangan menyerang suheng yang jahat itu.






Tidak ada komentar :